TELUR SOTONG KEGEMARAN
Sekarang suka makan telur sotong, kalau sesiapa hight colastrol jangan makan telur sotong ni, rasanya kenyal(saya memang suka yang keras, ada orang tak suka..
Nak masak sendiri tak pandai
JALAN KE BUKIT BENDERA 2023
JALAN-JALAN KE BUKIT BENDERA.
Sebenarnya pergi ke sana tidak rancang pun, nyaman sungguh bila sudah sampai ke atas bukit kemuncak, memandangkan bukit ben dera sesuai untuk hiking dan jalan-jalan untuk cuci mata, nak datang ke sini boleh dengan menaiki Kereta dan bas, ramai pelancong datang ke sini, untuk pengetahuan semua Bukit Bendera adalah hutan UNESCO tempat pelancongan yang di iktiraf dunia.
Memandangkan penat berjalan, saya naik 'buggy car' dengan sedikit bayaran sambil dengar sejarah Bukit Bendera, hanya kawasan tertentu sahaja ada bugge
Gambar 1: WELCOME......pintu masuk dan keluar bila sudah sampai ke kemuncak, Abang guard tu bimbang jika saya hilangkan resit bayaran untuk scan bar code, jika hilang kena bayar sekali lagi.
Gambar 2:kat bumbung ni pun ada juga 'kunci cinta' boleh beli di kedai lebah ni. Saya tidak membeli.
Roti menjadi hari ni guna BREAD MAKER
MENJADI BUAT ROTI GUNA BREAD MAKER EMPRESS
guna bahan asas membuat roti, pastikan guna tepung roti kerana tepung roti akan menjadi ringan dan kembang baik.. Pada asalnya roti saya menjadi keras, saya ubah2 sikit resepinya.
Jangan putus asa kalau Tetiba roti korang jadi keras, tambah air dan mentega cair sikit pasti uli balik sehingga lembut (saya guna hand mixer sebab tak suka gandum melekat-lekat di tangan, alhamdulillah cantik kejadian selepas dibakar guna EMPRESS BREAD MAKER... lembut sangat kejadian nya Hehehe..
VitaHealth-Dandelion Complex
Apakah khasiat Dandelion Complex?
Bunga dandelion memiliki bentuk yang cantik, apalagi jika tertiup angin. Jenis bunga cantik ini tergolong dalam keluarga Asteraceae, Ia jenis bunga daisy lain. Kita mengenalnya sebagai bunga kecil berwarna kuning atau putih dan sering dianggap sebagai gulma maupun tumbuhan liar. Namun ternyata, tumbuhan ini memiliki khasiat yang secantik rupanya. Apa saja?
Menurunkan Berat Badan di Usia 40-an
Anda usia 40-an, menurunkan berat badan akan semakin sulit dilakukan. Akan tetapi, ada beberapa tips untuk menurunkan berat badan Anda secara lebih efektif.
Kombinasi usia 40 tahun dan berat badan berlebih dapat sangat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, menerapkan pola hidup sehat di usia 40 tahun sangat diperlukan, salah satunya dengan menjaga berat badan tetap ideal.
Kelebihan berat badan dan obesitas berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis, seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke. Gangguan kesehatan ini rawan muncul ketika memasuki usia 40 tahun.
Pada usia 40-an, menurunkan berat badan memang akan terasa sulit dilakukan. Perubahan tingkat aktivitas, kebiasaan makan, hormon, dan cara tubuh menyimpan lemak adalah beberapa faktor penyebabnya.
Akan tetapi, langkah-langkah sederhana ternyata dapat membantu berat badan Anda tetap ideal. Berikut ini beberapa cara menurunkan berat badan di usia 40 tahun:
1. Perbanyak Asupan Buah dan Sayuran
Isi setengah piring Anda dengan buah dan sayuran setiap kali makan. Buah dan sayuran cenderung memiliki lebih banyak nutrisi serta lebih sedikit lemak dan kalori daripada daging, produk susu, atau biji-bijian.
Buah juga membantu Anda merasa kenyang, bahkan jika Anda makan lebih sedikit. Buah-buahan segar, seperti apel dan beri, baik untuk menggantikan camilan yang tinggi lemak dan gula.
Artikel Lainnya: Masuki Usia 40, Begini Anjuran Cara Hidup Sehatnya
2. Jangan Lewatkan Sarapan
Cara menurunkan berat badan di usia 40 tahun sama dengan pelaku diet kebanyakan, yaitu jangan melewatkan ataupun menghindari sarapan.
Para ahli merekomendasikan Anda untuk tidak melewatkan sarapan. Saat melewatkan sarapan, Anda mungkin akan merasa sangat lapar dan malah mengonsumsi makanan tidak sehat ketika makan siang.
3. Makan Lebih Sedikit pada Malam Hari
Penurunan berat badan akan lebih mungkin terjadi ketika Anda makan lebih sedikit pada malam hari. Oleh sebab itu, cara menurunkan berat badan di usia 40 tahun salah satunya adalah dengan membatasi asupan di malam hari.
Meski makan lebih sedikit dianjurkan, ingatlah untuk tidak mengonsumsi sembarang makanan. Pilihlah makanan sehat dan kaya serat saat malam hari.
4. Masak Makanan Sehat
Pola hidup sehat di usia 40 tahun mencangkup cara Anda mengolah makanan. Pasalnya, jumlah lemak dan kalori ekstra dapat berasal dari cara Anda menyiapkan makanan.
Artikel Lainnya: Vitamin dan Mineral yang Diperlukan Saat Masuk Usia 40-an
Agar berat badan tetap ideal, alih-alih menggoreng makanan atau memasaknya dengan mentega atau minyak yang banyak, cobalah dengan cara memasak lain, seperti memanggang, membakar, atau merebus.
5. Kurangi Kalori
Anda cenderung kurang aktif seiring bertambahnya usia. Oleh karenanya, cara menurunkan berat badan di usia 40 tahun adalah dengan mengurangi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh.
Porsi yang lebih kecil dan melacak kalori Anda dengan buku harian makanan atau aplikasi dapat membantu Anda makan lebih sedikit.
6. Kudapan Sehat
Jika Anda terbiasa makan camilan di antara makan berat, misalnya karena memiliki gangguan asam lambung atau sering sulit menahan lapar, pilihlah kudapan yang sehat untuk cegah kenaikan berat badan yang terlalu banyak.
Cara menurunkan berat badan di usia 40 tahun ini bisa Anda lakukan dengan menghindari camilan yang digoreng, seperti pisang goreng, talas, dan ubi goreng.
Selain itu, ganti kudapan dengan buah-buahan dan jus, tetapi perhatikan juga penyajiannya. Hindari jus konsentrat tinggi gula dan pilihlah jus alami buatan sendiri. Anda juga bisa minum jus bersama ampasnya agar kenyang lebih lama.
7. Fokus Saat Makan
Anda bisa tergoda untuk mengonsumsi makanan saat sibuk atau melakukan banyak tugas. Akan tetapi, Anda lebih cenderung makan berlebihan dan menjadi lapar lagi segera jika Anda tidak fokus pada makanan Anda.
Duduklah saat makan dan lihat apa yang ada di piring Anda (bukan apa yang ada di TV atau HP Anda). Hal ini membantu otak Anda menyadari ketika Anda sudah cukup kenyang.
8. Jangan Stres
Stres dapat membuat Anda lebih cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Hal ini akan membuat tubuh Anda lebih sulit memecah lemak.
Nah, untuk mengatasi hal tersebut, cobalah untuk melakukan olahraga untuk usia 40 tahun yang sekaligus dapat membuat Anda rileks, seperti yoga. Anda juga dapat melakukan pernapasan yang dalam, meditasi, berjalan-jalan, atau membaca buku.
9. Hindari Begadang
Begadang cenderung membuat seseorang memiliki keinginan untuk ‘ngemil’ saat perut sebenarnya tidak sedang lapar. Tentunya kebiasaan ini justru dapat membuat usaha menurunkan berat badan menjadi sulit terealisasi.
Ditambah lagi, seseorang di usia 40 tahun, terutama pria, cenderung mengalami central obesity atau timbunan lemak di pusat badan yang tampak sebagai perut buncit. Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh kebiasaan ngemil tak sehat di jam begadang.
10. Dapatkan Tidur Nyenyak
Orang dengan kualitas tidur yang buruk cenderung mengalami kenaikan berat badan. Sebab, kebiasaan tidur yang buruk akan memicu otak untuk makan di malam hari, dan jenis makanan yang dipilih biasanya camilan yang tidak sehat.
Kurang tidur juga dapat menghambat produksi leptin, hormon yang membuat Anda merasa kenyang.
Oleh karena itu, lakukan pola hidup sehat di usia 40 tahun untuk mendapat kualitas tidur yang baik. Hindari juga stres dan minuman berkafein menjelang tidur malam. Beberapa kebiasaan tersebut dapat menjadi pemicu Anda kurang tidur.
Surah Al-mulk
' x='0' y='0' height='100%25' width='100%25' xlink%3Ahref='data%3Aimage/jpeg;base64,/9j/4AAQSkZJRgABAQAAAQABAAD/2wBDABALDA4MChAODQ4SERATGCgaGBYWGDEjJR0oOjM9PDkzODdASFxOQERXRTc4UG1RV19iZ2hnPk1xeXBkeFxlZ2P/2wBDARESEhgVGC8aGi9jQjhCY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2NjY2P/wAARCAAFAAoDASIAAhEBAxEB/8QAFgABAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAUG/8QAHBAAAgICAwAAAAAAAAAAAAAAAQMAAhEhBTGR/8QAFQEBAQAAAAAAAAAAAAAAAAAAAQL/xAAUEQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA/9oADAMBAAIRAxEAPwDOu5Rr01UwGwqMAk7x5J5vvoREFP/Z'%3E%3C/image%3E%3C/svg%3E)
SATU surah di dalam al-Quran sekiranya ia diamalkan, maka orang yang membacanya, apatah lagi dapat menghafaznya akan terlepas daripada azab kubur.
Ia adalah Surah Al-Mulk yang mengandungi 30 ayat. Surah itu juga disebut sebagai At Tabaarak yang bermakna Maha Suci.
Sebab itu, Nabi SAW menyarankan umatnya supaya tidak meninggalkan bacaan al-Quran pada setiap hari.
Hati orang yang membaca al-Quran akan sentiasa tenang, dijauhi daripada bisikan syaitan serta dirinya turut dihormati.
Daripada Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Al-Quran mengandungi satu surah terdiri daripada tiga puluh ayat yang akan mensyafaati pembacanya sehingga dia diampunkan iaitu Tabarakallazi biyadihil Mulk.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad, at-Tirmizi, Riyadh as-Salihin oleh Imam Ahmad)
Antara azab kubur itu, didatangkan kepada manusia dua malaikat yang sangat bengis iaitu Munkar dan Nakir.
Sekiranya manusia melihat wajah malaikat azab itu, mereka akan pengsan. Di tangannya ada besi penukul dan apabila dihayun tukul itu, nescaya akan hancur semua gunung yang ada di atas muka bumi ini.
Bagaimanapun, bagi mereka yang menjadikan Surah Al-Mulk sebagai bacaan harian, di kubur kelak ia akan menjadi penghalang pengamalnya daripada diseksa.
Di dalam kubur, orang yang meninggal dunia akan didatangi malaikat azab bermula di kakinya untuk memberi hukuman.
Saidina ‘Abdullah bin Abbas berkata: “Sesiapa membaca surah Al-Mulk sehingga menjadi amalan wiridnya, nescaya ia mendapat bantuan dan pertolongan daripada Allah SWT di dalam kuburnya. Bila azab hendak datang ke kepala, terdengar satu seruan: “Tidak boleh engkau datang ke pihak kepala ini kerana ada Surah Al-Mulk.”
Sekiranya seseorang itu selamat daripada seksaan di alam barzakh, dia juga selamat untuk menghadapi permulaan akhirat yang lebih besar dan dahsyat.
Jika seseorang itu sudah menerima seksaan di alam barzakh, maka sudah pasti dia juga tidak akan selamat menghadapi kecelakaan lebih besar menunggunya selepas itu.
Maka, Nabi SAW mengajarkan kita beberapa cara untuk selamat dan selesa ketika berada di alam barzakh, antaranya membaca Surah Al-Mulk pada setiap malam.
Sebelum tidur, pastikan kita ambil sedikit masa untuk membaca Surah Al-Mulk. Dengan harapan apabila biasa melazimi bacaan Surah Al-Mulk dan ditakdirkan kita meninggal dunia, Allah SWT akan mengampuni segala dosa serta mengharumkan perkuburan kita menjadi sebahagian taman daripada taman syurga.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir r.a bahawa sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW tidak akan tidur selagi tidak membaca Tabarakallazi biyadihil Mulk dan Alim Lam Miim Sajadah. (Ahmad, Tirmizi dan Darimi)
Setiap orang beriman tidak boleh memandang ringan perihal di alam barzakh yang bakal mereka lalui satu masa nanti.
Persediaan itu wajib dilakukan. Jaga setiap tingkah laku serta pertuturan seharian kita supaya terhindar daripada mendapat pengakhiran yang buruk.
Abu Darda berkata, “Tiga perkara yang membuat aku ketawa dan menyebabkan aku menangis. Tiga perkara itu ialah orang yang mengejar dunia padahal kematian sedang mengejarnya, individu yang ketawa terbahak-bahak, tetapi dia tidak tahu adakah Tuhannya reda kepada-nya atau memurkainya dan individu yang lalai padahal Allah tidak pernah lalai kepadanya.”
Rasulullah SAW juga mengajar untuk mengamalkan satu doa bagi memohon perlindungan dan azab kubur iaitu “Allahumma inni a’uzu bika minal ‘ajzi wal kasali wal jubni wal harami wal bukhli, wa’auzu bika min ‘azabil qabri wa ‘auzu bika minfitnatil mahya walmamati” bermaksud: “Ya Allah, aku berlindung denganMu daripada kelemahan, malas, penakut, pelupa, bakhil dan aku berlindung dengan-Mu daripada seksa kubur dan fitnah hidup dan mati.”(Hadis Riwayat Muslim)
Penulis wartawan Harian Metro
Artikel ini disiarkan pada : Rabu, 20 Februari 2019 @ 12:47 PM
me at saminar
Kegemaran:melihat benda yang cantik-cantik, mengemas, suka melihat kereta,tanam pokok.
Aktiviti masa lapang:pergi ke pasar beli barang basah, mengemas rumah dan melayan saudara mara yang datang dan mengunjungi saudara mara.
Warna kegemaran:hitam dan coklat
Air kegemaran : air masak dan co-cola
Makanan kegemaran: masakan kampung
1.Sarjana Muda Pembuatan Dengan Kepujian
(Pembantu Jurutera CAD-CAM) SERTA Sijil Kemahiran Malaysia Level 3 (Jaminan Kualiti)
4.Sains Tulen semasa menduduki Sijil Pelajaran Malaysia.
Adat Berdoa
Adat-Adat Berdoa Dalam Islam.
1. Dengan merendah diri dan suara yang lembut seperti dijelaskan dalam surah Al-A’raf ayat 55 yang bermaksud “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
2. Hati sentiasa ingat akan Allah dan berasa yakin doa akan dikabulkan. “Berdoalah kepada Allah dan kamu menyakini untuk dikabulkan, dan ketahuilah olehmu sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa yang keluar dari hati yang lupa dan sunyi (dari mengingati Allah).”
3. Dimulai dengan memuji Allah dan membaca selawat kepada Nabi s.a.w. “Bersabda Nabi s.a.w.: Apabila salah seorang daripada kamu sekalian berdoa, maka mulailah dengan membaca Tahmid serta memuji kepada Allah, kemudian membaca selawat kepada Nabi, baru kemudian berdoa dengan apa yang dikehendakinya.”Akuilah kehinaanmu di hadapan Allah s.w.t,pasti Dia membantumu dengan kekuasaaNnya,Akuilah semua kelemahanmu di hadapan-Nya,pasti Dia membantumu dengan keagungan dan kekuatan-Nya.
Doa Nabi Musa"Tuhanku, seperti yang kami lihat sekarang ini,langit amat cerah dan matahari semakin panas,maka basahilah kami dengan air hujan-Mu,limpahkan rahmat-Mu kepada kami dan kasihanilah kami,terutamanya kanak-kanak kecil yang masih menyusu, haiwan ternakkan yang memerlukan rumput dan orang tua yang sudah bongkok.Tuhanku seaindainya engkau tidak lagi menganggapku sebagai Nabi-Mu,maka aku mengharapkan keberkatan Nabi yang ummi,iaitu Muhammad s.a.w yang akan Engkau utuskan sebagai Nabi Terakhir"
4. Membaca selawat kepada Nabi di tengah dan akhir doa seperti dinyatakan dalam hadis berikut: “Bersabda Nabi s.a.w.: “Setiap doa terhalang (tidak dikabulkan) sehingga dibacakan atasnya selawat kepada Nabi s.a.w.”
5. Mengakhiri doa dengan mengaminkannya, biarpun hanya berdoa sendirian seperti dinyatakan hadis Abu Hurairah r.a.: “Bersabda Nabi s.a.w: “Apabila salah seorang dari kamu berdoa, maka aminkanlah atas doanya sendiri.”
6. Mengangkat kedua tangan selama berdoa. Hadis Abu Daud: “Bersabda Nabi s.a.w.: “ Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Hidup, Maha Pemurah dan berasa malu kepada hambanya apabila ia mengangkat kedua tangannya (berdoa) kepada-Nya, kemudian Allah mengembalikannya (menolaknya) tanpa hasil.”
7. Menyapu muka dengan kedua tapak tangan selepas berdoa. “Rasulullah s.a.w. apabila mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, tidak akan melepas dan mengembalikannya sehingga menyapu wajahnya dengan kedua tangannya.”
8. Menadahkan kedua tapak tangan apabila memohon perkara positif dan menelungkupkan tapak tangan apabila memohon menolak perkara negatif. “Sesungguhnya Nabi s.a.w. apabila memohon perkara positif mengadahkan kedua tapak tangannya ke langit, dan apabila memohon perlindungan dari perkara negatif menelungkupkan kedua tapak tangannya daripada langit. “
1.Memperbanyak Membaca – La hawla Wala Quwwata Illa billah – Barangsiapa yang lambat datang Rezekinya hendaklah banyak mengucapkan – La hawla Wala Quwwata Illa billah (HR. At- Tabrani)
2. Membaca – La Ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin –
Barangsiapa setiap hari membaca La ilaha illallahul malikul haqqul mubin maka bacaan itu akan menjadi Keamanan dari Kefakiran dan menjadi Penenteram dari rasa Takut dalam Kubur (HR. Abu Nu’aim dan Ad Dailami).
3. Membaca – Subhanallah wabihamdihi Subhanallahil adziim. Dari setiap Kalimat itu seorang MALAIKAT yang BERTASBIH kepada ALLAH Ta’ala sampai hari Kiamat yang Pahala Tasbihnya itu diberikan Untukmu.
(HR. Al-Mustagfiri dalam Ad-Da’awat)
4. Membaca Surat Al-IKHLAS:
Barangsiapa membaca Surat AlIkhlas ketika masuk rumah maka berkah bacaan Menghilangkan Kefakiran dari penghuni rumah dan tetangganya (HR. AtTabrani)
5. Membaca Surat Al-WAQIA’AH:
Barangsiapa membaca surat Al-Waqiaah setiap malam…maka TIDAK akan diTimpa Kesempitan Hidup” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman)
https://youtu.be/W6V356OqbIk?si=L0elKEzpMDoPFUnC
6. Memperbanyak SELAWAT KEATAS NABI:
Dari Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda bersabda: Barangsiapa Berselawat kepadaku satu kali Selawat maka ALLAH akan membalas sepuluh kali Selawat dan Mengangkatnya Sepuluh DARJAT.
(Dikeluarkan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu Abu Syaibah…al-Bazzar….Ibnu Syahiin dan al-Ismaili dengan sanad ma’lul)
7. Melazimkan BERISTIGHAFAR:
Barangsiapa melazimkan Beristighfar nescaya ALLAH akan Mengeluarkan dia dari segala Kesusahan dan Memberikan Rezki dari arah yang tidak diDuga-Duga” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah)
Ya ALLAH berikanlah kami Rezki yang Luas…yang Halal lagi Baik tanpa Memberatkan kami….Jika Rezki kami ada diLangit maka Turunkanlah. Jika ada diBumi maka Keluarkanlah. Jika jauh maka Dekatkanlah. Jika Dekat maka Mudahkan lah.
Jika sedikit maka Banyakanlah. Jika banyak maka BERKATI LAH agar kami dapat menolong ANAK-ANAK YATIM – FAKIR MISKIN – MEREKA YANG DALAM KESUSAHAN & KEDHAIFAN.
YA ALLAH……Kabulkanlah doa kami…Aamiiin YA ALLAH Ya Robbal ‘Alamin.
MEKAH
1.Doaku sebelum ke Mekah
Tahun pemergian hajiku ialah 2019, tetapi aku berhasrat untuk menjadi tetamu Allah lebih awal kerana ingin menikmati cuti dalam perkhidmatan kerajaan (40 hari), lagipun aku berfikir, aku tahu tarikh bila aku dilahirkan akan tetapi tarikh kematian seseorang insan itu adalah rahsia Allah. Tiga tahun aku menghantar surat rayuan haji dan dua tahun berturut-turut, aku dan isteri mengikuti kursus haji (17 minggu) anjuran Tabung Haji Sabah. Selama dua tahun juga setiap selepas solat aku memanjatkan doa berikut “Ya Allah, jemputlah aku sebagai tetamu hajimu pada tahun ini, andaikata tahun ini merupakan tahun terbaik untuk aku dan isteri menunaikannya. Andai kata aku dijemput, pertemukan aku dengan rakan-rakan sebilik yang terbaik untukku dan isteriku,”
Aku berusaha untuk menunaikan fardu haji dengan menghantar sendiri passportku dan passport isteriku serta semua dokumen yang diperlukan ke Ibu Pejabat Imigresen Putra Jaya untuk diuruskan oleh Puan Kamariah. Aku menempah tiket dan berlepas ke Kuala Lumpur pada 16 September 2014. Akan tetapi, kami tidak berjaya memperoleh jemputan Allah pada tahun berkenaan.
30 Mei 2015, aku 5 sekeluarga bersama seorang menantu, menyahut jemputan Allah untuk menunaikan ibadah umrah dengan menyertai rombongan Nurmultazam Kota Kinabalu. Ibadah selama sepuluh hari tersebut aku gunakan sepenuhnya untuk memohon kepada Allah untuk dijemput menunaikan ibadah haji pada tahun berkenaan. Aku percaya anak dan menantuku juga melakukan benda yang sama.
Pada 18 Ogos 2015, aku balik awal dari pejabat kerana merasa kurang sehat. Isteriku mengajak aku ke klinik Inanam untuk mendapatkan surat suntikan vaksin untuk tujuan haji dan pada petangnya menghantar passport (3 orang - aku, isteri dan kakak ipar) melalui seorang pegawai Imigresen untuk diserahkan kepada Puan Kamairah (Pejabat Imigresen Putra Jaya). Pegawai tersebut kebetulan menjadi wakil Imigresen Sabah menghadiri mesyuarat di Ibu Pejabat Imigresen Putra Jaya. 18 Ogos, aku disahkan mengidap denggi dan dikuarintin di rumah sehingga 23 Ogos 2015.
Semenjak aku mendapat perkhabaran yang Tabung Haji telah memulakan penerbangannya ke Jeddah, hati ini tidak keruan kerana masih belum memperoleh surat panggilan haji. Sehinggalah penerbangan terakhir dari Kota Kinabalu berlepas, kami masih gagal memperoleh jemputan Allah, akan tetapi aku tetap belum mengalah, masih berdoa dan terus berdoa. Kekadang aku menghubungi sahabatku di Jeddah (Mutawif Ustaz Abdul Basid) memohon bantuannya untuk berdoa atas kami berdua.
2.Setelah mendapat jemputan Allah
Aku mendapat panggilan menjadi tetamu Allah melalui anakku pada jam 3.45 petang 11 September (12 hari sebelum wukuf - seminggu selepas sembuh sepenuhnya dari demam denggi) ketika sedang mempengerusikan mesyuarat Laporan Tahunan. Perkara pertama yang aku lakukan, membetulkan niat ke Mekah semata-mata kerana Allah. Aku turun ke surau pejabat dan melakukan sujud syukur.
Aku sedar bahawa jemputan Allah ini adalah juga berkat doa anak-anak dan para sahabatku.
Menyedari perjalanan haji adalah perjalanan ibadah, bukan tujuan makan angin atau membeli-belah, empat hari tidak terbuang begitu saja, aku mengisikannya dengan melakukan persiapan rapi dan terbaik untuk kami berdua. Kalau sebelum ini aku menghadap kiblat (ka’bah) lima kali sehari dari jarak jauh, namun dalam beberapa hari lagi, aku bakal melihat Ka’bah dengan mata kepala sendiri. Aku tidak terus balik ke rumah, tetapi bertemu isteri di Klinik Dr. Bahrin Sembulan untuk pemeriksaan kesihatan (RM170.00 untuk dua orang) dan memperoleh buku rekod rawatan jemaah haji.
Sabtu 12 September, aku mengunjungi Pejabat Tabung Haji Jalan Sembulan untuk urusan mengemaskini buku akaun, mengisi borang jawapan dan beberapa urusan lain. Aku berjumpa dengan dua orang pelajar mengaji Cahaya Kasih (Pn.Zaleha dan Pn . Saimie ) dan guru kami Ustaz Janis.
Ahad 13 Sept, aku mengunjungi rumah abangku di kampung untuk menyampaikan berita panggilan haji. Mereka tergamam mendengarkan berkhabaran tersebut. Sempat berkongsi cerita gembira bersama dua orang kakak sepupu.
14 September, aku datang ke pejabat untuk menghantar borang permohonan cuti haji dan sempat mendapatkan bantuan Ustazah Junndiah (sedang mempengerusikan mesyuarat EKSA) dan En. Saliudin (sedang mempengerusikan mesyuarat unit) untuk memohon tandatangan bagi sesuatu borang yang amat penting untuk anakku Wan Dianah yang memulakan kuliah di Universiti Malaysia Sabah pada hari tersebut (14 September 2015). Bergegas ke Jabatan Hasil untuk mendapatkan Stem Duti.
“Aku datang menyahut seruan-Mu. Aku pohon dipermudahkan perjalananku. Terimalah daku andai ia keikhlasan yang Kau terima. Ampunilah dosa-dosa ku, dosa kedua ibu bapaku, dosa anak isteriku, doa adik-beradikku, dosa guru-guru ku, dosa mereka yang pernah berjasa padaku dan aku mohon berada dalam rahmat dan kasih-sayangMu”.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, dengan inisatif seorang kenalan (Ustaz Janis Abdullah), kami berkumpul di Dewan Kuliah Usia pada sebelah malam untuk mendengar taklimat manasik haji dari Ustazah Saadiah pemilik Tadika Hadanah Semplang. Beberapa persoalan yang bermain di minda bakal tetamu Allah dapat dileraikan sejelasnya. Sekurang-kurangnya boleh mengurangkan kegusaran di hati masing-masing.
3.Aku menetapkan beberapa misi yang hendak kucapai sepanjang berada di tanah suci iaitu :
a) Memperoleh Haji Mabrur
b)Memohon dimasukkan ke Syurga tanpa dihisab
c)Hatam Al-Quran di Tanah Suci
d) Berzikir dengan target tertentu
e) Berselawat dengan target tertentu
f) Bersedekah
g) Beriktikaf setiap kali masuk ke masjid
h)Menggandakan umrah
i)Tawaf setiap hari
j) Berdoa di Multazam dan Hijir Ismail
k) Berazam untuk mengucup Hajrul Aswad
l ) Topup solat
m ) Puasa sunat
n) Berdoa di Raudah
a) Memperoleh Haji Mabrur
Memohon Allah menganugerahi Haji Marbur adalah menjadi tujuan utama semua tetamu Allah yang menunaikan fardu haji, kerana peluang menunaikan haji adalah sekali bagi kebanyakkan orang barangkali berulang kali kepada sebilangan kecil orang. Oleh itu, aku perlu melakukan amalan terbaik setelah memperoleh jemputan Allah.
Antara perkara yang perlu dititikberatkan ialah memanfaatkan pengisian masa dengan melipatgandakan ibadah ketika berada di bumi Arafah, terutama selepas gelincir matahari ketika wukuf, menggandakan ibadah ketika di Mina, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Madinah.
Semasa berkhemah di Arafah dan Mina, jemaah dikehendaki memperbanyakkan doa, zikir, selawat, solat taubat, solat Dhuaa, solat Tahajud, solat witir dan membaca Al-Quran. Jika anda mendapati jemaah bersembang kosong, carilah ruang kosong di luar khemah atau berlindung di balik pokok untuk membaca Al-Quran, berzikir dan berdoa. Andaikata anda hadir ke sana bersama pasangan, ajaklah pasangan anda untuk melakukan ritual tersebut. Ketahuilah, selepas gelincir matahari hingga menjelang maghrib, Allah membuka pintu langit untuk tetamunya memohon doa, berdoalah sepuasnya, moga Allah akan memakbulkan doa anda.
b)Memohon dimasukkan ke Syurga tanpa dihisab
Setiap kali selepas solat ketika berada di Tanah Suci, jangan rasa malu-malu untuk berdoa. Sebelum berdoa, aku mulakan dengan beristigfar, membaca selawat dan membaca surat Al Fatihah. Adab berdoa yang aku amalkan, mendahulukan doa-doa memohon ampun dosa yang bertimbun, memanjatkan rasa sejuta syukur kerana dijemput menjadi tetamu Allah untuk menunaikan haji, memohon agar diterima haji sebagai haji yang mabrur, memohon diterima masuk ke Syurga Allah tanpa dihisab, mohon dihimpunkan bersama kedua ibu bapa anak isteri cucu cicit, keluarga, sahabat handai, jiran-jiran dan guru-guruku di Syurga dan berdoa agar dijemput menjadi tetamu Allah pada kunjungan yang akan datang. Diikuti dengandoa pribadi
c)Hatam Al-Quran di Tanah Suci
Adalah menjadi hasratku untuk hatam Al-Quran ketika berada di tanah suci. Bawalah terjemahan Al-Quran bagi memudahkan melunaskan misi ini, kerana boleh dibaca tanpa wuduk. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah, keluar dari khemah untuk mencari ruang terbuka dan di bawah pokok ketika berada di Arafah. Syugia ketika berada di bumi Arafah dan Mina penggunaan tandas adalah cukup terhad.
Semasa berada di khemah Mina, aku gunakan peluang membaca Al-Quran selepas solat, kerana tiada ruang terbuka seperti Arafah. Ketika berada ke Mekah, marathon membaca Al-Quran kuteruskan. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah bergabung dengan jemaah dari negara lain seperti Pakistan, India atau Bangladesh kerana ketika bersama mereka tidak banyak kata sembang yang dibualkan, masing-masing membawa haluan sendiri (pengajaran yang aku peroleh melalui buku Travelog Haji tulisan Prof. Dr. Muhd Kamil). Sembang ringkas yang biasanya ialah, “Saya India, awak dari mana”. Jika kita memilih ruang jemaah Malaysia dan Indonesia, sudah pasti sembang kita akan berpanjangan. Kita akan mendepani pelbagai soalan lazim seperti, datang dengan pesawat mana, tinggal di hotel mana, dari negeri mana, mendarat di mana dan pelbagai soalan yang kesemuanya memerlukan jawapan pasti. Saya bersyukur pabila dapat menghatam akhirnya, iaitu ketika berada di Madinah.
d) Berzikir dengan tertentu
Sebaik-baik saja pesawat mendarat di Jeddah, aku memulakan misi zikir dengan target tertentu. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah berzikir ketika ada kesempatan seperti dalam perjalanan dari hotel ke masjid, selepas solat, sementara menunggu isteri membeli-belah, dan di bilik hotel ketika hendak tidur.
Dari Abu Hurairah R.A meriwayatkan bahawa baginda Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa banyak berzikir kepada Allah, sesungguhnya dia akan terhindar dari sifat munafik.
(HR Tabrani, Jami' Saghir)
e) Berselawat dengan tertentu
Sebaik-baik saja menaiki bas menuju ke Madinah, aku menukar dari zikir kepada selawat dengan target tertentu. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah berselawat di sepanjang perjalanan dari Mekah ke Madidnah. Selawat kuteruskan ketika ada kesempatan seperti dalam perjalanan dari hotel ke masjid, selepas solat, sementara menunggu isteri membeli-belah, di bilik hotel ketika hendak tidur dan pada sebarang kesempatan dan peluang.
f) Bersedekah
Semenjak dari rumah kediaman, aku telah membawa beberapa babat wang Malaysia untuk tujuan bersedekah di tanah suci. Setelah wang Malaysia habis, aku menggunakan Rial Arab Saudi dengan melaksanakan misi menukar duit SR 10 kepada SR 1 dengan pembersih yang memakai uniform hijau dengan lisan berikut. “Saya mahu menukar SR10 kepada SR1, saya bagi kamu SR10 tetapi kamu hanya perlu bagi saya SR 9.” Bermaksud kita sedekahkan SR1 kepada orang yang kita buat tukaran wang tadi.
Daripada Abu Said al-Khudri daripada Nabi, Baginda bersabda, “Sedekah yang tersembunyi itu memadamkan kemurkaan Tuhan. Silaturahim menambahkan keberkatan umur. Perbuatan baik dapat memelihara daripada bencana keburukan.”
g) Beriktikaf kali
Bagi saya, adalah satu kerugian kepada kita jika kita masuk ke masjid tanpa niat iktikaf. Akan tetapi jika kita hafal niat memasuki masjid, nescaya niat iktikaf akan datang secara automatis sepertimana lazimnya kita menghafal niat ketika hendak masuk ke tandas, niat sebelum makan, niat selepas makan, niat selepas sebelum tidur, niat selepas bangun tidur dan niat sebelum memulakan perjalanan.
h) Menggandakan umrah
Sepanjang berada di Mekah, buatlah umrah sekerap mungkin. Kumpullah seberapa banyak jemaah untuk menaiki teksi atau van. Kos sebuah teksi biasanya SR 100 sebuah untuk pergi ke Tanaim dan balik ke Masjidil Haram, ataupun SR 10 seorang bagi kos pengangkutan pergi balik menaiki van. Bawalah ke Tanah Suci dua pasang kain ihram agar boleh dicuci dan dipakai silih berganti. Niatkanlah umrah tersebut untuk keluarga kita yang telah pergi terlebih dahulu dari kita, terutama ibu bapa kita.
i)Tawaf
Dua tiga hari selepas hari tasyrik, sememangnya situasi di dataran Kaabah begitu sesak, akan tetapi yakinlah sebagai tetamu Allah pasti kita akan beroleh tempat untuk melakukan tawaf. Andai dataran Kaabah sesak, kita masih mempunyai pilihan lain untuk bertawaf, sama ada di lingkungan bulatan Mataaf bertingkat atau di bangunan Masjid mahupun di atas masjid kawasan yang tidak berbumbung. Janganlah berkira dengan Allah, hanya ingin bertawaf di kawasan yang dekat sahaja. Carilah pengalaman bertawaf di kawasan lain, kerana selama ini Allah tidak pernah berkira melabuh kurnianya kepada kita.
Allah berfirman bermaksud “barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik lelaki mahupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …. “
(An :
j) Berdoa di Multazam dan Hijir Ismail
Hijir Ismail adalah kawasan sempit tempat makbul doa yang mempunyai satu pintu untuk jemah keluar masuk. Sebelum tawaf, lakukanlah solat hajat terlebih dahulu untuk memohon dipermudahkan perlaksanaan tawaf dan berdoalah agar Allah memberi peluang kepada kita untuk memasuki Hijir Ismail. Setiap kali melewati Rukun Yamani, angkatlah tangan dengan doa berikut, “Ya Allah ampun dosa-dosaku, berilah aku kesejahteraan hidup dunia dan keselamatan di hari akhirat serta sesungguhnya aku ingin memasuki Hijir Ismail pada hari ini. Bantulah aku Ya Allah, aku ini insan kerdil yang tiada apa-apa. Segala kekuatan hanya milikmu, Ya Allah.” Selepas tawaf, di pusingan kelapan cubalah merapatlah sedekat-dekatnya dengan Hijir Ismail seterusnya menyelit masuk ke dalamnya. Berdoalah sahaja andaikata tetamu Allah begitu ramai dan sesak, solat sunatlah jika situasi mengizinkan untuk anda melakukannya.
k) Berazam untuk mengucup Hajrul Aswad
Adalah menjadi cita-cita untuk setiap tetamu Allah untuk mengucup Hajrul Awad, akan tetapi jika situasi tidak mengizinkan, kuburkan sahaja hasrat tersebut. Suasana di kawasan tersebut di musim haji amatlah padat.
l solat
Lipatgandakan solat anda ketika berada di Mekah . Oleh kerana di sana tiada waktu tahrim (larangan bersolat), manfaatkan solat anda. Perbanyakkan solat taubat, solat hajat, solat dhuaa, solat tahajud, solat witir, solat qadha dan solat tasbih jika mampu. Jangan terburu-buru melakukan solat sunat baadiah selepas setiap solat fardu. Nantikan iqamat untuk solat jenazah. Ikutlah solat jenazah untuk mendapat satu qiraat pahala. Satu qiraat bersaman dengan panjangnya Bukit Uhud. Apalah gunanya solat sunat yang terburu-buru dan sudah tentu hati fikiran kita terganggu sehingga bersolat tidak khyusuk, andaikata ketika solat sunat tiba-tiba muazim melaungkan iqamat untuk solat jenazah. Usahakan juga untuk melipatgandakan solat ketika berada di Madinah.
Daripada Abu Hurairah R.A katanya, Bahawa Rasulullah SAW bersabda: Perbaharuilah iman kamu. Para sahabat bertanya ; Wahai Rasulullah SAW bagaimana kami memperbaharui iman kami? Baginda bersabda : Perbanyakkanlah mengucap kalimah La illaha illallah.
(H.R Ahmad, Tabrani,dan
Akhirkan setiap solat dengan ucapan kalimah di atas.
m )
Lakukanlah puasa sunat Isnin dan Khamis jika mampu berbuat demikian. Berpuasalah selepas selesai mengerjakan haji, jangan berpuasa sebelum selesai mengerjakan haji kerana kita hendak menggumpul tenaga dan menjaga kesihatan sebelum berukuf.
n) Berdoa di Raudah
Raudah adalah kawasan sempit tempat makbul doa. Kawasan karpet hijau ini adalah merupakan taman-taman Syurga. Jika kena dengan caranya, amat mudah memasuki kawasan tersebut. Sekitar jam 2.00 pagi kawasan tersebut mudah untuk dirapati. Jika selepas zohor, bersedialah di kawasan kanan Raudah. Lakukanlah solat hajat terlebih dahulu untuk memohon dipermudahkan memasukinya. Insya Allah, Allah akan membuka ruang untuk anda.
Setelah berada di dalamnya, solat dan berdoalah selepas solat taubat dan solat sunat yang lainnya. Akhiri bacaan doa dengan pengharapan berikut, “Ya Allah, janganlah engkau jadikan kunjungan ini buat yang terakhir untukku, jemputlah aku dan keluargaku sebagai tetamuMu untuk kunjungan yang berikut-berikutnya. Himpunkanlah aku, kedua ibu bapaku, anak isteriku dan keluargaku si SyurgaMu. Terimalah hajiku sebagai haji
5. Tidak mengaibkan Tanah Suci (Pesanan Habib Ali - Mutawif Indonesia yang bermastautin di Mekah)
Semasa berada di Tanah Suci dan selepas balik ke tanah air, kawallah lisan kita dari menceritakan keburukan atau kelemahan di dua kota suci Islam kepada orang lain. Menceritakan apa-apa kelemahan membawa maksud kita mengaibkan kota suci tersebut. Biarlah kelemahan itu menjadi rahsia masing-masing. Ia perlu dipertahankan sampai bila-bila. Sesungguhnya, keistimewaan berada di dua kota suci itu melebihi segala-galanya.
6. Lain-lain perkara yang aku lakukanketika di ialah
a)Bersangka baik terhadap ALLAH dalam semua situasi yang kita hadapi semasa berada di Tanah Suci.
Kasih sayang Allah mendahului kemurkaan-Nya. Allah terlalu menyayangi hamba-hamba-Nya, lihat saja bacaan Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penayayang. Sesuatu yang berlaku di tanah suci adalah dengan kehendak-Nya, oleh itu kita perlu bersangka baik dengan Allah. Andai kita ditimpa penyakit sekali pun, berkemungkinan ada rahmatnya. Mungkin Allah ingin mengurangkan dosa kita. Oleh itu, andai anda sakit berdoalah, “Ya Allah, aku mohon semoga engkau kurangkanlah dosa-dosaku dengan penyakit yang kualami ini, “ bukan berdoa, “Ya Allah, aku mohon sembuhkanlah penyakitku ini.” Solat taubat adalah pengubat segala penyakit. Lakukanlah solattersebut sekerap
b)Ikutilah ceramah anjuran pihak Tabung Haji kerana ia banyak membantu.
Sepanjang berada di Madinah dan Mekah, Tabung Haji sering mengadakan ceramah dan taklimat, jangan ketinggalan untuk menghadiri taklimat tersebut. Daripada kita berseliweran tidak tentu arah, lebih baik kita luangkan masa untuk mendengar ceramah. Ceramah biasanya mengenai manasik haji dan lain-lain yang berkaitan seperti tawaf, saie, tahalul, miqat, ukuf, jamrah, ziarah Rasululah dan taklimat wida serta taklimat perjalanan.
c)Semasa naik teksi, pastikan lelaki masuk dahulu manakala ketika keluar teksi pula lelaki keluar kemudian.
Nasihat dari hasil pembacaanku dari buku lain, ialah menjadikan amalan ini ketika menaiki teksi di tanah suci. Bukan syak wasangka, tetapi kita hendaklah beringat dengan pesanan orang yang terdahulu. Rata-rata pemandu teksi di sana adalah bukan warga Arab, tetapi mereka yang datang dari Bangladesh dan lain-lain Negara.
d)Banyakkan istigfar dan solat taubat, terutama pabila kita merasakan telah melakukan sesuatu kesilapan sepanjang berada di sana.
Ketika di tanah suci, lakukanlah solat yang jarang-jarang kita lakukan di tanah air seperti solat taubat, solat kabliah dan baadiah, solat hajat, tasbih, solat dhuaa, tahajud, witir, solat wuduk dan solat-solat lain. Beristigfarlah seberapa yang terdaya dan lakukan setiap selepas sesuatu solat.
e) Lebihkan masa berada di dari lepak di
Jika kita berada di bilik hotel, saya yakin kebanyakan masa kitaa gunakan untuk bersembang. Andai rakan sebilik kita memahami situasi kita, kadangkala kita dikunjungi oleh tetamu dari bilik lain. Jika kita tidak melayan mereka, nanti lain pula ceritanya. Oleh itu, lebih baik kita mengambil jalan selamat iaitu melebihkan masa berada di masjid (berlama di masjid). Antara kerenah rakan sebilik yang biasa kita lalui ialah membanding harga antara barangan yang dibeli, menyusun barang setiap kali melakukan pembelian dan menyemak senarai nama keluarga yang hendak dihadiahi buah tangan.
Akan tetapi ini tidak berlaku kepada rakan sebilik saya sama ada ketika di Mekah mahupun di Madinah. Mereka merupakan rakan yang terbaik buat saya. Sesungguhnya Allah memakbulkan doa saya semenjak di tanah air iaitu mohon dipertemukan dengan rakan sebilik yang terbaik
f)Jika hendak tidur di masjid, pastikan berdekatan dengan tempat berwuduk bagi memudahkan pergerakan.
Sukacita dimaklumkan, di musim haji bilangan tetamu Allah terlalu ramai. Jika kita berada jauh dengan kedudukan tandas, pergerakan kita untuk pergi dan kembali dari tandas mengambil masa yang agak lama. Oleh itu, jika ini berlaku, kita terpaksa akur untuk solat di luar masjid.
g)Sebelum menunaikan hajat, pastikan tandas mempunyai air
Perkara ini berkaitan dengan penggunaan tandas di tengah perjalanan. Penyelesaian berkesan ialah membawa sebotol air (bukan air zam-zam) ke mana-mana sahaja kita pergi.
h)Jika masuk ke tandas samaada di Mekah atau Madinah, pilihlah kawasan tandas tingkat paling bawah, pasti banyak yang kosong
Adalah menjadi lumrah manusia untuk memilih jalan mudah iaitu memlilih kawasan dekat sedangkan ada lagi kawasan lain yang tidak perlu menunggu giliran yang agak lama. Tandas di Mekah dan Madinah mencukupi untuk melayan keperluan tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
i) Mengunjungi
Lapan hari berada di Madinah merupakan masa terbaik untuk anda mengunjungi Masjid Quba setiap hari kerana pahala bersolat di dalamnya sama dengan nilai pahala sekali umrah. Carilah rakan seteksi atau van untuk ke sana dengan kadar SR 10 seorang. Berwuduk di hotel dan lakukan solat tahiyat, solat dhuaa, solat taubat dan solat hajat, sebelum kembali ke hotel.
j) Sikap dan mentaliti
Berada di bumi yang diberkati ini memerlukan kita fokus dalam ibadah seharian. Diantara sikap dan mentaliti yang utama yang perlu kita terapkan adalah sifat sabar dalam banyak perkara terutama hubungan dengan tetamu Allah kerana di sinilah kita akan berjumpa dengan sekalian manusia dari seluruh pelusuk dunia dengan pelbagai ragam menurut adat serta peradaban mereka.
Sifat sabar ini merangkumi semua aspek terutamanya apabila kita mula menjejakkan kaki kita di Lapangan Terbang Jeddah atau Madinah, cara layanan kaunter Imigresen, makanan yang kita makan, sikap masyarakat Arab yang kadangkalanya kasar dan kadangkalanya sombong, adab-adab di dalam masjid yang kadangkala menguji kesabaran kita. Jika kita meluat melihat tingkahlaku orang lain, mungkin juga orang lain meluat dengan sikap kita. Jauhilah sikap suka merungut akan sesuatu yang berlaku ketika berebut menaiki lif hotel, ketika di Hijir dan tika di Raudah. Anggaplah ia sebagai ujian dari Allah SWT yang mahu melihat akan tahap kesabaran kita. Sekiranya kita tersedar dari perkara-perkara ini, berisgtifarlah dan memohon keampunan dariNya dan solat taubat cepat-cepat.
Insaflah, kesukaran yang kita tempuhi tidak sampaipun sepuluh peratus jika dibandingkan bagaimana kesusahan Rasulullah dan rombongannya menempuh pelbagai rintangan bergerak selama empat belas hari dari Madinah menuju ke Mekah.
7. Peta perjalananku (16 September - 26 Oktober 2015 / Dzulhijjah 1436 H
(31 di Mekah 8 hari di Madinah)
Sebelum berlepas dengan pesawat ke Kuala Lumpur pada 6.30 petang 16 September dengan pesawat Air Asia AK 5133, aku menunaikan solat musafir. Usai meninggalkan rumah, aku himpunkan anak dan isteriku kecuali anak sulungku yang sedang berkursus di Kuala Lumpur, untuk berdoa “Ya Allah, selamatkanlah aku dan isteriku dalam perjalanan ini, dekatkanlah kami dari kejauhannya. Peliharalah kesihatan kami di sepanjang perjalanan, sehat semasa berada di Tanah Suci dan sehat selepas balik dari Tanah Suci serta engkau pelihara dan lindungilah keselamatan anak-anak yang aku tinggalkan.” Anak-anak sepakat menghulurkan Rial Saudi kepadaku dan ibu mereka (SR 1,025.00 dan SR 1,000.00). Usai menyerahkan RM1,050.00 untuk tiket penerbangan Kota Kinabalu - Kuala Lumpur kepada anak Hajah Zaleha, aku dan isteri mengikuti barisan panjang dengan perasaan teruja. Isteri sempat menyantuni kakitangan sepejabatnya yang kebetulan dalam penerbangan yang sama untuk bertugas di Kuala Lumpur. Di dada pesawat, aku duduk di kerusi 19F manakala isteriku di kerusi 19E. Aku begitu fokus berdoa agar perjalanan haji kami licin dan mendapat redha-Nya.
Jemaah haji pergi ke tanah suci Mekkah dan Madinah hanya berbekal barang-barang terbatas. Di tanah air masing-masing mereka memiliki keluarga, rumah, kendaraan, kebun, ladang dan sebagainya. Tetapi, ketika berhaji, semua itu ditinggalkan. Mereka pergi dengan hanya berbekal beberapa helai pakaian dan keperluan tertentu. Ini gambaran kecil bahwa ketika meninggalkan alam ini, manusia juga tidak membawa apa-apa. Meninggalkan sanak saudara dan kesemuanya kecuali amal ibadat, anak soleh, sedekah dan ilmu yang dimanfaatkan.
Kami berenam (saya, isteri, Hjh. Zaleha, Hjh Saimie, Hjh Halimah dan Haji Janis Abdullah) disambut oleh keluarga Hajah Zaleha di KLIA dan membawa kami dengan dua buah kereta ke Kompleks Haji Kelana Jaya. Sebenarnya, ada disediakan perkhidmatan pengangkutan (bas) untuk membawa jemaah dari KLIA ke Kelana Jaya. Keadaan di Kompleks Haji Kelana Jaya dipenuhi oleh jemaah yang sedang menunggu keberangkatan ke Tanah Suci. Lebih kurang jam 11.15 malam, kami mendapat perkhabaran untuk berlepas dengan KT 68 keesokkan harinya serta diminta untuk melapor diri pada jam 8.30 pagi. Aku menginap di bilik 111 bersama Ustaz Janis Abdullah di sebuah hotel di Kelana Jaya selepas makan malam. Isteriku bersama kaka ipar dan Hjh Saimie menginap di bilik lain di hotel yang sama.
17 Sept 2015. (Khamis) Berlepas dari KLIA 6 hari sebelum Wukuf
Seawal jam 8.30 pagi semua tetamu Allah berhimpun di Kompleks Haji Kelana Jaya bagi mendapatkan tiket penerbangan, lencana, passport, beg sandang, beg galas yang mengandungi (sejadah kuning sumbangan Maybank, minyak angin, vitamin, ubat rekahan kaki serta beberapa buku panduan) dan gelang. Di tiket penerbanganku jelas tertera aku duduk sebaris dengan isteriku 49 H dan 49 G. Pada lencanaku terdapat catatan nombor bas nombor 7, nama hotel di Mekah dan nombor biliknya sekali serta catatan Maktab 94. Alhamdulillah, setelah menyemak belakang lencanaku, aku memanjatkan setinggi rasa syukur kerana ditakdirkan oleh Allah aku menginap di aras yang sama dengan isteriku dan dengan kedudukan bilik yang berdekatan 1508 dan 1509. Kami juga diberi beberapa pelekat (stiker) yang tercatat nama, nombor maktab, nombor bas dan nombor bilik di Mekah untuk dilekat ke beberapa beg masing-masing. Sebelum penerbangan, aku menukar pakaian biasa kepada kain ihram. Usai sunat solat ihram, aku pergi ke kaunter kali ke-2 untuk menukar gelang yang kurang selesa yang aku dapat sebelum ini.
Makan tengah hari kami juga diuruskan oleh keluarga Hajah Zaleha. Aku bergerak ke surau untuk memakai kain ihram. Usai memakai kain ihram, dua helai kain putih yang tidak berjahit, tergambar situasi ketika kita berada di Padang Masyar nanti. Tiada yang membezakan taraf kita, berpangkat mahupun berdarjat, semuanya serupa.
Kami bersama bagasi masing-masing, diarah berbaris menuju ke kaunter pendaftaran di Kompleks Tabung Haji untuk mendapatkan pas berlepas. Kakitangan Tabung Haji (TH) memeriksa kad kesihatan dan lencana kesemua tetamu Allah. Usai melalui pemeriksaan keselamatan, bagasi kami diangkut oleh petugas TH ke dalam bas yang disediakan. Semua urusan berjalan dengan lancar lantaran kecekapan petugas TH Malaysia yang diiktiraf sebagai antara yang terbaik di dunia.
Jam 3.20 petang, bas membawa jemaah berlepas ke Lapangan Terbang dengan diiringi oleh polis trafik tanpa berhenti waima melalui lampu trafik. Hati mula terdetik betapa kami disantuni dengan begitu hormat, kerana bas kami menyusuri terus ke Lapangan Terbang Antara Bangsa Kuala Lumpur. Aku memerhatikan, di setiap lampu trafik, ada kalangan warga yang menaiki pelbagai kenderaan melambai-lambaikan ke arah kami. Di laluan kami, aku sempat memerhati beberapa pesawat yang bersaiz besar menghiasi landasan terbang tersebut. Jam 5.38 petang, kami telah melabuhkan punggung kami di kerusi masing-masing di dalam pesawat. Jam 6.25 petang, pesawat Airbus 380-800 MH 8098 yang membawa 489 tetamu Allah berlepas meninggalkan Kuala Lumpur. Tidak banyak ungkapan lisan semasa di dada pesawat, melainkan membelek-belek buku panduan haji dan sesekali membetulkan kain ihram yang aku pakai. Aku sekadar tidur-tidur ayam dan sukar untuk melelapkan mata. Tarbiah dibaca antara dengar dan tidak, risau andai menganggu jemaah lain. Minuman dan makanan diedarkan silih berganti, namun seleraku masih terbatas. Berulang kali dihidangkan makan dan minum oleh paramugara bernama Jesrin yang sungguh ramah dan prihatin. Dari celoteh riangnya, beliau mengatakan yang sepatutnya mereka berehat, tetapi diarah bertugas untuk menyantuni tetamu Allah menunaikan Rukun Islam ke-5.
Setelah pesawat mendekati Qarnul Manaazil – Lebih kurang 94 KM dari Makkah atau lebih kurang setengah jam perjalanan sebelum kapal terbang mendarat di Jeddah, aku mendengar pengumuman meminta semua jemaah berniat umrah bagi mereka yang mengerjakan Haji Tammatu' dan berniat haji bagi mereka yang mengerjakan Haji Ifrad. Miqat ini adalah untuk jemaah yang terus ke Mekkah. Hati ini berbunga-bunga, terasa diri yang banyak dosa ini dengan izin-Nya, atas jemputan-Nya, dapat menjejakkan kaki ke Tanah Suci. Atas izin Allah, setelah mendarat dengan selamat di Jeddah, aku segera memutarkan jarum jam tanganku mengikut waktu Arab Saudi. (lewat 5 jam dari waktu di tanah air).
Pesawat mendarat pada jam 10.00 malam waktu Saudi. Kami diarah bergerak ke kaunter Imigresen tanpa menghiraukan bagasi yang diurus oleh kakitangan Tabung Haji. Dalam barisan yang panjang, aku dan isteri berjaya melepasi pemeriksaan Imigresen Arab Saudi jam 1.05 pagi. Aku mencari lokasi tandas untuk berwuduk bagi menunaikan qada solat yang tertinggal dan sujud syukur di surau airport Jeddah. Tetamu Allah diurus oleh petugas Tabung Haji, dihimpunkan di suatu kawasan dan diatur mengikut nombor bas. Rata-rata tetamu Allah begitu teruja waima dalam keletihan kerana penerbangan jauh. Lantaran tidak dapat melawan rasa mengantuk, aku menghamparkan tikar plastik hijau yang dibekalkan oleh Tabung Haji dan merebahkan badan untuk tidur seketika.
Pagi 18 September (Jumaat) Tiba di Mekah 5 hari sebelum Wukuf
Usai selesai urusan di Airpot Jeddah, tetamu Allah disantuni menggunakan pembesar suara oleh petugas Tabung Haji untuk menaiki bas mengikut giliran masing-masing. Beg yang bersaiz besar diangkat oleh warga Afrika yang telahpun diupah oleh Tabung Haji. Aku melihat mereka menaikkan beg tersebut ke atas bas yang akan kami naiki. Jam 5.05 pagi (lebih 7 jam di Lapangan Terbang), bas no 7 yang kami naiki, bergerak meninggalkan Jeddah menuju ke kota suci Mekah. Jam 6.05 pagi, kami diberhentikan di suatu hentian. Petugas haji mengedarkan bungkusan berisi kurma, makanan ringan dan sebotol air zam-zam.Itulahlah zam zam melalui tekakku
Aku adalah antara ribuan tetamu Allah yang beruntung dan bersyukur atas kecekapan pengurusan Tabung Haji kerana pengurusan yang teramat cekap. Tidak hairanlah seluruh dunia mengagumi pengurusan mereka yang menjadi teladan kepada negara-negara lain. Kami disambut ramah oleh petugas Tabung Haji yang begitu prihatin. Usai turun bas, aku melihat situasi keliling dan aku dapat melihat dengan jelas menara jam Mekah yang tersergam di depan mataku. Maktab kami dihuni oleh seramai 3,200 orang tetamu Allah. Urusan penyerahan kunci tidak diperlukan kerana kami telah dimaklumkan yang kunci bilik ada di bilik masing-masing. Aku dan isteri sepakat untuk naik ke tingkat 15 untuk mencari bilik masing-masing. Aku orang yang pertama memasuki bilik dan memilih katil sebelah kiri. Aku sujud syukur di bilikku dengan mata bergenang dan pipi berlinang dengan air jernih yang jatuh menitis tanpa dipinta.
Dua rakan sebilik ku ialah jemaah Tawau Haji Munir Conde dan seorang yang bernama Haji Majullah bin Malahum (berkemungkinan berada di bilik lain kerana tidak bersama kami sehingga kami ziarah ke Madinah). Kami berkongsi tandas dan bilik air dengan empat penghuni bilik 1507 Haji Abd. Malek Amat (Taman Semarak Binjai, Chukai Kemaman, Trengganu) Haji Ikhsan Ahmad (Jalan Kolam, Kg. Expo Kamunting, Perak) Haji Saiban Abd
Syukur dan sangat bersyukur kerana jarak hotel ke Masjidil Haram tidaklah terlalu jauh waima kami adalah dari Muasasah. Kami boleh memilih jalan biasa yang sedikit menurun ketika ke masjid dan sedikit menaik ketika balik ke hotel atau melalui terowong yang jalan keluarnya betul-betul di hadapan Kompleks Safwah.
Tetamu Allah tidak dibenarkan keluar solat Jumaat di Masjidil Haram kerana situasi yang begitu padat. Aku berehat di lobi hotel bersama isteri sambil membaca beberapa maklumat penting yang dilekatkan di papan kenyataan termasuk bayaran dam. Lobi hotel kami dilengkapi dengan kaunter telefon TM, pejabat Tabung Haji (yang tidak pernah kosong - sering ada petugas Tabung Haji mengisi pejabat tersebut), pejabat pengeluaran wang yang dibuka mengikut tarikh yang dicatatkan, Televisyen, dan Pos Laju Malaysia. Hotel kami juga ada kemudahan Klinik Tabung Haji di Tingkat 6, Kafeteria di tingkat 4, surau di tingkat 1 dan Bilik Barakah yang tidak aku ketahui di tingkat berapa.
Aku ke surau hotel dan dapat memerhati melalui jendela surau tetamu Allah berbondon-bondon menuju ke masjid. Aku mula melakukan misi yang keduaku iaitu membaca Al-Quran selepas solat dzohor.
Jam 3.26 petang, aku menemui pegawai akaun Tabung Haji untuk membayar Dam Haji Tamattu' SR 445.000 (RM431.65), ketika pejabat lengang, namun petugas Tabung Haji berada di beberapa lokasi untuk menyantuni tetamu Allah. Jam 4.30 petang, jemaah KT 68 (lebih 400 orang) dibawa ke masjid dengan diiringi oleh pembimbing haji dan beberapa petugas haji yang memakai baju T berwarna merah serta pembawa nombor Maktab 94 yang mengepelai rombongan kami. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perlaksanaan tawafku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai bertahalul nanti.” Oleh kerana kami tiba dengan jumlah yang ramai, petugas masjid tidak membenarkan kami ke kawasan dataran Kaabah, melainkan diarah ke lantai atas yang tidak berbumbung (pintu 91). Usai solat maghrib, aku menoleh ke belakang, merhatikan laluan turun yang dikawal rapi oleh petugas masjid. Andai mereka yang menuju ke laluan dalam bilangan yang agak ramai, petugas akan menghalang tetapi jika jemaah yang ke laluan turun dalam bilangan yang kecil, mereka tiada halangan. Dalam situasi yang berbelah bagi, risau dikatakan mementing diri sendiri, aku berdoa dan membulatkan tekad lantas mengajak isteriku untuk berpisah dengan kelompok KT 68 yang ramai lalu turun ke dataran Kaabah berdua. Alhamdulillah, dengan izin-Nya, kami melepasi petugas tanpa mendapat halangan. Dalam kesesakan, kami berjaya menyelinap ke dataran Kaabah. Aku menetapkan tempat pertemuan di lokasi lampu hijau untuk tawaf selepas solat Isyak. Usai solat Isyak, dalam kepayahan yang padat oleh para Dyufurahman, akhirnya aku bertemu dengan isteriku. Aku dan isteri bersegera ke dataran Kaabah untuk memulai tawaaf dalam situasi yang amat sesak
Aku berniat tawaf umrah manakala isteriku berniat tawaf Qudum. Dalam kesesakan aku beristilam dalam suasana berbaur antara sedih, teruja dan gembira. Di lautan manusia, aku dan isteriku adalah antara tetamu Allah yang bertawaf dengan penuh khyusuk. Apa yang berlaku pada saat tawaf adalah gambaran kecil daripada keadaan yang akan ditempuh ketika berada di akhirat nanti. Pada saat itu, manusia tidak dapat bergantung kepada orang lain. Hanya amal dan pertolongan daripada Allah dan syafaat Rasulullah yang dapat membantu. Setiap kali melintasi pintu Kaabah, aku tidak melepas pandanganku ke arahnya. Aku kagum dengan pintu yang dikatakan diperbuat dari 280 kilo emas dengan nilai dikatakan USD 3.5 juta. Air jernih membasahi pipi insan sekerdil kami berdua. Dengan rahmat dan kasih sayang Allah, kami dapat menghabiskan tawaf tersebut waima pergerakan amat terbatas lantaran kepadatan para Duyufurahman.
Selepas berdoa di Multazam, kami beredar ke kawasan Saie. Alhamdu lillah, dengan rahmat Allah, aku dapat menyelesaikan saie umrah manakala isteriku melunaskan saie hajinya. Hanya aku seorang sahaja yang bertahalul kerana suriku memilih Haji Ifrad. Kini aku tidak terikat dengan 13 larangan ihram.
Dalam suasana yang sesak dengan tetamu Allah, kami menyelit bergerak balik ke hotel sambil berpegangan tangan.Di laluan balik , aku menghafal hotel yang bakal kami lalui selama lebih sebulan seperti Hotel Safwah Orchid, Hotel Al Massa, Hotel Le Meredian , Hotel Saraya Ajyad, Hotel Anwar Deyafah, Mira Mall, Hotel Malak Ajyad, Mawadah Dallah dan Ajyad Golden. Hotel Luqluq di penghujung jalan sebelum ke kanan menapak ke Hotel Bakur Hassan Hubhub dan selekoh ke kiri memanjat sedikit melalui Hotel Awttad Makkah dan hotel penginapan kami Burj Al-Haram Maktab 94. Kami tiba di hotel jam 9.48 malam. Usai terlepas dari 13 larangan ihram, aku membersihkan diri dan mengenakan pakaian biasa. Rakan sebilikku belum berada di bilik, berkemungkinan masih berusaha untuk melakukan tawaf. Aku melelapkan mata dengan membasahkan lisanku dengan maraton doa dan zikir.
19 September Sabtu (4 hari sebelum wukuf)
Jam 2.00 pagi, aku dikejutkan oleh rakan sebilik yang belum sempat menyempurnakan tawaf dan Saie mereka kelmarin. Aku tidak perasan, sewaktu memasuki bilik malam semalam, lampu telah ditutup dan rakan sebilik telahpun tidur. Rupa-rupanya rakan sebilikku tidur dengan kain ihram.
Walaupun diarah berhimpun jam 3 pagi di lobi hotel, tetapi aku mengajak beberapa tetamu Allah (sembilan orang) dari Tawau dan beberapa orang jemaah lain untuk tidak menunggu jemaah lain. Aku meminta agar kami tidak terpisah selama mengerjakan tawaf dengan berpaut sesama jemaah yang aku bawa. Kami bergerak ke masjid setelah membaca sedikit doa agar perjalanan kami dipermudahkan.
Di laluan sepanjang perjalanan, aku bergerak sambil menunjukkan pandu arah pulang dari Masjidil Haram ke hotel penginapan. Aku menunjukkan Jam Besar Mekah sebagai penanda untuk balik ke hotel. Semasa berada di dataran luar Masjidil Haram, aku menunjukkan arah kedudukan jam kecil dan belok ke kiri dan menjadikan hotel Le Meridian sebagai jalan pulang melalui Jalan Ajjyad untuk balik ke Hotel penginapan kami Burj Al-Haram. Di penghujung jalan pulang, ada Lulox Hotel sebagai penanda akhir sebelum memanjat sedikit bukit belok ke kiri dan terdapatnya hotel Awttad Mekah.
Setelah berada di dataran Kaabah, aku fikir, kunjungan keduaku untuk bertawaf tidak mendatangkan perasaan hiba. Sangkaanku meleset, kerana sebaik saja kiblat seluruh umat Islam berada di depan mata, air mataku tidak dapat ditahan-tahan. Aku terus menangis, seperti anak-anak kecil yang menangis, kerana dahsyatnya keagungan dan kharisma Ka’bah. Betapa mulianya Baitullah itu dan sungguh penuh keagungan. Perasaan dekat dengan Allah setiap saat, nescaya akan menjadikan tangis sebagai melahirkan kebahagiaan dan kemerdekaan dari lumuran dosa. Di lampu hijau, kami sama-sama membaca niat tawaf dan beristilam. Tetamu Allah yang aku iringi menangis teresak-esak di belakangku tanpa rasa malu, begitu juga orang yang ada di sekeliling kami. Esak tangis seorang hamba di depan Ka’bah mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang dapat meracuni akidah dan akhlaknya. Sukar menukilkan rasa yang terpendam nun jauh di sanubari hamba-Mu yang berdosa ini. Aku kini berada di tengah-tengah dataran Masjidil Haram. Aku dapat merasakan betapa Allah begitu dekat denganku dan sedang memerhatikan setiap inci perilakuku. Dengan izin-Nya, kami dapat menghabiskan tawaf tujuh keliling waima dalam situasi sesak. Usai melengkapkan tujuh pusingan, aku menghimpunkan rombongan kecil jemaah untuk solat sunat tawaf di kawasan Multazam.
Mengikut Sejarah, Kaabah dibangunkan oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Tingginya 9 hasta, Jarak dari Rukun Hajrul ke Iraqi 12.84 m, Rukun Iraqi ke Syamsi 11.28 m, Rukun Syamsi ke Yamani 12.11 m, Rukun Yamani ke Hajrul 11.52 m. Pintu Kaabah 280 kiloemas dibuat 1399H.
Aku tidak dapat menyertai mereka untuk bersaie, hanya sekadar menunjuk arah dan membawa mereka ke Safa dan memberi sedikit panduan. Setelah memimpin doa untuk bersaie, aku beredar ke dataran Kaabah untuk menunggu solat subuh.
Usai subuh, setelah berbalas SMS dengan isteri, kami bertemu di lokasi jam kecil dekat tandas wanita dan bergerak ke kompleks Safwah untuk sarapan pagi di restoran D'Saji milik Malaysia dan membeli roti manis buat sarapan pagi keesokan harinya. Aku mencari meja kosong dan isteriku mneyertai barisan yang agak panjang. Di perjalanan balik ke hotel, aku singgah menukar duit RM500.00 dapat SR cuma 425.00. Kami tidak memasuki deretan kedai di setiap bangunan hotel kerana hati ini belum terdetik untuk mebuat pembelian selagi misi untuk menunaikan haji belum terlaksana.
Kami tidak dibenarkan ke Masjid kerana selepas zohor, ada taklimat pergerakan tetamu Allah ke Arafah, Mudzalifah dan Mina sehingglah ke Asar. Usai Asar, aku bersama Haji Abdullah (Kg. Sungai Padang, Papar - kenalan pertamaku dari daerah yang sama) bertolak ke masjid untuk solat maghrib lantai atas yang tidak berbumbung tetapi balik sebelum isyak kerana badan terasa kurang selesa. Sebaik tiba di hotel, aku ke klinik Tabung Haji tingkat 6 untuk mendapatkan rawatan. Waima doktor bertugas ketika itu sedang berehat, namun beliau tetap memberi layanan sebaiknya kepada aku.
20 September Ahad (3 hari sebelum Wukuf)
Seawal pagiaku telah memasak air panas . Kebetulan aku membawa pemanas air dari rumah. Sementara menunggu air mendidih aku membersihkan diri, mengejutkan rakan sebilik dan rakan bilik sebelah untuk bersarapan. Jemaah dinasihatkan untuk solat subuh di surau hotel kerana kesesakan di Masjidil Haram, tetapi keterujaan mengatasi segala-galanya. Pagi itu aku memksa diriku untuk solat subuh di Masjidil Haram. Setibanya mendekati Masjidil Haram, jemaah haji melaut ramainya. Kami dihalang masuk ke masjid oleh petugas masjid. Nasib baik aku berbekal sejadah pemberian May Bank yang berwarna hitam kuning. Aku solat subuh berjemaah di hamparan sejadah di atas jalan raya.
Jam 9.00 pagi, jemaah KT 68 diberi taklimat wukuf. Antara penerangan terpenting ialah jemaah akan bergerak mengikut nombor bas yang disediakan, jemaah diminta bertenang serta bersabar menunggu di aras masing-masing dan turun setelah diberi arahan oleh petugas Tabung Haji. Aku dan isteri diletakkan di bas nombor 15. Jam 11.05 tengah hari aku merakam foto di hadapan terowong yang menghubungkan hotel penginapan kami dengan Masjidil Haram. Hari tersebut, sahabat sebilikku menjemput rakannya tuan Haji Syarifuddin (Tawau) yang tidak berapa sihat untuk bergabung sebilik dengan kami menjadikan jumlah ahli di bilikku genap tiga orang.
Usai makan tengah hari, aku dan isteri menapak ke Masjidil Haram untuk solat dzohor dan berada di masjid sehingglah isyak. Lebih kurang lapam jam di haram, silih berganti antara solat taubat, solat hajat, dzikir, berdoa dan membaca Al-Quran. Sesekali aku menghantar SMS menghubungi isteriku.
Dalam kesesakan, kami bertemu di jam kecil dekat tandas untuk beriringan sambil berpegangan tangan balik ke hotel penginapan selepas solat Isyak. Di musim haji, majoriti tetamu Allah datang dari negara seperti Indonesia, Asia Selatan (Pakistan / India / Bangladesh), Mesir dan Negeria diikuti oleh Iran, Turki dan negara Arab lain mewarnai landskap kota Mekah. Mereka merupakan tetamu Allah dari penduduk Islam teramai di dunia. Apabila melalui kawasan mereka, diri ini begitu kerdil lantaran saiz Asia yang kebiasaannya kecil molek. Akan tetapi lain dengan jemaah Negara China, waima berbadan kecil, mereka ini cergas dan kerap menyelit di celah-celah jemaah yang berbadan sasa.
21 September (Isnin) 2 hari sebelum ukuf
Seawal pagi aku telah memasak air panas, mandi, mengejutkan rakan-rakan dan memanggil isteriku untuk bersarapan, kemudian bergerak ke surau hotel. Tetamu Allah Maktab 94, menghadiri kuliah subuh oleh pembimbing haji Ustaz Haji Ramli. Dalam kuliahnya beliau menyebut bahawa, Allah melihat apa usaha yang kita lakukan untuk tiba di Mekah bagi mengerjakan haji. Dalam amalan haji, kita perlu menyingkap sejarah Nabi Ibrahim, Siti Hadjar dan sejarah melontar.
Sebelum menghadiri majlis bacaan Yassin, jam 8.37 pagi aku menerima pesanan SMS dari anak ke-2 yang berpesan agar aku meminum Yogurt untuk mengelakkan sembelit. Jam 9.00 pagi, jemaah Maktab 94 menghadiri bacaan Yassin dan berdoa minta dipermudahkan perjalanan ke Arafah keesokan harinya. Semasa doa dibacakan, rata-rata tetamu Allah dan tetamu Rasulullah mengalirkan air mata pengharapan (termasuk pembimbing haji Maktab 94, Ustaz Haji Ramli), memohon agar beroleh haji yang mabrur dan memohon keampunan segala dosa-dosa yang dilakukan sejak sekian lama. Beliau dalam ucapan sebaknya menyatakan dan menganggap semua jemaah Maktab 94 sebagai ibu bapa beliau sendiri.
Usai majlis bacaan yassin, rombongan Timbalan Menteri bersama KRU RTM telah datang ke hotel penginapan kami. Aku dan Haji Daud dari Segamat Johor adalah antara tetamu Allah yang ditemuramah oleh Juruhebah RTM saudara Shahril Sarapudin untuk siaran Televisyen Malaysia (saksikan minit 6.58) (https://www.youtube.com/watch?v=ySpzlHuQclc). Aku menghubungi akan-anakku melalui pesanan SMS jam 12.08 pagi agar menonton Salam Baitullah pada malam tersebut. Kebetulan anak sulungku dan suaminya cuti semester dan berkumpul di rumah.
Kami dzohor dan asar di hotel kerana menunggu siaran Salam Baitullah. Isteriku berjumpa dengan Ustaz Haji Ramli untuk menyerahkan duit korban. Akan tetapi rupa-rupanya, rakaman pagi itu disiarkan di Berita Perdana. Kami bergerak ke masjid untuk solat maghrib dan isyak.
22 September 8 Dzulhijah (Selasa-sehari sebelum wukuf)
8 Dzulhijjah yang dipanggil Hari Tarwiyah rutin bangun awal pagi, memasak air, mandi dan minum diteruskan pada pagi ini. Usai menyiapkan diri sendiri barulah aku kejutkan rakan sebilik ku. Di zaman nabi, hari Tarwiyah mereka menggunakannya untuk menyediakan air untuk kegunaan di Mina. Hari ini, pihak Tabung Haji membawa majoriti tetamu Allah terus ke Arafah terlebih dahulu tidak ke Mina, kerana dikhuatiri terlepas waktu wukuf.
Jam 4.05 pagi, kami berdua bergerak ke Masjidil Haram. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjid-Mu. Permudahkanlah perjalanan kami ke Arafah, Mudzalifah dan Mina. ”
Usai solat subuh, kami sarapan di Kompleks Kompleks As-Safwa Tower. Kami bersegera ke hotel kerana tetamu Allah Maktab 94 akan bergerak ke Arafah seawal jam 9.00 pagi. Kami bergerak mengikut aras dan nombor bas yang telah ditetapkan.
Puncak daripada pelaksanaan haji adalah wukuf di Arafah. Ulama bersepakat mengatakan bahwa wukuf di Arafah adalah rukun haji yang terpenting. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Haji itu adalah Arafah.” (HR. Ahmad).
Sebelum bas bergerak meninggalkan hotel, aku mengkhabarkan kepada anak sulung melalui pesanan SMS mengenai pergerakan kami menuju ke Arafah. Usai menyarungkan dua helai kain ihram, aku menyerahkan kunci bilik kepada pihak pengurusan. Setelah mendengar panggilan pembesar suara mengarahkan untuk bergerak ke Arafah, aku dan isteri membawa beg kecil masing-masing yang berisi sedikit pakaian, Al-Quran, air minuman botol, buku doa, sejadah, tikar hijau dan buku panduan haji, bas bernombor 15 yang kami naiki bergerak menuju ke Arafah pada jam 4.05 petang. Pemergian kami diiringi dengan laungan “Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wal Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikkalak” di sepanjang perjalanan. Jam 4.35 petang, bas tiba di Arafah. Jelas tertulis Maktab 94 di kawasan perkhemahan kami. Di sana telah ada petugas Tabung Haji membimbing kami sehingga ke lokasi khemah Arafah kami. Aku ditempatkan di khemah E bersebelahan dengan khemah isteriku.Jarak kota suci Mekah dengan Padang Arafah 21.9 kilometer . Selepas menghamparkan tikar plastik hijau yang dibekalkan TH dan menyusun beg, perkara pertama yang aku lakukan ialah meninjau lokasi tandas di mana 10 buah tandas lelaki dan sebelahnya 10 buah tandas wanita yang dikongsi oleh 3,200 tetamu Allah. Ruang tidur di Khemah Arafah hanya semuat badan di mana beg sandang dijadikan bantal, bertemu kaki dengan orang barisan bersetentang. Di Arafah tiada kedai mahupun peniaga awam menjual barangan mereka.
Berada di padang Arafah dalam suasana hangat dan panas terik memberi peringatan awal kepada umat Islam mengenai keadaan di padang Mahsyar di mana semua manusia tanpa mengira bangsa, pangkat atau kedudukan akan dihimpunkan untuk menerima pengadilan berdasarkan amal makruf mereka semasa di dunia. Semasa aku berjalan memerhatikan sekitar khemah lain Maktab 94, aku ditertemukan oleh Allah dengan seorang kenalan iaitu bapa Salmah (mantan muridku di SMK Sanzac) Tuan Haji Saini setelah hampir berpuluh tahun tidak bertemu. Kami bersalaman dan berpelukan. Beliau juga menginap di hotel yang sama dengan hotel penginapanku . Sebelum maghrib, kedengaran petir berdentum-dentum diikuti dengan angin yang agak kencang. Beberapa orang duyufurrahman berlari memaut tiang tengah khemah kami agar tidak menimpa jemaah lain. Hujan rintik-rintik turun hanya sekejap tetapi tidak membasahi khemah. Para duyufurahman kelihatan mengangkat tangan dan berdoa . Setelah situasi reda, jelas ternampak kerisauan diganti dengan rasa teramat syukur kerana tiada perkara-perkara yang tidak diingini berlaku kerana Allah hanya hantarkan sekelumit amaran agar jemaah sentias mengingati-Nya.
Di hari Arafah inilah Allah berfirman (menyindir) kepada Malaikat, "Mereka (tetamu Allah yang berihram) adalah hamba-hamba-Ku yang datang dari seluruh pelusuk dunia dalam keadaan kusut masai berdebu. Mereka mengharap kasih sayang-Ku, berasa takut dengan seksaan-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Bagaimana sekiranya mereka pernah melihat-Ku?"
Kerana kepenatan, usai menikmati juadah yang disediakan dan usai jamak tamam maghrib dan isyak, sebahagian tetamu Allah merehatkan badan di dalam khemah yang disediakan. Ada segelintar dari tetamu Allah membaca Al-Quran dan menyemak buku panduan haji. Aku berpindah ke sebelah yang kosong (khemah Jemaah Pakej). Tengah malam, aku ke tandas menunaikan hajat, membersihkan diri dan berwuduk untuk solat tahajud dan merafakkan maraton doa.
23 September (Rabu) 9 Dzulhijjah 1436 H (Hari Ukuf)
Hari Arafah, suatu hari yang disebut dalam sabda Rasulullah SAW yang bermaksud, "Tidak ada hari yang Allah SWT membebaskan ramai hamba-hamba-Nya daripada api neraka lebih ramai dari Hari Arafah. Allah SAW hampir dengan hamba-hamba-Nya dan berbangga-banga dengan mereka kepada para malaikat dengan berfirman, "Apa yang mereka mahu?".( HR Muslim no 1348)
Yakinlah, tandas tidak menjadi masalah jika menggunanya pada awal pagi iaitu sekitar jam 2. Mandi dan tunaikanlah hajat ketika itu, ketka jemaah belum ramai yang bangun. Pagi yang amat tenang, aku dan isteri menikmati sarapan pagi di luar khemah. Aku dan isteri berdua menyisihkan diri dari khemah, bukan tujuan untuk tidak mahu bergaul sesama jemaah, tetapi kami ada misi lain yang perlu dilunaskan. Jam 9.47 pagi, aku dan isteri mencari lokasi di belakang khemah dan di bawah sebatang pokok untuk meneruskan misi marathon membaca Al-quran, bersilih ganti dengan selawat, dzikir, berdoa dan bermunajat.
Usai solat jamak tamam dzohor dan asar, dan selepas mendengar khutbah Arafah, aku keluar khemah semula mencari kawasan bawah pokok untuk berdzikir dan berdoa di mana ketika gelincir matahari, masuklah waktu wukuf. Afdal wukuf ialah berada siang 9 Dzulhijjah dan sebahagian malam 10 Dzulhijjah. Wukuf menyaksikan sekumpulan lautan manusia berhimpun di kawasan lapang sambil mengharapkan keampunan Allah dengan berdoa,berzikir dan beribadah. Tak henti-henti aku melihat ke langit tanpa awan. Aku tahu saat itu, Allah Azzawajalla bersama ribuan para malaikat akan turun ke langit dunia. ! Tiada rombongan yang lebih agung dari rombongan ini. Tiada waktu yang Allah lebih dekat dengan hamba-Nya selain hari wukuf.
"Segala puji bagi Allah pemilik sekalian alam. Salam dan selawat ke atas junjungan besar kami Nabi Muhammad S.A.W. Engkaulah tempat kami kembali dan kami berlindung di bawah payung perlindungan-Mu dari siksa kubur dan azam api neraka. Ampunkanlah dosa-dosa kami, dosa kedua ibu bapa kami, anak isteri kami, sahabat-sahabat kami, jiran-jiran kamu, guru-guru kami, dan dosa seluruh umat muslimin dan muslimat. Masukkanlah kami ke dalam Syurga-Mu tanpa dihisab. Terimalah haji kami sebagai haji yang mabrur," dan diikuti dengan doa-doa lain. Air jernih sering bergenang di ruang mata insan yang berdosa ini sepanjang wukuf.
Aku teringat Riwayat al-Nasa’iy dan Ibnu Majah. “Orang yang mengerjakan haji dan umrah adalah tetamu Allah yang agung. Jika mereka berdoa kepada-Nya, nescaya Allah akan perkenankan doa mereka. Sekiranya mereka memohon keampunan-Nya, nescaya Allah akan ampunkan.” Allah membuka pintu langit seluasnya untuk menerima doa umat-umatnya. Aku memanggil isteriku keluar untuk sama-sama berdoa, berzikir dan membaca Al-Quran. Situasi di situ cukup tenang dengan sesakali kami didatangi oleh kereta sorong yang membahagikan minuman, buah-buahan dan biskut manis percuma. Sesekali juga aku mengeluarkan Saudi Riyal kepada mereka sebagai sedekah. Air mata bergenang setiap kali mengenangkan betapa bertuahnya aku dan isteri pada tahun ini. Aku dan isteriku adalah antara jutaan tetamu Allah yang berwukuf di Padang Arafah.
Jabir RA meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW, selepas solat zohor terus berwukuf, duduk di atas untanya, menghadap ke arah kiblat mengangkat kedua tangannya berdoa dengan khusyuknya sehinggakan apabila terlepas tali unta daripada tangannya, Baginda mengambilnya dengan sebelah tangannya sahaja, dan tangan yang sebelah lagi terus diangkat untuk berdoa.
Selepas jamak tamam maghrib dan isyak, jemaah dipersiapkan untuk menunggu bas shuttle menuju ke Mudzalifah. Muzdalifah (Bahasa Arab: مزدلفة) adalah suatu kawasan dari kawasan yang terletak di antara Mina dan Arafah di Arab Saudi. Kawasan ini merupakan sebahagian dari Tanah Haram (Masyair Haram). Jarak antara Padang Arafah dengan Mudzalifah ialah 8 kilometer. Sebahagian tetamu Allah berjalan kaki menuju ke sana.
Firman Allah:
فإذا أفضتم من عرفات فاذكروا الله عند المشعر الحرام واذكروه كما هداكم
Ertinya, " Apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyariaram. berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu."
Perlaksanaan wajib haji seterusnya ialah mabit di Mudzalifah. Antara tujuannya ialah bagi membolehkan jemaah haji berehat selepas seharian wukuf. Itu sebabnya disunatkan untuk tidak solat sunat di sana seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah.
Usai jamak tamam Maghrib dan Isyak, sebahagian jemaah bergerak ke Mudzalifah menikut giliran bas masing-masing. Oleh sebab giliran kami bas 15 lambat lagi, aku gunakan kesempatan memasuki tandas bagi menunaikan hajat, memberus gigi dan membersihkan diri. Jam 8.25 malam, aku bergabung dengan isteriku menaiki bas 15 bergerak untuk mabit di Mudzalifah. Pergerakan begitu licin dan teratur dengan pengawasan petugas haji yang sungguh cekap mengendalikan tetamu Allah. Waima ada kalangan jemaah telah berumur, tetapi mereka menyantuni semua tetamu Allah.
Kami tiba di Mudzalifah pada jam 9.05 malam. Jemaah Maktab 94 dan jemaah-jemaah lain di letakkan di kawasan yang berpagar berdekatan dengan tandas. Isteriku dalam kerisauan kerana terpisah, kerana aku mencari lokasi sesuai untuk mengutip batu. Aku meneruskan misi seterusnya mengutip 70 batu di bawah sinaran lampu limpah yang terang benderang untuk tujuan melontar di Mina. Aku mencari 210 biji batu untuk lontaran 3 orang iaitu aku, isteri dan kakak ipar. Di luar pagar, tetamu Allah dari negara jiran Indonesia menyapa kami. Mereka serta tetamu Allah lain-lain negara berjala menuju ke Mina. Jelas kelihatan di sebelah jalan terdapat khemah-khemah Mina yang bakal kami duduki untuk melontar nanti.
Setelah berbalas SMS, kami bergabung di kawasan terbuka dekat tandas. Pemandangan yang sangat menginsafkan. Semua insan tanpa mengira pangkat, bangsa dan usia, berpakaian putih serba sederhana. Sememangnya tidur di Muzdalifah adalah salah satu amalan sunat yang digalakkan, simbolik bahawa Allah yang penyayang, memahami manusia ini adalah makhluk lemah, yang tewas kepada keletihan dan mengantuk, tidak seperti Allah yang jauh dari sifat sedemikian. Di sini sekali lagi Allah ingin menguji tahap kesabaran para tetamu-Nya. Kemudahan tandas yang terhad dan kepadatan tetamu Allah perlu dihadapi dengan tenang. Secara kebetulan Allah memberi kemudahan kepada kami yang duduk berhimpun hanya beberapa meter dari tandas. Kerana terlalu mengantuk, aku membuka tikar hijau yang dibekalkan Tabung Haji dan dengan berbantalkan beg sandang, aku membetulkan kain ihram yang kupakai. Aku merebahkan badan buat seketika. Terlelap juga akhirnya waima berkelambukan langit terbuka. Selepas tengah malam jemaah haji diangkut keluar dari Muzdalifah menuju ke Mina.
24 September (Khamis) 10 Dzulhijjah
Jam 2.30 pagi, aku sempat merakam foto di Mudzalifah sebelum bergerak menunggu giliran bas nombor 15. Jemaah dinasihatkan agar tidak berebut-rebut ketika menaiki bas yang disediakan. Jam 3.48 pagi (6 jam lebih berada di Mudzalifah), giliran bas shuttle 15 bergerak menuju ke Mina. Jarak antara Mudzalifahdan Mina ialah 8 kilometer. Mina merupakan sebuah lembah padang pasir yang terletak sekitar 7 kilometer dari kota Makkah, Arab Saudi. Mina paling dikenali sebagai tempat pelaksanaan ibadat melontar jamrah dalam ibadah haji. Ketika berada selama tiga malam di Mina, kami dinasihatkan memanfaatkan diri dengan pengisian ibadah seperti: berdoa, zikir, selawat, solat taubat, solat Dhuaa, solat qada, solat Tahajud, solat witir dan membaca Al-Quran.
Di sini terdapat tugu jamrah, iaitu tempat pelaksanaan ibadat melontarkan batu ke arah tugu jamrah (Jamratul Aqabah, Jamratul Ula, dan Jamratul Wustha.) sebagai simbolisasi tindakan Nabi Ibrahim a.s. ketika mengusir syaitan yang cuba menganggu baginda menjalankan ibadah qurban iaitu menyembelih putera kesayangannya sendiri iaitu Nabi Ismail a.s.
Jam 4.08 minit pagi, kami tiba di khemah Maktab 94 yang menempatkan 236 jemaah. Allah rezikikan perjalanan kami tanpa menghadapi sebarang masalah. Situasi di Mina agak nyaman kerana khemah dilengkapi dengan pendingin hawa. Aku meletakkan beg dan menghampar tikar hijau semuat badan. Ruang sempit tersebut membayangkan suasana sempit tatkala di alam kubur di suatu masa nanti. Di sebelah kiri dan kananku ialah rakan tetamu Allah dari Sarawak, manakala bersentuhan ketika melunjurkan kaki ialah Tuan Haji Badaruddin. Perkara pertama yang aku lakukan selepas meletakkan tikar dan beg ialah mencari khemah isteri dan mencari lokasi tandas. Oleh kerana jemaah lain sibuk dan ada yang tidur lantaran keletihan, aku menggunakan peluang tersebut untuk membersihkan diri, menunaikan hajat dan berwuduk untuk solat subuh. Selepas sarapan pagi, aku mendapat panggilan telefon dari anakku di tanah air. Rupa-rupanya berlaku rempuhan jemaah ketika melontar.
Kami diingatkan untuk sentiasa mengikut arahan pihak Tabung Haji untuk tidak bergerak sendirian ke tempat lontaran. Pagi itu aku melawat sekitar khemah dan melihat aneka jualan di luar khemah. Syukur Ya Allah, terowong Muassim laluan ke tempat melontar tidak sampai 100 meter dari kawasan khemah kami.
Masa menunggu waktu melontar selepas isyak yang aku rasakan terlalu lama. Masa itu perasaan teruja begitu tinggi sekali tidak dapat aku bayangkan. Rasa tidak sabar-sabar dan rasa jam berdetik terlalu lambat. Aku melawat ke luar khemah dan mendapati di luar kawasan terdapat deretan kedai mini dan peniaga jalanan menjaja pelbagai barang. Suasana di laluan menuju ke terowong muasim, jelas begitu sedak dengan tetamu Allah yang sekali-sekala melaungkan takbir.
Jam 7.10 malam, kami bergerak untuk melontar Jamratul Qubra. Rombongan kami didahului dengan pembawa no Maktb 94 yang dijunjung tinggi agar boleh dilihat oleh ribuan jemaah Maktab 94. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Pergerakan menuju ke tempat melontar cukup terkawal. Kami berbekal minuman botol dan biskut manis. Kami didahului dengan pemegang bendera maktab dan bendera Malaysia dan di belakang dikawal oleh petugas Tabung haji yang berbaju T merah. Seingatku, di sepanjang perjalanan, ada sahaja petugas Tabung Haji yang bertugas memastikan kami selamat ke kawasan lontaran. Aku niatkan, "Dengan Nama Allah, Tuhan yang maha besar, aku melontar syaitan dan pengikut-pengikutnya." Aku teringat manasik haji yang disampaikan oleh pembimbing haji kami, Ustaz Ramli yang memperkatakan setiap lontaran kita juga meniatkan membuang segala sifat-sifat buruk yang bersarang di hati kita seperti sifat sombong, angkuh, ujub, tamak haloba, kedekut, panas baran, malas dan lain-lain sifat negatif kita.
Agak lucu di setiap pos kawalan, pekerja dan polis pengawal memicit spray air bagi membasahi kepala kami. Pergerakan kami sedikit perlahan, lantaran begitu ramai para haji dan hajjah menuju ke suatu destinasi iaitu Jamrah. Sesekali kami keluar untuk minum di pancutan pili air yang disediakan dan bersegera masuk semula ke dalam rombongan. Sepanjang perjalanan pergi dan balik, pili air untuk minuman jemaah disediakan di tepi laluan oleh kerajaan Arab Saudi. Jika penat berjalan, kita boleh memilih laluan axculetor yang dibuat di tengah-tengah laluan.
Kami balik ke khemah jam 9.00 malam dan bertahalul beramai-ramai. Aku menyimpan 3 helai kain ihramku di dalam plastik yang kubawa dari hotel. Aku keluar dari khemah pada jam 1.20 pagi untuk bercukur dekat tandas lelaki dan membersihkan diri selepas itu. Seingatku, itulah pertama kali dalam hidup aku membotakkan kepalaku. Tandas tidak lagi beratur panjang kerana rata-rata jemaah tidur dan berehat di dalam khemah masing-masing. Rata-rata jemaah berkeadaan cukup ceria kerana telah pun bertahalul awwal. Kini aku boleh memakai pakaian biasa dan terlepas dari 10 larangan ihram. Semasa hendak melelapkan mata, aku menerima pesanan SMS dari anak sulungku yang mengucapkan tahniah setelah bergelar haji. Aku menitiskan air mata memalingkan muka risau dikesan oleh rakan sebelah menyebalah, kerana anak inilah yang tidak dapat melambai dan mendakapku ketika kami bertolak dari Kota Kinabalu ke KLIA, lantaran bertugas di luar Kota Kinabalu. Malam tersebut aku basahkan lisanku dengan maraton dzikir dan doa. Aku tutup dengan membaca doa sebelum tidur, membaca Qul Huu Allah 3 kali, membaca dua kalimah sahadah, selawat dan membaca ayat kerusi.
25 September (Jumaat) 11 Dzullhijjah
Aku bangun awal pagi untuk mandi dan menunaikan hajat. Sebelum subuh, aku solat tahajud dan melawat ke kawasan tandas dan mendapati di semua tandas, berbelas orang menunggu giliran di luarnya. Aku mendapatkan isteri untuk sama-sama bersarapan di luar khemah. Pagi hari tersebut, aku menemani isteri untuk meninjau jualan di luar khemah. Suasana di sana diwarnai dengan laungan peniaga dalam bahasa Melayu "Khamsah riyal, khamsah riyal (5 riyal), mari, mari, murah, murah." Begitulah teriakan peniaga yang cuba mencuri tumpuan pelanggan. Proses tawar-menawar masih menjadi amalan waima harga jualan cukup murah, anda masih boleh bertanya kepada mereka seperti: 'Ini berapa?' Mereka dengan lantas menjawab '10 riyal' (bergantung kepada harga asal barangan yang dijual).Bahkan mereka boleh menjelaskan , 'Satu 10 riyal, dua 15 riyal'. Terdapat sebilangan kecil peniaga Malaysia (pelajar atau permastautin) juga tidak melepas peluang berniaga di sana.
Oleh sebab terowong Muaasim masih sesak, pihak Tabung Haji tidak membenarkan tetamu Allah keluar melontar. Kami diarah untuk menunggu pengumuman yang akan dimaklumkan dari masa ke masa. Siangnya dihabiskan dengan berdzikir dan membaca Al-Quran bagi menyambung misi yang telah aku tetapkan. Setiap kali makanan diedarkan suasana sedikit hingar bangar dan diselangi dengan tawa riang. Jam 3.38 petang, buat pertama kalinya aku merakam foto aku berbotak. Hari ini kami melontar tiga jamrah pada sebelah malam. Uncang yang berisi batu diikat kemas dan dimasukkan ke dalam beg sandang masing-masing. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Kami bergerak melontar jam 8.10 malam, maktab 94 keluar ke Jamrah. Kami agak lebih tenang dan dapat menyesuaikan diri dengan situasi sesak.
Laungan takbir sahut menyahut menggamatkan suasana sepanjang perjalanan menuju ke Jamrah. Dengan santai kami bergerak balik dengan perlahan-lahan dan tiba di khemah jam 10.53 malam.
Aku menemani isteriku untuk mencari air panas untuk membuat minuman dan berehat selepas itu.
26 September (12 Dzullhijjah)
Aku bangun awal pagi untuk mandi dan menunaikan hajat. Keadaan di tandas tidak begitu sesak, aku orang ke-2 untuk memasuki tandas. Usai solat subuh, kami berkumpul menuju ke tempat lontaran 3 jamrah. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Aku membahagikan sebahagian batu kepada isteriku untuk lontaran.
Melontar hari kedua, tidak begitu sesak. Tatkala mantari hampir menampakkan wajahnya, kami bergerak ke terowong Muassim mengikut maktab dengan bekalan air dan uncang batu. Oleh sebab sudah agak serasi, kami bergerak sendirian berdua dan balik dengan santai. Beberapa kali kami singgah untuk membasahi tuala dan membasah tekak di tepi jalan di pili yang disediakan.
Jam 9.00 pagi, kami tiba di khemah Maktab 94. Usai balik melontar, aku berbaris hampir dua jam untuk membeli roti telur dan ais krim buat sarapan ku bersama isteri. Teh susu panas menungguku di tepi tembok kerana tiada ruang khas untuk bersarapan selain di dalam khemah. Jam 9.13 pagi aku membalas pesanan SMS anak ke-2, melaporkan yang kami telah selesai melontar 12 Dzulhijjah. Sepanjang hari aku gunakan untuk berzikir, sesekali membelek-belek Al-Quran dan solat sunat.
Selepas solat jamak tamam dzohor asar, aku mengemas barang-barangku. Esok kami semua akan meninggalkan Mina. Malamnya, kami berdua berjalan-jalan sekitar khemah, kerana Mina akan kami tinggalkan pada keesokan harinya. Sedih rasanya hendak meninggalkan bumi Mina yang sudah pasti meningglkan ribuan kenangan terindah yang amat sukar untuk aku ungkapkan. Saat-saat berbaris membeli mee segera SR5 dan saat-saat mengisikan teko dengan air panas, saat-saat membasah tekak dengan air kerim dan banyak lagi. Kami berdua lantas beredar mencari lokasi sesuai untuk kami mengisi perut, amat indah untuk dilakarkan suasana ketika itu.
27 September (Ahad) 13 Dzullhijjah meninggalkan Mina
Seawalnya aku bangun menunaikan hajat dan mandi di tandas yang disediakan. Setelah menemui isteriku di luar khemah, seawal jam 5.20 pagi, tetamu Allah Maktab 94 keluar melontar 3 jamrah. Sebelum bergerak aku memastikan uncang yang berisi batu diikat kemas dan dimasukkan ke dalam beg sandangku. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku. Kurniakan aku haji mabrur dan masukkan aku ke SyurgaMu tanpa dihisab.”
Sekali lagi kelebihan lewat meninggalkan khemah di Mina aku gunakan sebaiknya. Aku boleh memilih tandas mana yang aku sukai untuk mandi dan menunaikan hajat. Usai bas tiba, kami berbaris seperti budak sekolah menghadiri perhimpunan bulanan untuk menaikai bas yang disediakan. Jam 11.50 pagi bas 15 bergerak menuju ke hotel penginapan meninggalkan nostalgia perkhemahan Mina. Aku berasa sebak meninggalkan khemah Mina kami yang sudah tentunya berbekas di hati ini. Hatiku begitu terpukul oleh situasi hiba itu. Kami tibadi hotel pada jam 1.45 petang. Setibanya di bilik, aku bersegera membersihkan diri sepuasnya. Aku keluar membeli roti manis dan menghantar kain ihram untuk dicuci di dhoby yang berdekatan sebelum bergerak ke masjid bersama isteri untuk melakukan tawaf haji pada jam 4.05 petang, waima pihak Tabung Haji menasihati untuk tidak ke masjid kerana situasi yang amat padat.
Sebelum bergerak aku berdoa di muka pintu, memohon perjalanan kami mendapat restu-Nya dan beroleh lingungan-Nya. Suasana di dalam Masjidil Haram memang padat, tetapi kami tetap yakin boleh melakukan tawaf dengan izin Allah. Di penanda lampu hijau, kami berniat dan beristilam. Tatkala kami tawaf, aku memandang Baitullah dengan mata batin di mana seolah-oleh kurasakan Allah sedang memerhatikan setiap geraklaku kami dan semasa tawaf itulah Allah menurunkan rahmat yang luar biasa kepada kita. Itu sebabnya tujuh pusingan yang kita lalui, seolah tidak terasa, walhal kepadatan tetamu Allah sungguh luar biasa. Tiap istilamku, nada suaraku berubah seolah-olah tersekat-sekat berbaur sebak.
Selepas solat maghrib, dengan pakaian jubah Malaysia, aku saie berseorangan kerana isteri telah melakukan saie hajinya pada hari pertama kami tiba di Mekah. Jam 7.05 malam aku selesai saie dan bertemu dengan isteri di tempat seperti yang dijanjikan. Maka dengan itu lengkaplah hajiku, manakala isteriku anak melengkapkan hajinya setelah mengerjakan umrah wajib nanti. Di perjalanan balik, dengan santai manakala dzikir tetap diteruskan, kami bergerak perlahan dalam kesesakan. Aku dapat memerhatikan dengan jelas laluan kami. Di penghujung jalan, sebelum mengambil selekoh ke kiri menuju ke hotel, dekat hotel Bakur Hassan Hubhub, tertara catatan penginapan Haji Pakej Andulasia. Waima kami dari kalangan Muasasah Tabung Haji, masih ada juga haji pakej yang menginap di hotel yang berdekatan dengan hotel kami. Syukur Ya Allah, kerana engkau permudahkan segalanya untuk kami memenuhi panggilan-Mu Ya Rabb. Kami makan di kafe hotel sebelum masuk tidur.
28 September (sehari selepas meninggalkan Mina)
Seawal jam 1.25 pagi, aku memasak air dan membersihkan diri. Setelah selesai, aku membentang tikar plastik hijau yang dibekalkan oleh Tabung Haji di luar bilik hotel dan sarapan bersama isteriku. Sebelum bergerak, rakan sebiliku sepakat untuk tidak mengunci bilik ketika menuju ke Masjid.
Aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjid-Mu.” Jam 2.35 pagi kami memulakan tawaf sunat di tingkat kawasan bulatan bertiang dan berakhir jam 3.48. Aku begitu sebak memerhatikan tetamu Allah berbondon-bondon di kawasan dataran Kaabah. Sesekali tatkala melintasi di kawasan pancur emas, jelas kelihatan jemaah bersesak-sesak untuk memasuki Hijir Ismail. Selepas subuh, kami keluar sarapan ke kompleks Safwah. Jam 6.51 pagi, aku menemani isteri untuk mencari buah tangan dan masuk semula ke masjid untuk untuk solat Dhuaa.
Jam 8.25 pagi kami sepakat untuk balik ke hotel untuk mencuci baju dan menghantar kain ihram ke doby berdekatan. Kain ihram perlu dicuci untuk dipakai semula bagi berniat umrah di Tanaim untuk hari-hari yang berikutnya. Jam 9.15 pagi, aku memperoleh SMS dari anak pertama mengucapkan tahniah setelah bergelar haji dan hajah untuk kami berdua. Mataku bergenang membaca SMS tersebut.
Kami ke masjid semula pada jam 10.20 pagi untuk makan tengah hari di Kompleks Safwah. Balik ke masjid, aku memilih kawasan pintu 81 yang berhawa dingin untuk solat dzohor dan Asar. Oleh kerana tiada waktu tahrim, aku bersolat bersilih ganti dengan meneruskan misi membaca Al-Quran dan berszikir. Adalah menjadi rutin harianku mengisi botol air yang aku bawa dengan air zam-zam buat pembasah tekak. Cuaca panas di Mekah memerlukan kita meminum air seberapa kerap. Kami balik selepas Isyak dan makan malam di Kafe hotel. Di laluan balik, situasi kedai-kedai setiap bangunan, meriah dengan suasana membeli belah tetamu Allah. Setiap tetamu Allah masing-masing membimbit plastik yang berisi barang belian. Kerana situasi Masjidil Haram amat padat dengan tetamu Allah, kami tidak bercadang untuk ke Tanaim. Dua hari kami gunakan untuk mengambil sedikit rehat.
29 September (dua hari selepas meninggalkan Mina)
Pagi ini aku terjaga jam 2.24 pagi. Usai sarapan, kami bergerak ke masjid jam 3.40 dan solat subuh hanya beberapa meter di depan Kaabah. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjidmu. Hari ini, aku dan isteriku hendak ke Tanaim, mudahkan perjalanan kami.” Kami tidak tawaf sunat kerana telah berjanji untuk melakukan umrah pada pagi tersebut. Selepas subuh, kami bergerak balik ke hotel untuk ke Tanaim. Kami singgah membeli makanan di luar hotel untuk sarapan seperti lempeng, mee dan pau kacang hitam yang dijaja oleh permastautin Melayu Selatan Siam yang menetap di Arab Saudi.
Setelah memakai kain ihram, dua helai kain putih yang tidak berjahit, Jam 8.35 pagi, kami berlima bertolak ke Tanaim dengan teksi bertambang SR100 pergi balik untuk menemankan isteri dan rakannya (Hjh Limah, Hjh Zaleha dan Hjh Saimi) bagi melunaskan umrah kerana mereka membuat haji Ifrad. Anehnya di sana, teksi boleh dinaiki oleh lima orang penumpang tanpa disaman oleh pasukan keselamatan. Di Tanaim, tetamu Allah begitu ramai sehiggakan aku terpaksa solat sunat tahayatul masjid dan solat sunat ihram di kawasan laluan jemaah. Sempat berselfie di depan Masjid Tanaim jam 8. 50pagi . Usai solat dan berniat umrah, pemandu teksi mengajak aku untuk menunggu rakan-rakan lain di luar masjid. Tanpa diminta dia meminta telefon bimbitku untuk merakam potretku di hadapan Masjid Tanaim.
Sebaik meninggalkan Tanaim, kami berlima membaca tarbiah tanpa henti di sepanjang perjalanan yang agak sesak, tidak selancar ketika kami bergerak ke Tanaim. Kami diturunkan di kawasan lain yang agak jauh sedikit dari masjid kerana kesesakan. Kami memulakan tawaf pada jam 10.10 pagi di tingkat satu dalam kawasan masjid kerana semua kawasan tidak dapat dibolosi. Tetamu Allah amat ramai ketika itu. Kejauhannya agak terasa, tetapi kepuasan di hati tidak terkira lantaran dapat melunaskan tawaf. Aku dan isteri tawaf bersama-sama setelah terpisah dengan rakan-rakan yang lain.
Oleh kerana azan dikemundangkan, kami tidak terus ke Safa. Selepas zohor, dengan pakaian ihram, kami bergerak untuk makan tengah hari ke kompleks Safwah dan memulakan saie pada jam 2.05 petang. Jam 3.25, selesai saie, kami bertahulul di mana isteriku yang ku minta untuk memotong rambutku. Aku balik ke hotel berseorangan selepas asar untuk bertukar pakaian. Lega rasanya kerana isteriku telah melengkapkan umrahnya dan melengkapkan hajahnya.
Di laluan pulang, aku menukar wang Malaysia RM500.00 duit Saudi Rial 410.00, lebih rendah dari sepuluh hari sebelumnya. Pergi semula ke masjid sebelum maghrib dan balik selepas isyak. Sebelum balik, botol air yang ku bawa diisikan sepenuhnya dengan air zam-zam. Di perjalanan balik ke hotel, adalah menjadi rutin harianku untuk membeli roti manis buat sarapan keesokkan harinya.
30 September
Terjaga jam 2.30 pagi untuk memasak air dan membersihkan diri. Selepas sarapan di luar bilik, aku bergerak ke masjid jam 3.45 pagi tanpa disertai oleh isteriku. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjidmu. Terimalah hajiku sebagai haji yang mabrur dan masukkanlah aku ke SyurgMutanpa dihisab.” Aku tidak mampu melakukan tawaf sunat kerana suasana yang agak sesak, tetapi aku berpeluang solat subuh di dataran Kaabah. Dengan jelas, aku dapat menyaksikan lampu hijau di lilitan jam Mekah menyala ketika azan subuh dikumandangkan oleh muazim.
Di laluan balik selepas solat dhuaa, kelihatan bas-bas berbaris panjang. Ini bererti sebahagian tetamu Allah mula meninggalkan Mekah untuk balik ke tanah air.
Jam 10.49 pagi, dengan kos SR 259.92, kami berdua menghantar 2 kotak barang dengan keberatan 7.8 kilo dan 7.4 kilo untuk diposkan ke Sabah.Turun ke masjid jam 2.20 petang. Jam 4.53 petang, aku bergabung dengan tetamu Allah dari India kerana ingin menghabiskan masa di masjid dengan membaca Al-Quran.Di masjid kami sering memilih lokasi solat yang berbeza-beza demi untuk merasai kenikmatan beramal dalam pelbagai situasi. Ada kalanya aku bergabung dengan jemaah Pakistan, kadangkala India dan kadangkala Bangladesh.
Kami bertemu di lokasi biasa untuk balik ke hotel selepas Isyak. Kami bergerak beriringan sambil berpegangan tangan, seolah-olah sedang dilanda kerinduan, walhal itulah rutin kami seharian, bergerak ke masjid, menjamu selera, beriktikaf dan balik ke hotel penginapan.
1Oktober
Bangun jam 2.42 pagi dan melakukan rutin biasa. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Jam 3.30 kami bergerak ke masjid dan tawaf sunat di lantai atas dan berakhir jam 4.37. Pagi ini kami sarapan di kafe dan mengeluarkan duit di Tabung Haji dalam barisan yang agak panjang untuk membeli tiket penerbangan balik Kuala Lumpur ke Kota Kinabalu.
Beberapa hari ini, kami memberanikan diri untuk menggunakan jalan pintas melalui terowong ke Masjid Haram di mana jalan keluarnya betul-betul di hadapan Kompleks Safwa, memang lagi dekat dari jalan biasa. Sebelum dzohor, kami bergerak ke masjid dan balik selepas isyak. Di perjalanan balik, kami berselisih dengan jemaah pelbagai negara dengan pelbagai ragam berbondon-bondon menuju ke masjid. Malam ini, kami berdua singgah membeli sedikit makanan dan buah-buahan. Makan minum tidak menjadi masalah kerana setiap hari rakan semilikku mengambil makanan untuk kami bertiga hampir setiap hari. Satu lagi perkara yang mengasyikkan sepanjang berada di sini ialah , suara muazim yang merdu ketika melaungkan azan. Begitu juga bacaan surah oleh imamnya, sungguh enak di halwa telinga.
Sepanjang berada di sana, botol air sering menemaniku masuk ke masjid. Apablia air habis, aku besegera mencari air zam-zam untuk tujuan isian semula. Dan sebelum balik meninggalkan Masjidil Haram, rutin harianku ialah memenuhkan botol airku untuk membawa air zam-zam balik ke hotel.
2 Okt (Jumaat)
Bangun jam 2.51 untuk meneruskan rutin seharian. Selepas memasak air, aku menghantar segelas air panas ke bilik isteriku.
Pagi tersebut kami sepakat untuk solat subuh di surau hotel untuk mendengar kuliah subuh yang menguggah jiwa. Tazkirahnya adalah merupakan apa yang dilakukan sepanjang musim haji di samping memohon doa agar haji diterima Allah. Jam 10.35 pagi, aku turun ke masjid untuk solat Jumaat. Sangkaku, waktu itu masih terlalu awal. Rupa-rupanya, aku terpaksa solat Jumaat di luar masjid dengan suhu luar 45 darjah celcius. Selesai solat aku menuju ke kompleks Safwah untuk membeli makanan di Restoran Malaysia dan sempat membeli 2 pasang jubah. Hajatku untuk menghadiahkan jubah tersebut kepada abang kandungku dan menghadiahkan sepasang lagi untuk cucu Hajah Zaleha. Dengan bungkusan belian, aku masuk beriktikaf di dalam masjid diselang-seli dengan zikir dan bacaan Al-Quran.
Mulai hari tersebut, kami tidak lagi bertemu di jam kecil malah bertemu di kedai farmasi di bawah hotel Le Meridian. Berjalan beriringan, kekadang singgah di kedai-kedai untuk melepaskan lelah. Setelah mendaki sedikit anak bukit, kami berhenti rehat di lobby hotel dengan nafas yang kedengaran deras lantaran kepenatan atas pendakian tersebut. Kedudukan hotel agak tinggi sedikit darri aras jalan raya berulang-alik ke masjid.
3Okt
Pagi ini, aku bangun agak lewat iaitu jam 3.12 pagi. Rutin harian diteruskan.Selepas memasak air, aku menghantar segelas air panas ke bilik isteriku. Dzikirku hampir mencapai sasaran manakala Al-Quran telah masuk separuh. Kami sepakat untuk melakukan tawaf sunat. Untuk memudahkan hitungan tawaf, aku mengikut apa yang dicadangkan oleh Prof Kamil dalam buku Travelog Haji, apabila tiba di Rukun Yamani pada pusingan pertama , aku berdoa untuk diriku sendiri, pusingan ke-2 aku berdoa untuk isteriku, pusingan ketiga aku berdoa untuk anakku yang menunggu di Syurga, pusingan keempat aku berdoa untuk anakku MRSM Sandakan, pusingan kelima aku berdoa untuk anakku di Penampang, pusingan keenam aku berdoa untuk anakku juru audit dan pusingan terakhir aku berdoa untuk ibu ayah, keluarga abangku, ipar duaiku , teman sepejabat, rakan sekampung dan
kenalan lain.
Sepanjang berada di hotel Mekah, kesabaran tinggi amat-amat diperlukan terutama apabila menaiki lif hotel yang terhad. Tetapi itu semua dapat diatasi dengan kebijaksanaan sendiri. Contohnya bertolak ke masjid seawal pagi dan balik ke hotel dengan memilih waktu yang bukan puncak. Kalau mahu balik ke hotel selepas solat subuh, tunggulah sehingga selepas solat dhuaa, masa itu suasana jalan-jalan raya agar longgar dengan tetamu Allah, oleh itu pergerakan kita tidaklah tersekat-sekat.
4Oktober
Rutin harian bangun pagi, memasak air dan sarapan diteruskan. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Selepas subuh, aku dan isteri balik untuk sarapan di Kafe hotel. Kami membeli nasi lemak dan mee yang dijual oleh penduduk Mekah suku Melayu Siam di luar hotel. Kami berdua kemudian naik ke Kafe hotel untuk bersarapan dengan air teh susu panas. Di Mekah, teh susunya berbeza dari segi rasa dengan teh di Malaysia.
Jam 7.51 pagi, aku membalas pesanan SMS anak ke-2 yang melaporkan yang aku tengah bersedia menunggu perkhidmatan bas shuttle untuk membeli tiket penerbangan balik dari Kuala Lumpur ke Kota Kinabalu. Jam 8.05 pagi, van Tabung Haji yang kami naiki bergerak ke hotel Al-Jandariah untuk urusan membeli tiket penerbangan Kuala Lumpur-Kota Kinabalu (SR 358.00 seorang). Semasa menunggu van untuk balik ke hotel penginapan, jam 9.54, aku merakam foto kenangan depan hotel Al-Jandariah, Jam 10.00 pagi, van bergerak ke hotel penginapan. Di perjalanan, pegawai Tabung Haji yang mengiringi kami menyatakan betapa bertuahnya jemaah Maktab 94 yang tinggal dekat dengan masjid jika dibandingkan dengan mereka yang menginap di hotel Al-Jandariah. Kami dihimpunkan di suatu kawasan untuk mendengar taklimat ringkas dan tempat berkumpul selepas selesai semua urusan.
Aku menjadi wakil kepada lima lagi rakanku untuk membeli tiket. Usai membeli tiket kami menunggu van yang menghantar kami ke sana. Memang betul, kelihatan jam Mekah terlalu kecil pada pandangan mata di luar hotel Al-Jandariah
Di laluan pergi balik, aku dapat menyaksikan tetamu Allah memenuhi jalan-jalan raya. Ada yang pergi ke masjiddan ada yang baru balik dari masjid. Ada yang berpakaian jubah dan ada yang memakai kain ihram . Usai makan tengah hari, kami suami isteri meneruskan rutin harian dan balik selepas isyak. Kami makan malam di kafe hotel.
5 Oktdan 6 Oktober
Rutin dua hari ini tidak banyak berubah. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Kami tawaf di lantai satu lingkaran bulatan depan Kaabah. Makan tengah hari di Safwah dan makan malam juga di Safwah. Kami kerap sarapan di Kompleks Safwah (Restoran D' Saji milik Malaysia) bukan kerana makanan tidak disediakan di kafe hotel, akan tetapi memikirkan masa banyak terbuang untuk berulang-alik antara masjid dan hotel. Kami menghabiskan 14 jam beriktikaf di dalam masjid dan hanya balik ke hotel jam 10.20 malam. Hari ini aku memilih lokasi yang rata-rata dihuni oleh jemaah haji Bangladesh. Aku kerap berkumpul dengan jemaah dari negeri lain untuk mengelak sembang kosong bagi membolehkan aku meneruskan misiku untuk hatam Al-Quran di tanah suci.
Di laluan pulang, aku berselisih dengan tetamu Allah lain yang baru masuk dengan pakaian ihram.Warga Pakistan, India dan Bangladesh masih berkampung di luar masjid. Mereka dipisahkan dengan benteng hijau agar laluan tidak terbatas.
Sahabat sebilikku dengan pelik bertanya, mengapa aku tidak membuat banyak pembelian ketika di Mekah. Aku menjawab yang aku akan membeli di Madinah sahaja. Kalau pun aku membeli barang, ianya terus kumasukkan rapi-rapi ke dalam beg di bawah katil.
7Okt
Hari ini aku bangun sekitar jam 2.30 pagi, mandi dan sarapan di luar bilik dengan beralaskan tikar plastik yang dibekalkan oleh Tabung Haji. Sememangnya tikar tersebut tidak pernah disimpan malah dilipat dan ditinggalkan di situ untuk kegunaan sepanjang berada di sana. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Kami memulakan tawaf di bulatan atas Mataaf pada jam 3.35 pagi. Selepas menamatkan 7 pusingan, aku sempat berkenalan dengan jemaah haji dari Thailand dan berbual-bual sekejap sementara menantikan solat subuh.
Selepas dhuaa, jam 7.22 pagi kami balik ke hotel untuk bersarapan di kafe. Jam 10.20, kami sepakat untuk makan di Safwah dan sempat merakam foto depan Restoran D' Saji milik Malaysia. Balik ke hotel selepas zohor. Sebelum asar kami turun semula ke masjid menjelang Isyak.
Malamnya aku dan isteri melakukan tawaf sunat di bulatan aras atas sekali. Sungguh indah panorama bertawaf pada malam tersebut. Kami dapat menyaksikan lautan jemaah bertawaf di lantai Kaabah dengan pelbagai bangsa bersatu mengelilingi, beristilam dan berdoa. Usai menyudahkan tawaf, sempat menyantuni dan berbual dengan sepasang jemaah Thailand jam 10.44 malam. Sebelum berpisah kami berpelukan menjakin persahabatan.
Hari ini lebih kurang 11 jam dihabiskan di masjid untuk aktiviti solat sunat, zikir dan maraton membaca Al-Quraan. Kami memilih kawasan dataran Kaabah dan melihat Kaabah sepanjang berada di masjid. Sesekali keluar ke tandas untuk menunaikan hajat.
8 Okt (lapan hari untuk umrah berikutnya)
Jam 2.50 pagi, kami bergerak ke masjid untuk tawaf dan balik selepas subuh. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Hari itu kami berjanji untuk Miqat ke Tanaim, oleh itu aku balik ke hotel lebih awal dari sebelumnya. Aku bertemu isteriku di farmasi dekat kedai ais krim. Kami lepak sekejap di bangunan hotel sambil makan-makan ais krim.
Usai memakai kain ihram, Jam 7.20 pagi, kami ke Tanaim bertiga dengan tambang SR60.00 sebuah teksi. Usai berniat umrah, kami segera menaiki teksi untuk masuk semula ke Masjidil Haram. Hari ini keadaan di jalan-jalan raya tidak begitu sesak, kerana mungkin sebahagian tetamu Allah telah mula meninggalkan Mekah untuk balik ke negara masing-masing. Kami memulakan tawaf umrah jam 9.40 di lingkaran bulatan tingkat satu. Aku terpegun memerhatikan tetamu Allah dengan jelas terlihat di lantai bawah, bertawaf dengan khyusuk. Jam 10.40 pagi selesai menamatkan Saie di Marwah dan bertahalul di situ. Sebelum balik ke hotel bertukar pakaian, aku megajak isteriku untuk menikmati ice cream terlebih dahulu. Aku menemui isteri untuk makan tengah hari di Restoran Malaysia Kompleks Safwah.
Ke masjid sebelum zohor dan berlama di masjid bersama isteri dan balik selepas isyak kerana ada temu janji dengan rakan Ustaz Abdul Basid untuk kiriman sijil badal umrah buat pemilik Multazam Travel. Hari ini kami makan malam di Kafe Hotel. Kafe pada malam tersebut tidak begitu sesak. Aku fikir rata-rata jemaah makan di luar atau makan sebelum bergerak ke masjid. Ada kalangan jemaah yang saling berulang-alik antara masjid dan hotel setiap kali waktu solat.
9 Okt (Jumaat)
Rutin harian tidak banyak berubah. Hari ini aku bangun agak lewat iaitu 4.15 pagi. Aku solat subuh di kawasan permulaan saie di Safa, kerana kebanyakkan pintu telahpun ditutup oleh petugas masjid. Di rakaat pertama, imam membaca ayat As-Sejadah di mana selepas membaca ayat tersebut, jemaah bersujud (Mazhab Syafiee) dan bangun berdiri semula.
Jam 9.50, aku menuju ke pintu 91 dan solat jumaat di sana. Makan di Safwah dan masuk semula ke masjid dan hanya keluar untuk makan malam selepas maghrib. Aku meneruskan marathon membaca Al-Quran seperti biasa dan memilih kawasan jemaah India, Pakistan dan Bangladesh. Bukan bertindak seperti kera sumbang, tetapi jika memilih kawasan Malaysia dan Indonesia, beberapa sembang yang sedikit menganggu misiku membaca Quran.Balik selepas isyak.
Kami berbalas WhatsApp untuk bertemu di lokasi biasa iaitu di Farmasi jalan Ajyad. Berjalan pulang dengan santai dan singgah melepas penat di lobi hotel. Ketika di lobi, kami terbaca senarai panjang lawatan ke Jabar Rahman, Muzium Mekah, Gua Hira termasuklah lawatan ke kota Jeddah. Memandangkan tidak berapa lama lagi jemaah Maktan 94 akan meninggalkan Mekah untuk ke Madinah, kami sepakat untuk tidak akan menyertai kesemua lawatan tersebut kerana sayangkan solat di Masjidil Haram. Kami risau dilanda lelah setelah lawatan dan pasti solat di Masjidil Haram akan terhalang.
10Okt
Hari ini bangun agak lewat. Jam 4.05 pagi, baru bergerak ke masjid dan balik selepas subuh. Kesemuanya dengan rahmat Allah, aku dipermudahkan menempatkan diri ini di dalam masjid kerana kawasan datarannya agk longgar disebabkan sebahagian tetamu Allah telah beransur balik ke tanah air masing-masing.
Kami balik ke hotel untuk bersarapan dan aku memakai kain ihram semula. Jam 7.40 pagi kami ke Tanaim menaiki van yang sedia menunggu di depan hotel kami. Perjalanan ke Tanaim tidak lagi sesesak hari sebelumnya. Setibanya di Tanaim, kami masuk ke masjid untuk solat tahaitul masjid dan solat sunat ihram serta berniat umrah selepas itu. Ternyata kebanyakkan tetamu Allah sudah mula meninggalkan Tanah Suci untuk balik menemui keluarga masing-masing. Kelmarin aku dapat menyaksikan sebahagian tetamu Allah meninggalkan dataran Baitullah dengan mata bergenang. Itu petanda mereka telah melakukan tawaf Wadak dan akan meninggalkan Mekkah. Aku dapat melihat betapa sebaknya mereka ketika itu, dan terbayang di wajah mereka yang agak keberatan meninggalkan Baitullah. Aku tidak dapat menyembunyikan kesedihanku nanti tatkala Tawaf Widak. Aku juga tumpang mengalirkan air mata, kerana aku juga bakal meninggalkan Baitullah dalam beberapa hari lagi.
Jam 10.45 pagi, kami selesai mengerjakan umrah dan bertahalul. Aku meminta isteriku untuk memotong rambutku sambil berdoa dengan lafaz, "Ya Allah, aku memohon semoga tiap rambut yang aku gugurkan, akan menjadi cahaya di alam akhirat nanti." Sebelum balik ke hotel, kami bergerak ke kompleks Safwah untuk menikmati sarapan pagi yang agak berat dari biasa. Aku sempat merakam foto di hadapan Restoran D'Saji Felda (restoran Malaysia). Aku pulang berseorangan ke hotel untuk menukar ihram kepada jubah dan ke masjid semula. Selepas dzohor, kami ke Restoran Malaysia di Kompleks Safwah untuk makan tengahari. Dari Dzohor, Asar dan menjelang Isyak berada di lingkaran Kaabah.
11Oktober
Rutin harian tidak banyak berubah,hanya bangun agak sedikit lewat iaitu jam 4.35. Usai subuh, balik ke hotel untuk membersihkan diri untuk persediaan ke Tanaim. Sejujurnya, hari itu aku terasa sedikit letih dan keberatan untuk menemani isteriku ke Tanaim. Tetapi aku gagahkan juga di mana semasa meningalkan bilik, aku menadahkan tanganku dan membaca doa berikut, “Ya Allah, sesungguhnya hari ini aku ingin mengerjakan tawaf semata-mata keranaMu Ya Allah, semata-mata keranaMu Ya Allah dan semata-mata keranaMu Ya Allah, dan selamatkan aku dan isteriku dalam perjalanan ini.” Allahu Akbar, usai membaca doa tersebut, aku diberikan kekuatan dan bersemangat untuk keluar ke Tanaim. Benarlah sesungguhnya Allah menurunkan sejuta rahmat kepada hamba-Nya yang memohon kepadaNya.
Seawal jam 7.20 pagi, dengan mengenakan dua helai kain ihram, kami menaiki van ke Tanaim. Hari ini kami bertahalul jam 10.20 pagi kerana tawaf dan Saie kami lakukan dengan santai dan tidak tergesa-gesa. Isteriku tidak balilk ke hotel melainkan aku yang terpaksa menukarkan pakaian ihram kepada pakaian jubah biasa, mandi dan kembali ke masjid.
Selepas isyak, setelah bertemu di Farmasi bawah Hotel Le Meridien. Kami balik ke hotel sambil bergelungan tangan .
12Okt
Rutin bangun seawal pagi diteruskan. Entah kenapa jam 2.20 pagi, mata telah terbuka sedangkan jam loceng telah disetkan jam 2.30 pagi. Seolah-olah ada sesuatu yang menggerakkan untuk bersegera bangun. Memasak air dan sarapan di luar bilik sudah sebati dengan kami. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Jam 8.00 hingga 10.00 pagi, tetamu Allah KT 86 menghadiri taklimat wida yang disampaikan oleh pembimbing Haji Ustaz Haji Ramli. Antara intipati ceramah yang penting ialah bersegera meninggalkan kawasan masjid selepas solat sunat tawaf, tidak boleh berfoto selepas itu, tidak boleh bersedekah, tidak boleh membantu mengambil foto untuk orang lain, tidak boleh membeli-belah dan bertindak mempastikan tiada batu melekat di sepatu yang kita pakai.
Kami ke masjid selepas makan di Safwah kira-kira jam 11.32 pagi. Jam 12.37 tengah hari, aku tawaf sunat bersendirian selepas solat Dzohor. Tetamu Allah begitu padat di kawasan dataran Kaabah. Setiap pusingan tika melintasi Rukun Yamani, aku menadah tanganku dengan doa berikut, “Ya Allah, aku ingin masuk dan berdoa di Hijir Ismail pada hari ini. Izinkanlah aku untuk memasuki kawasan tersebut. Bantulah aku Ya Allah, aku insan lemah dan hanya engkau tempat aku memohon bantuan.” Setiap pusingan aku semakin merapatkan diriku ke bangunan Kaabah. Pada akhir pusingan ke tujuh, aku meneruskan ke pusingan kelapan. Jam 1.15 tengah hari, akhirnya aku dapat memaut tembok Hijir dan perlahan-lahan aku didorong oleh jemaah lain sehinggalah aku dapat memasuki Hijir Ismail. Dengan mata bergenang, aku berdoa sepuasnya dan keluar kerana tidak mampu untuk menunaikan solat sunat di dalamnya.
Selepas itu, aku berundurlah ke Multazam untuk solat sunat tawaf dan berdoa; seperti berikut “Ya Allah, janganlah engkau jadikan kunjungan ini buat yang terakhir untukku, jemputlah aku dan keluargaku sebagai tetamu-Mu untuk kunjungan yang berikut-berikutnya. Terimalah hajiku sebagai haji yang mabrur, dan masukkanlah aku, kedua ibu bapaku, datuk nenekku, anak isteriku, zuriat-zuriatku, keluargaku, sahabat-sahabatku, jiran-jiranku dan guru-guruku ke Syurga-Mu”
Akudan isteri tidak balik ke hotel. Walaupun kami memilih kawasan yang berlainan untuk beriktikaf, tetapi kami sering berbalas Whatsapp. Usai solat isyak, aku menemui isteriku di tempat yang dijanjikan, iaitu kawasan farmasi dan balik ke hotel jam 8.20 malam. Kawasan jam seperti selalunya sudah tidak sesuai untuk pertemuan kerana tetamu Allah dari Asia kecil-kecil belaka. Sukar untuk bergerak ke kawasan tersebut.
13Okt
Rutin harian tetap diteruskan pada hari ini. Terjaga jam 2.20 pagi dan meneruskan rutin harian. Pagi ini kami balik awal untuk mengeluarkan wang SR500.00 simpanan Tabung Haji (canggihnya urusan Tabung Haji di mana kita tidak perlu membawa buku akaun untuk urusan pengeluaran, memadai hanya membawa tag nama).Sebelum zohor kami bertolak ke masjid. Jam 10.15 pagi, aku merapat ke bawah Lingkaran Bulatan Bertiang untuk mendekati Kaabah ketika solat zohor. Aku dan isteri balik selepas isyak setelah bertemu di kawasan Farmasi seperti hari-hari sebelumnya. Singgah membeli nasi di perjalanan balik ke hotel dan makan malam di luar bilik. Lebih sepuluh jam diisikan dengan zikir, solat sunat dan maraton Quran di masjid.
Semasa berada di dalam masjid, aku kerap mencari lokasi yang membolehkan aku melihat Kaabah tanpa ada halangan di hadapanku. Hari ini aku merenung Kaabah sepuasnya, kerana hanya tinggal beberapa hari lagi kami bakal meninggalkannya. Aku mengimbau cerita mutawif Indonesia yang mengatakan, di hari akhirat nanti, Kaabah akan diiringi oleh manusia sepertimana kita mengiringi pengantin. Semua orang yang mengiringinya adalah terdiri dari orang yang pernah bertawaf sama ada tawaf haji mahupun tawaf umrah.
Tidak sangsi lagi, hati dan perasaan ini bagai diragut-ragut, pabila meningatkan bakal meninggalkan bangunan hitam ini. Waima telah berada di Mekah agak lama juga, tetapi perasaan ini belum puas untuk melihat bangunan hitam ini.
14Okt
Pagi ini kami bergerak ke masjid jam 4.00 pagi, jauh tersasar dari masa sepatutnya. Memasak air, membersihkan diri dan sarapan di luar bilik, di hamparan hijau yang sememangnya jarang dilipat sepanjang berada di Mekah. Aku dimaklumkan ada juga pasangan lain turut menggunakan tikar tersebut untuk sarapan pagi.
Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Rutin biasa agak sedikit berubah. Selepas subuh, kami bersarapan di Kompleks Safwah dan menemani isteriku membeli sedikit buah tangan untuk di bawa pulang. Antaranya dua beg untuk anak-anak, perhiasan yang ada tulisan pintu Kaabah dan buah tangan.
Oleh sebab ubat batuk bekalan klinik Tabung Haji hampir habis, aku membeli ubat batuk di farmasi. Harganya agak mahal sedikit. Bayangkan, harga 24 tablet panadol SR8.85 manakala harga 14 tablet Clarinase SR 21.20 harga antibiotic SR 51.00. Itu peringatan agar tetamu Allah yang ingin mengerjakan umrah, membeli ubat-ubatan di Malaysia sebagai bekalan kerana masa umrah tiada perkhidmatan klinik Malaysia di sana.
Oleh kerana membawa dua beg plastik besar, aku solat dzohor di luar masjid dan balik ke hotel selepas itu. Turun ke haram sebelum asar dan balik selepas isyak. Kami bertemudi kawasan yang telah dijanjikan. Di perjalanan balik kami singgah membeli buah dan air mineral.
15Okt
Hari ini, jam 4.35 pagi kami bergerak ke masjid melalui terowong. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Balik ke hotelsetelah membeli makanan di luar hotel. Hari ini, aku membeli sebotol 10 liter air zam-zam SR5 dari pekerja hotel. Aku membahagi 5 liter untuk isteriku. Kami sepakat untuk mandi dengan air zam-zam sebelum meninggalkan kota suci Mekah. Hari ini perut rasa terganggu dan tidak makan nasi seharian. Aku terpaksa zohor di hotel kerana risau mengenai kesihatan yang sedikit terganggu.
Sebelum maghrib, aku membeli burger ayam buat makan malam isteriku yang tidak pulang-pulang semenjak pagi. Usai Isyak, kami bertemu di kawasan farmasi. Kami berjalan balik sambil berpautan tangan selepas isyak. Sempat memakan burger sebiji sebagai pengalas perus pada malam harinya.
16Oktober
Jumaat terakhirku di Mekah perlu dimanfaatkan sepenuhnya. Walaupun agak lewat bangun, kami tetap ke masjid jam 4.15 pagi melalui jalan pintas terowong. Rutin biasa diteruskan, cuma bergerak awal sedikit untuk solat Jumaat, kerana jika terlewat, banyak pintu akan ditutup untuk tujuan keselamatan dan mengelak kesesakan melampau.
Khutbah Jumaat yang sungguh bersemangat dan kurasa penuh makna waima aku tidak berapa memahamiisi kandungnya. Aktiviti kami hari ini diperlahankan sedikit bagi menggumpul tenaga untuk mengemas barang.
17 Okt
Jam 3.00 pagi bangun untuk memasak air panas, mandi dan sarapan bersama isteri. Oleh kerana esok kami akan bergerak ke Madinah, paginya kami luangkan masa untuk membeli barang di Kompleks Safwah. Aku membeli songkok berlambangkan Kaabah SR 20.00 dan jubah ala Haramain SR55.00.
Selepas asar aku balik ke hotel bersama isteriku. Kami dikunjungi oleh petugas haji yang membahagikan pelekat beg dan pelekat kad nama serta nombor bilik hotel di Madinah. Setelah mengetahui aku terpaksa berpisah dengan rakan sebilik dan rakan bilik sebelah, aku memeluk mereka sambil melafazkan kata-kata meminta maaf andai ada tingkah aku yang kurang menyenangkan sepanjang tempoh hampir sebulan berkongsi kemudahan semasa berada di Mekah. Aku mencapai buku notaku untuk meminta alamat serta nombor telefon semua rakan-rakan Mekahku.
Usai memastikan tiada barang yang tertinggal, jam 5.00 petang.aku menolak dua beg besar dan dua beg kuning ke dada lif diturunkan ke lobi hotel untuk dimuatkan ke dalam lori pengangkut. Kami dimaklumkan barangan kami diangkut pada sebelah malam ke hotel di Madinah dan dimaklumkan yang bagasi kami akan tiba di hotel penginapan di Madinah lebih awal dari kami. Aku mula terasa berbelah bagi ketika itu. Terasa pilu yang menebal untuk meninggalkan Baitullah dan terasa gembira kerana tidak berapa lama lagi aku akan berada di Masjid Nabawi. Sesungguhnya aku ingin berada sedekat-dekatnya dengan jasad di mana Rasulullah di semadikan. Aku ingin berdoa di sana, berdoa semoga baginda memberi syafaatnya di Padang Masyar nanti.
Aku bergerak ke haram untuk solat maghrib. Selepas maghrib, ketika sedang merenung Kaabah dalam situasi pilu yang amat dalam, aku didekati oleh seorang jemaah KT 68. Kami sama-sama menitiskan air mata apabila mengenangkan akan berpisah dengan Baitullah. Beliau menceritakan, di suatu masa nanti ketika berada di Padang Masyar, Allah akan memperlihatkan dunia ini kepada hamba-Nya. Dan, masa itu besar dunia yang pernah kita diami ini, hanyalah seluas taman permainan kanak-kanak. Mungkin ada kebenarannya dan mungkin beliau bercerita berdasarkan pembacaan atau ceramah yang pernah diikutinya atau ada fakta lain. Masa itu, kita melihat dunia ini kecil sepertimana di waktu ini kita melihat betapa kecilnya alam kita ketika kita masih di perut ibu kita. Dan sehingga saat inipun kita masih dapat menyaksikan setiap hari, ada ibu-ibu yang sarat membawa bayinya ke sana-kemari. Mengapakah kita jarang bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan. Berulang-kali Allah menyebut dalam kitab suci Al-Quran surah Ar-Rahman yang menyebut, "Nikmat Allah yang manakah yang hendak kamu dustakan." Berfikirlah secara waras wahai para pembaca.
Selepas Isyak aku ke kompleks Safwah untuk membeli soup ayam dan nasi. Aku dan isteri makan di luar bilik hotel, ketika soup masih panas-panas. Sebelum tidur, kami bergabung dengan penghuni bilik sebelah (1509) untuk memotong buah orange yang terkumpul dalam peti ais besar di bilik kami. Secara kebetulan bilik kami ada peti ais. Buah tersebut kami kumpul sejak beberapa hari lalu. Bukan tidak lalu makan, akan tetapi dikhuatiri akan meyebabkan batuk bertambah parah. Kami merancang untuk membahagikannya semasa perjalanan dari Mekah ke Madinah.
18 Okt (Ahad) Meninggalkan Mekah Al-Mukaramah
Jam 2.08 pagi , aku bangun untuk memasak air panas. Pagi ini mandiku kuakhiri dengan siraman air zam-zam dan berdoa agar diriku dibersihkan dari segala apa sahaja. Setelah sarapan di luar bilik bersama isteri, jam 2.48 pagi, kami bergerak ke masjid. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Doa ditambah dengan memohon agar perjalanan ke Madinah dipermudah dan diberi perlindungan.
Jam 3.05 pagi kami memulakan tawaf wida di Mataaf bulatan pertama ketika ada antara pintu masuk ke masjid telahpun ditutup. Solat terakhirku di Multazam merupakan kemuncak kesyahduan ku. Kukira, bersujud di dataran kaabah dengan perasaan mengharap redha Allah bukan lagi cerita asing di situ.Tangis, ratap, rintih dan rayu bagai kemestian tatkala berada di sana. Rasa malu menahan tangisan tidak ada lagi pada sekujur tubuh insan bernama hamba. Esak tangis sudah menjadi irama yang mendamaikan.
Entahkan bila lagi aku dapat merenung Kaabah seperti beberapa hari yang telah aku lalui.Mungkinkah ini tawafku yang terakhir ? Berat terasa kaki melangkah tatkala selesai bertawaf wida'. Andai ini pertemuan terakhirku dengan Baitullah, kusulam rindu ini sehingga menghadap penciptamu....iaitu Allah. Aku merenung Baitullah sepuas-puasnya. Sedih, pilu dan sayu menyelimuti seluruh perasaanku. Tidak tergamak rasanya berpisah dengan Baitullah. Dengan mata yang berkaca, aku membaca doa terakhirku diaminkan oleh isterku berbunyi, “Ya Allah, jika isteriku berdosa padaku, aku ampun dosa dia. Oleh itu ampunkanlah dosa-dosanya, ampunkan dosa-dosaku, dosa kedua ibu bapa kami, dosa anak-anak kami, dosa orang yang pernah berjasa kepada kami, dan jangan engkau jadikan kunjungan ini buat yang terakhir untuk kami. Jemputlah kami ke tanah suciMu bersama anak-anak kami di masa-masa akan datang.”
Aku dan isteri bersegera meninggalkan dataran Kaabah dengan sejuta kesedihan. Lambaian terakhirku terhadapnya menamatkan episode kami di Masjidil Haram. Di laluan keluar kami membasah tekak dengan air zam-zam dan menyapu muka serta seluruh kepala dengan air tersebut. Aku menoleh dan terus menoleh dalam keadaan sebak. Aku terus menoleh sehingglah bangunan Kaabah tidak kelihatan lagi. Kamibersegera meninggalkan masjid melalui terowong. Di dalam terowong, kami terdengar laungan azan subuh dikumandangkan oleh muazim. Pembimbing haji Ustaz Haji Ramli menunggu di lobi hotel untuk menemubual jemaah haji. Ada antara mereka diarah untuk mengulang tawaf wida kerana beberapa kesalahan yang mereka lakukan. Aku dan isteri solat subuh di surau hotel.
Usai subuh, kami segera naik untuk persiapan terakhir meninggalkan Mekah Al Mukaramah dan bersarapan ala kadar. Sama seperti semasa keberangkatan kami dari Kelana Jaya ke Airport KLIA, pemergian kami dari Jeddah ke Mekah dan dari Mekah ke Arafah, kami bergerak dengan bersistem tanpa berebut-rebut. Jam 9.08 pagi, bas no 7 yang kami naiki bergerak menuju ke Madinah. Aku mula menukarkan dzikir kepada selawat ke atas Rasulullah. Hati begitu sayu meninggalkan kota Mekah. Sepanjang perjalanan aku sentiasa menoleh ke menara jam Mekah, jam yang senantiasa aku renungi sepanjang berada di sana. Paling menarik ialah ketika azan dikumandangkan, lampu hijau yang melingkari jam tersebut bernyala menyebabkan ia begitu menyerlah. Kali terakhir aku dapat menyaksikannya ialah jam 9.33 pagi. Waima jahitan luka di hati ini yang masih belum pulih, namun hakikatnya aku terpaksa meninggalkan Baitullah. Entah bila lagi aku akan dapat menatap Kaabah seperti beberapa hari sebelumnya. Cukup-cukuplah setakat ini, rasanya tidak tertanggung derita kerinduan terhadap Baitullah. Jam 9.48 pagi, aku menghantar pesanan SMS kepada anak -anak mengenai kedudukan kami yang sedang dalam perjalanan menuju ke Madinah. Di pertengahan jalan, aku terlihat kelibat Tuan Haji Munir dari hujung bas, membawa bakul plastik membahagikan potongan buah oren seperti yang kami rancangkan.
Jam 5.20 petang kami tiba di Hotel Al-Haram Madinah yang mempunyai 606 bilik setelah melalui hentian pertama jam 11.30 untuk solat dzohor, jam 3.10 petang di hentian untuk penyerahan sumbangan kerajaan Arab Saudi dan jam 4.30 petang di pos pemeriksaan Imigresen. Kota Suci Madinah (Yathrib) yang terletak di gunung berdataran tinggi, di persimpangan tiga lembah iaitu Lembah ‘Aql, Lembah Aqiq dan Lembah Himd, tempat di mana turunnya wahyu Quran dan hadis. Ibarat sebatang pokok, Madinah adalah pohon yang membuahkan peradaban besar bagi penduduk bumi Allah.
Aku menginap di bilik 1013 menempatkan empat sahabatku Haji Abu Taib bin Mat (Kajang Selangor) , Haji Tuan Abdullah Tuan Yussof, Haji Ishak Safie dan Haji Baharuddin Zakaria (Precient 8, Putrajaya, K. Lumpur) kesemuanya Malaysia Barat), manakala isteriku di bilik 1015. Kesemua rakan sebilikku adalah rakan sekhemahku ketika di Arafah dan Mina. Syukur Ya Allah, kerana tiada pilihan, aku yang terakhir tiba di bilik ditempatkan di katil paling hujung dekat tingkap. Hati keciku berbisik, sebenarnya lokasi itulah yang kerap menjadi pilihanku kerana jika terjaga sebelah malam, aku kerap melihat suasana damai Madinah melalui tingkap dan di tepi tingkap itulah tempat aku meletakkan barang pribadiku.
Setelah tiba, aku bersegera mandi dan mengajak isteri untuk solat asar di Masjid Nabawi. Di kiri kanan lorong laluan hotel di penuhi dengan kedai-kedai menjual pelbagai barangan. Dari sekecil kunci, barangan elektrik, kurma, dan pelbagai jubah yang menarik.Pintu 25 Masjid Nabawi adalah laluan terdekat kami untuk ke masjid.
Jarak antara hoteldengan masjid tidak sampai 50 meter. Selepas isyak, aku dan isteri bersegera balik kerana jam 9.30 malam, kami perlu menghadiri taklimat ziarah dalam. Di laluan balik, aku melalui beberapa hotel seperti Hotel Al-Mubarak, di sebelahnya ada kedai-kedai kecil menjual pelbagai dan Hotel Fairuz Al Satta, Hotel Al Ansar dan Hotel Dar Al Taqwa. Taklimat pada malam tersebut disampaikan oleh pembimbing haji yang baru yang bertugas di Madinah.
19Oktober
Jam 3.00 pagi, bangun memasak air panas di luar bilik dan mencari lokasi baru untuk sarapan pagi iaitu di depan lif yang tidak digunakan. Kebetulan ada sebuah meja bulat dan dua buah kerusi. Aku mengutus SMS kepada isteriku untuk ke lokasi bersarapan yang baru. Di meja bulat itulah kami bersarapan sebelum bergerak ke masjid. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku dan isteriku, jagalah lisanku dan izinkan aku beriktikaf di masjid-Mu”. Kami segera balik kerana pagi tersebut ada ziarah dalam. Di laluan Hotel Al-Haram, dalam suasana meriah aku menyelit di celah tetamu Rasulullah dan aku singgah membeli 10 songkok yang ada lambang Kaabah di tepinya untuk buah tangan balik ke tanah air.
Jam 6.40 pagi, tetamu Rasulullah KT 68 berkumpul di luar Hotel Al-Haram untuk bergerak ke Masjid Nabawi melalui pintu 25. Di pagi hening, jelas terasa kesyahduan berada di kota Madinah. Sebelum bergerak masuk, kami berkumpul untuk membaca doa diketuai oleh ustaz pembimbing haji. Sekali lagi kami diiringi oleh sebilangan kecil petugas haji. Usai menyampaikan salam terhadap Rasulullah dan dua sahabatnya, aku bergerak memasuki pintu Bubus Salam untuk merapat ke kawasan Raudah. Usai solat tahaiyat, aku solat hajat dan membaca doa berikut, “Ya Allah, terimalah solatku dan permudahkanlah aku untuk bersolat dan berdoa di Raudah-Mu”. Aku berjaya memasuki Raudah dan menunaikan solat sunat taubat, solat hajat dan solat dhuaa di dalamnya.
Sungguh, Allah yang Maha Pengasih mengakui bahawa hamba-Nya banyak terkhilaf dan melakukan dosa. Lalu, berulang-ulang kali dalam al-Quran mengingatkan hamba-hamba-Nya agar memohon keampunan-Nya. Dalam surah Hud, ayat 90 Allah berfirman: "Dan mintalah ampun kepada Tuhan kamu, kemudian kembalilah taat kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengasihani, lagi Maha Pengasih." Aku memanjatkan mendepakan tangan lalu memohon keampunan kepada Allah, diikuti dengan doa-doa lain untuk ketiga-tiga anakku, keluargaku serta rakan sepejabatku. Hati bagaikan disentap-sentap, sayu, sedih, syahdu dan pelbagai rasa menyelubungi seluruh jiwa dan perasaan. Hati bergetar dan sebak sukar untuk diungkap. Air mata mengalir tanda kesyukuran, kerana aku, isteri adalah antara ribuan yang sudi dijemput mengerjakan Rukun Islam ke-5 pada tahun ini. Sesungguhnya ketika itu, takungan air mata tidak dapat dipertahankan lagi. Di sebelah kananku, terdapat seorang jemaah Malaysia memegang buku doa menoleh ke arahku, kehairanan melihat aku berdoa sambil teresak-esak. Usai berdoa, aku menegurnya untuk membaca doa dalam Bahasa Melayu sahaja daripada membaca doa bahasa Arab yang belum tentu difahami isi maksudnya.
Usai dari Raudah, jam 9.45 pagi, aku mengajak sahabatku Haji Munir dan Haji Ikhsan ke Kompleks Dawwod untuk meninjau buah tangan di sana. Suasana di sini jelas berbeza dengan kota Mekah. Madinah menyimpan kehidupan umat yang dibangunkan atas tiga prinsip iaitu merahmati, menghormati dan menghargai tetamunya. Kami berselisih dengan jemaah dari pelbagai negara yang mengunjungi kompleks Dawood dengan tujuan yang sama, iaitu membeli sedikit buah tangan.
Betullah seperti apa yang dikatakan oleh Pembimbing Haji Maktab 94 Mekah, Ustaz Haji Ramli yang mengatakan, barang-barang dagangan di Madinah akan menghadapi penurunan harga kerana jemaah semakin berkurangn di penghujung musim haji. Aku sempat membeli dua jubah dengan tawaran 50 peratus. Bersama Haji Munir,aku mengajaknya untuk melihat ke aras lain untuk meninjau-ninjau pelbagai buah tangan untuk dibawa balik ke tanah air.
Di perjalanan balik, aku singgah di sederet kedai dekat Hotel Dar Al Taqwa untuk membeli sebuku roti panjang dan mantega kacang serta sebotol mayonis. Aku balik untuk makan tengah hari dan bergerak ke masjid bersama isteri dan balik usai solat Isyak. Di Madinah amat mudah untuk temujanji pertemuan kerana pintu 26 atau 25 yang kami lalui mudah dikenalpasti.
20Oktober
Rutin di Mekah diteruskan ketika berada di Madinah. Jam 3.00 pagi, aku telah siapkan sarapan untuk kami berdua. Roti dengan sapuan mayonis menjadi sarapan pada pagi itu. Jam 3.45 pagi, kami bergerak ke masjid. Sebelum itu, kami berdoa sebelum meninggalkan hotel penginapan. Usai subuh, kami balik ke hotel untuk sarapan dan bersedia untuk ziarah luar.
Jam 6.45 pagi, usai mengambil wuduk di hotel bas kami bergerak ke pasar kurma dengan bimbingan pelajar Malaysia yang berasal dari Kelantan. Usai membeli 2 kilo kurma Ajwa dan 2 kilo kurma Anbar, bas kami bergerak ke Masjid Quba. Di sana kami sempat solat dhuaa,solat hajat dan solat taubat. Aku sempat membeli empat songkok buatan Pakistan dengan kos SR30, jauh lebih murah dari tempat lain. Bas kami bergerak pula ke Bukit Uhud. Di Uhud, kami mengaminkan doa yang dibacakan oleh Mutawif pengiring dan mendengar tazkirah dan sejarah perang Uhud. Sedih dan pilu rasanya di hati ini mendengar kisah peperangan tersebut. Sempat merakam momen terpenting di Quba, Pasar Kurma mahupun di Uhud sebagai kenangan.
Usai sampai di hotel, dan selepas menyimpan kurma di bilik, kami berdua menuju ke pintu 16 untuk makan bakso dan makanan Asia di Restoran Indonesia setelah memohon bantuan pekerja Indonesia mengenai lokasi restoran berkenaan. Aku mencari ruang meja yang kosong manakala isteriku berbaris untuk memesan makanan. Suasana memang sesak tetapi kesabaran perlu diamalkan dan sifat qanaah perlu diterapkan.
Di perjalanan pulang dari masjid, aku membeli sejadah buat hadiahku untuk Surau Al-Walid Kg. Benoni, membeli tasbih sebagai buah tangan dan jubah untuk menantuku. Dapat berlama di masjid selepas itu dan balik selepas isyak, akan tetapi isteriku tidak balik kerana merebut peluang untuk ke Raudah.
21Okt
Jam 3.30 pagi, aku dikejutkan oleh isteriku untuk sarapan pagi di luar bilik hotel. Cerek berisi air panas beserta gelas, roti, gula dan susu kubawa ke ruang biasa kami bersarapan. Kami bergerakke masjid selepas itu . Jam 7.00 pagi, kami berkumpul di luar hotel untuk menunggu van ke masjid Quba kerana pahala solat di sana akan diberi ganjaran seperti pahala satu umrah. Itu ilmu yang kuperoleh semasa tazkirah dari ustaz Tabung Haji. Jam 8.04 pagi, van yang kami naiki sedia untuk bergerak ke Quba.
"Di antara satu umrah kepada satu umrah yang lain adalah penghapus dosa antara keduanya dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan syurga,"
Kesempatan berada di bumi Madinah semestinya digunakan semaksimum mungkin. Rutin harian dimanfaatkan sepenuhnya, tunaikan solat sunat, solat hajat, solat taubat, berselawat, marathon membaca Al-Quran, berdoa di Raudah dan solat di masjid Quba.
Di Quba, kami melakukan ritual ibadah, iaitu solat tahaitul masjid, solat Dhuaa, Solat Hajat dan solat Taubat. Usai berkumpul di lokasi yang dijanjikan, kami bergerak meninggalkan Quba. Sekembalinya dari Quba, kami berdua keluar untuk membeli-belah. Aku membeli jubah dan minyak wangi (Victory - keluaran Al-Rehab) SR180.00 untuk dihadiahkan kepada keluarga dan rakan-rakan apabila balik nanti. Selepas isyak, kami menuju ke pintu 16 untuk makan nasi di Restoran Indonesia. Di laluan pulang, kami terpegun menyaksikan panorama kota Madinah di waktu malam.Disinari cahaya bergemerlapan .
Ada beberapa waktu terluang, kami gunakan untuk membeli serban, menambah songkok yang ada lambang Kaabah, sejadah, tasbih sebagai buah tangan.
Beberapa kali aku lepak bersama isteri sambil makan makanan ringan di bawah payung Masjid Nabawi. Aku juga mengambil kesempatan merakam keindahan kawasan masjid dan merakam saat di mana payung masjid dibuka.
22Okt
Rutin bangun awal pagi, mandi, sarapan dan ke masjid diteruskan. Berdoa di balik pintu sebelum ke masjid sudah menjadi rutin biasa. Pagi itu aku dikejutkan oleh berita pemergian anak buah. Allahyarhamah sangat rapat dengan isteriku. Sudah tentu ia memberi kesan yang terlalu besar untuknya. Kami tergamam tanpa kata, masing-masing mengesat air mata.
Selepas subuh, aku singgah membeli nasi lemak dan sarapan di depan lif hotel sambil mengimbau kenangan bersama allahyarhamah. Isteriku mencari Whatsapp terakhir dari beliau. Sebelum jam tujuh, kami berkumpul di tepi hotel menunggu van untuk solat di Masjid Quba dan balik ke masjid selepas itu.
Di Madinah, di kiri kanan laluan pejalan kaki di dalam hotel Al-Haram terdapa kedai menjual pelbagai barangan. Aku belum berhajat untuk membuat pembelian kerana masih fokus terhadap ibadah dan taddarus Quranku yang masih belum dihatamkan. Lagi-lagilah di luar hotel, di laluan pejalan kaki antara deretan hotel, lagi banyak jualan.
Jam 9.24 pagi, selepas membeli sedikit sarapan pagi, aku bergabung dengan isteriku di bawah payung yang terbuka di luar Masjid Nabawi. Kami berbual sambil menikmati sedikit kuih yang aku beli di gerai bawah tanah sebelah Hotel Al Mubarak. Di sana sini masih kelihatan kelibat petugas haji yang berbaju merah meninjau situasi para jemaah haji sekitar kawasan masjid dan kedai berdekatan. Sekali-sekala kami bertegur ramah dan berdakapan ketika berselilih. Mereka merupakan petugas terbaik dalam menyantuni tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
Petangnya aku tidak lalu makan kerana tekak terasa loya. Malamnya aku mencari bilik Ustaz Haji Janis untuk mendapatkan air yang dibacakan ayat Al-Quran sebagai penawar.
23 Oktober (Hatam Al-Quran-Jumaat)
Aku bangun agak lewat jam 4.10 pagi. Di perjalanan balik ke Hotel Al-Haram, aku membeli sekilo jambu batu SR10 dan sekilo buah aprikot SR15. Hari ini isteriku membeli mee dan nasi lemak yang dijual di perkarangan hotel. Seperti biasa, kami bersarapan di luar bilik.
Jam 7.00 pagi kami ke Masjid Quba. Di Quba, kami melakukan ritual ibadah, iaitu solat tahaitul masjid, solat Dhuaa, Solat Hajat dan solat Taubat. Jam 9.30 pagi kami menghadiri taklimat Pembimbing Haji Madinah Ustaz Haji Hishamuddin mengenai keberangkatan balik ke Tanah Air di Kafe Hotel. Taklimat diikuti dengan ceramah agama yang menyentuh adab tetamu Allah selepas bergelar haji dan hajah. Dalam ceramahnya,beliau memohon agar pak haji dan mak hajjah memelihara kelangsungan beribadah seperti yang dilakukan semasa di Tanah Suci, menjauhi perbuatan sirik dan berperilaku yang boleh dicontohi oleh insan lain. Yang paling utama mengikut Haji Hisham ialah mengunjungi masjid untuk solat berjemaah pada setiap masa melainkan ada halangan yang tidak dapat dielakkan.
Usai taklimat, aku mengajak isteriku untuk bergerak ke pintu 16 dan makan tengah hari di restoran kegemaran kami. Kami makan nasi putih dengan soup sayur dan bakso. Selepas itu, bergerak ke masjid untuk solat dan beriktikaf hingga ke petang. Jam 4.27 petang, aku berjaya melangsaikan misi menghatam Al-Quranku di depan Raudah Masjid Nabawi. Alhamdulillah, sejuta syukur Ya Allah, Engkau beri izin kepadaku untuk Khatam di Masjid Nabawi-Mu. Aku balik selepas itu dan membeli lima serban bukan buatan China.
Selepas solat maghrib, aku berasa sedikit keletihan. Usai solat jenazah, jam 6.46 malam aku keluar meninggalkan masjid untuk bergabung dengan Tetamu Rasulullah dari Bangladesh di kawasan payung tertutup dekat tandas. Salah seorang jemaah yang faham akan situasi yang kuhadapi menyuruh aku berbaring berdekatan dengan beliau. Sebelum aku merebahkan badanku di lantai marmar, beliau sempat menunjukkan isyarat ibu jari menandakan bagus pada ketayap yang aku pakai. Sebelum azan Isyak, beliau mengejutkan aku dan mengisyaratkan aku untuk berwuduk. Aku lantas bangun lalu mencapai ketayap yang dipakainya, lalu aku menyarungkan ketayap yang kupakai ke kepalanya. Beliau memeluk kemas pinggangku mengangkat kedua-dua tangannya seolah-olah mendoakan ku. Aku pergi ke tandas dan masuk semula ke dalam masjid selepas itu.
Dalam kesesakan, aku balik ke hotel selepas solat Isyak. Kali ini aku melalui pintu yang ada jualan pelbagai jenis kurma. Kuasa Allah melangkau segala-galanya. Sesungguhnya Allah tidak ingin melihat kami kembali ke tanah air dengan hajat yang tidak tercapai. Aku terbaca senarai penerbangan pulang jemaah KT lain yang dilekatkan di dinding hotel penginapan kami. Aku terlihat nama Hajah Kamairah Mad Esa (Imigresen Putra Jaya), insan yang sangat-sangat ingin kami temui selama ini. Semenjak di Mekah hingga ke ukuf, kami terputus hubungan. Hajah Kamariah adalah orang yang bertanggungjawab menguruskan Passport kami untuk pemergian menunaikan fardu haji. Dan beliau inilah yang hendak ditemui oleh isteriku semenjak di Arafah lagi. Agaknya Allah tidak ingin melihat tetamu-Nya, balik ke Tanah Air dengan kecewa. Aku menghantar khabar gembira melalui SMS kepada isteriku, tetapi beliau masih menunggu peluang untuk bertawajuh di Raudah.
Lebih mengujakan lagi, Allah mempertemukanku dengan Hajah Kamariah dekat tangga hotel dan berbual-bual dengan beliau sambil mendail nombor telefon isteri yang tidak berjawab. Aku menunggu isteriku untuk bertemu dengan Hajah Kamariah. Isteriku tidak muncul kerana berpeluang masuk ke Raudah. Aku memberi nombor bilik isteriku dan berjanji untuk bertemu beliau jam 7.00 pagi esoknya. Hampir jam 9.40 malam, barulah isteriku muncul kami makan di luar lif hotel seperti selalunya.
24 Oktober (Sabtu)
Jam 4.15 pagi, kami turun ke masjid setelah melalaui rutin harian seperti biasa. Di luar hotel penginapan aku membeli 2 kilo buah aprikot SR30.00. Jam 7.05 pagi, kami bergerak ke Quba dan tiba di sana jam 7.34 pagi. Senerio sepanjang perjalanan mendekati perkarangan Masjid Quba di penuhi dengan tetamu Rasulullah dari Pakistan.
Sekembali dari Quba, aku membuat tukaran wang untuk kali ketiganya, RM420 dapat SR361.00. Sempat membeli jubah putih SR50.00 untuk dipakai balik ke Sabah.
Hari ini aku temankan isteriku ke kompleks Dawood untuk mencari buah tangan. Jam 12.41, sebelum zohor kami makan di Restoran Indonesia. Di perjalanan menuju ke masjid, kami cuba singgah di kedai menjual aneka jubah tetapi tidak dilayan lantaran waktu solat hampir tiba. Selepas asar, aku juga membeli 4 kilo pelbagai kurma untuk dibawa pulang disamping sekilo kurma mentah.
Balik selepas isyak dan makan malam dekat lif tingkat 10. Aku membeli tali pengikat beg dan mendapatkan bantuan Tuan Haji Munir bagi membalut dua beg besar kami. Aku tidur lewat kerana menunggu giliran menimbang barang dan mendapatkan pas menaiki pesawat oleh petugas MAS. Empat beg tidak sampai 60 kilo. Satu lagi pengurusan canggih oleh pihak Tabung Haji dimana urusan menimbang barang dibuat di hotel penginapan bukan di lapangan terbang.
25 Okt (Ahad)
Setelah melalui rutin biasa, memasak air panas, membancuh minuman dan minum bersama di luar bilik hotel, jam 3.40 pagi aku dan isteri bergerak ke Masjid Nabawi. Aku berjaya masuk ke Raudah dan keluar pada jam 4.20 pagi kerana membuka peluang kepada tetamu Rasulullah lain untuk solat di Raudah.
Hari ini lewat ke Quba kerana van sentiasa dipenuhi oleh tetamu Rasulullah. Kami berserta tiga jemaah lain ke Quba dengan kereta sapu dan balik jam 8.20 pagi. Kos pengangkutan hari itu dilangsaikan oleh seorang kenalan wanita kami. Moga Allah melipatgandakan pahala kepada insan mulia seperti beliau.
Usai balik ke kawasan hotel penginapan, aku mengajak isteriku untuk tidak terus balik ke hotel malahan berehat di bawah payung masjid. Aku membeli makanan dan minuman di aras bawah tanah bangunan Bahauddin, dan mengajak isteriku untuk lepak umpama berkelah di luar Masjid Nabawi. Aku membuka makanan dan minuman dan makan bersama-sama. Kami berkongsi cerita pengalaman masing-masing sepanjang berada di Tanah Suci dan berasa seronok memerhatikan gelagat tetamu Allah yang keluar masuk Masjid Nabawi.
Jam 9.12 pagi aku menghantar isteriku ke kawasan solat wanita dan memerhatikan kelibatnya hingga beliau tidak lagi terlihat oleh mata kasarku. Selepas itu, sku bergerak solo ke piuntu masjid bernombor 23. Usai solat tahaitul masjid dan solat hajat di luar Raudah, Masaku diisikan denga marathon zikir dan doa dann terus-terusan berdoa sambil diselangi dengan solat-solat sunat. Allah rezikikan aku untuk masuk ke Raudah selepas zohor. Hari ini aku meninggalkan Raudah dengan situasi yang teramat pilu pada jam 12.45 tengah hari. Aku memikirkan entah bila lagi aku berpeluang menatap maqam kekasih Allah seperti yang aku lakukan sepanjang berada di Madinah.
Sebagai tanda perpisahan dengan rakan setingkat, malam 25 Oktober, kami berlima penghuni bilik 1013 mengumpul dana memesan nasi mandi kambing. Malam tersebut kami makan beramai-ramai di luar bilik.
Pada jam 9.25 malam aku menemani isteriku ke masjid kerana beliau berhajat untuk ke Raudah pada malam itu. Sementara itu, aku menunggu di bawah payung masjid menikmati limpahan cahaya lampu kota Madinah yang terlalu indah pada waktu malam. Aku merenung sayu Masjid Nabawi sepuasnya sambil jejariku mengentel tasbih, namun aku masih terasa belum puas. Hotel The Oberoi Madina yang sering kutatap setiap kali berjalan pulang dari Masjid Nabawi ku renung begitu dalam. Aku berasa sungguh terpukul di kala itu. Jam 10.55 malam, kami bergerak balik ke hotel.
26 Okt (Isnin) Meninggalkan Madinah
Jam 3.28 pagi aku bergerak bersama isteri ke masjid, setelah bersarapan seperti rutin hari-hari yang sebelumnya. Apabila mendekati pagar masjid, kami membaca doa iktikaf dan doa memasuki masjid. Sempat masuk ke Raudah untuk menunaikan beberapa solat dan berdoa. Jam 4.05 pagi, aku meninggalkan ruangan karpet hijau untuk memberi peluang kepada tetamu Rasulullah lain untuk solat di Raudah.
Seperti hari-hari sebelumnya, kami ke Quba dan balik jam 8.20 pagi. Usai selesai, aku menemani isteriku untuk membeli jubah dan aku membeli sekotak pantis sebagai buah tangan di kedai berdekatan hotel penginapan. Jam 10.36 pagi, kami sepakat untuk makan di Restoran Indonesia dan masuk ke masjid selepas makan. Limpahan rahmat Allah tiada batasnya, kerana dengan kasih sayang-Nya aku berpeluang masuk ke Raudah sekali lagi pada jam 11.29 pagi.
Hari-hari terakhir di Madinah begitu menggugah jiwa ini. Setiap inci pengalaman haji, melekat terungkap nun jauh di sanubari ini. Bukan bilangan buah tangan yang aku fikirkan, tetapi sesungguhnya peluang ziarah ini meninggakan bekas yang mendalam terhadap kami. Kemesraan kami selama lebih sebulan sukar untuk diungkap, tangisan keinsafan dan tiap selawat serta dzikir kami moga menjadi taruhan kami di hari akhir nanti. Saya dapat rasakan bahawa semua tetamu Allah mengharapkan begitu.
Kedai-kedai yang menjual pelbagai barang dari kurma hingga ke jualan jubah yang ditempatkan di laluan hotel mula tidak beroperasi. Mereka menyedari bilangan tetamu Rasulullah semakin berkurangan. Di hotel Al-Haram hanya tingga dua penerbangan sahaja yang menjadi penghuninya iaitu KT 68 dan KT 69.
Tahun pemergian hajiku ialah 2019, tetapi aku berhasrat untuk menjadi tetamu Allah lebih awal kerana ingin menikmati cuti dalam perkhidmatan kerajaan (40 hari), lagipun aku berfikir, aku tahu tarikh bila aku dilahirkan akan tetapi tarikh kematian seseorang insan itu adalah rahsia Allah. Tiga tahun aku menghantar surat rayuan haji dan dua tahun berturut-turut, aku dan isteri mengikuti kursus haji (17 minggu) anjuran Tabung Haji Sabah. Selama dua tahun juga setiap selepas solat aku memanjatkan doa berikut “Ya Allah, jemputlah aku sebagai tetamu hajimu pada tahun ini, andaikata tahun ini merupakan tahun terbaik untuk aku dan isteri menunaikannya. Andai kata aku dijemput, pertemukan aku dengan rakan-rakan sebilik yang terbaik untukku dan isteriku,”
Aku berusaha untuk menunaikan fardu haji dengan menghantar sendiri passportku dan passport isteriku serta semua dokumen yang diperlukan ke Ibu Pejabat Imigresen Putra Jaya untuk diuruskan oleh Puan Kamariah. Aku menempah tiket dan berlepas ke Kuala Lumpur pada 16 September 2014. Akan tetapi, kami tidak berjaya memperoleh jemputan Allah pada tahun berkenaan.
30 Mei 2015, aku 5 sekeluarga bersama seorang menantu, menyahut jemputan Allah untuk menunaikan ibadah umrah dengan menyertai rombongan Nurmultazam Kota Kinabalu. Ibadah selama sepuluh hari tersebut aku gunakan sepenuhnya untuk memohon kepada Allah untuk dijemput menunaikan ibadah haji pada tahun berkenaan. Aku percaya anak dan menantuku juga melakukan benda yang sama.
Pada 18 Ogos 2015, aku balik awal dari pejabat kerana merasa kurang sehat. Isteriku mengajak aku ke klinik Inanam untuk mendapatkan surat suntikan vaksin untuk tujuan haji dan pada petangnya menghantar passport (3 orang - aku, isteri dan kakak ipar) melalui seorang pegawai Imigresen untuk diserahkan kepada Puan Kamairah (Pejabat Imigresen Putra Jaya). Pegawai tersebut kebetulan menjadi wakil Imigresen Sabah menghadiri mesyuarat di Ibu Pejabat Imigresen Putra Jaya. 18 Ogos, aku disahkan mengidap denggi dan dikuarintin di rumah sehingga 23 Ogos 2015.
Semenjak aku mendapat perkhabaran yang Tabung Haji telah memulakan penerbangannya ke Jeddah, hati ini tidak keruan kerana masih belum memperoleh surat panggilan haji. Sehinggalah penerbangan terakhir dari Kota Kinabalu berlepas, kami masih gagal memperoleh jemputan Allah, akan tetapi aku tetap belum mengalah, masih berdoa dan terus berdoa. Kekadang aku menghubungi sahabatku di Jeddah (Mutawif Ustaz Abdul Basid) memohon bantuannya untuk berdoa atas kami berdua.
2.Setelah mendapat jemputan Allah
Aku mendapat panggilan menjadi tetamu Allah melalui anakku pada jam 3.45 petang 11 September (12 hari sebelum wukuf - seminggu selepas sembuh sepenuhnya dari demam denggi) ketika sedang mempengerusikan mesyuarat Laporan Tahunan. Perkara pertama yang aku lakukan, membetulkan niat ke Mekah semata-mata kerana Allah. Aku turun ke surau pejabat dan melakukan sujud syukur.
Aku sedar bahawa jemputan Allah ini adalah juga berkat doa anak-anak dan para sahabatku.
Menyedari perjalanan haji adalah perjalanan ibadah, bukan tujuan makan angin atau membeli-belah, empat hari tidak terbuang begitu saja, aku mengisikannya dengan melakukan persiapan rapi dan terbaik untuk kami berdua. Kalau sebelum ini aku menghadap kiblat (ka’bah) lima kali sehari dari jarak jauh, namun dalam beberapa hari lagi, aku bakal melihat Ka’bah dengan mata kepala sendiri. Aku tidak terus balik ke rumah, tetapi bertemu isteri di Klinik Dr. Bahrin Sembulan untuk pemeriksaan kesihatan (RM170.00 untuk dua orang) dan memperoleh buku rekod rawatan jemaah haji.
Sabtu 12 September, aku mengunjungi Pejabat Tabung Haji Jalan Sembulan untuk urusan mengemaskini buku akaun, mengisi borang jawapan dan beberapa urusan lain. Aku berjumpa dengan dua orang pelajar mengaji Cahaya Kasih (Pn.
Ahad 13 Sept, aku mengunjungi rumah abangku di kampung untuk menyampaikan berita panggilan haji. Mereka tergamam mendengarkan berkhabaran tersebut. Sempat berkongsi cerita gembira bersama dua orang kakak sepupu.
14 September, aku datang ke pejabat untuk menghantar borang permohonan cuti haji dan sempat mendapatkan bantuan Ustazah Junndiah (sedang mempengerusikan mesyuarat EKSA) dan En. Saliudin (sedang mempengerusikan mesyuarat unit) untuk memohon tandatangan bagi sesuatu borang yang amat penting untuk anakku Wan Dianah yang memulakan kuliah di Universiti Malaysia Sabah pada hari tersebut (14 September 2015). Bergegas ke Jabatan Hasil untuk mendapatkan Stem Duti.
“Aku datang menyahut seruan-Mu. Aku pohon dipermudahkan perjalananku. Terimalah daku andai ia keikhlasan yang Kau terima. Ampunilah dosa-dosa ku, dosa kedua ibu bapaku, dosa anak isteriku, doa adik-beradikku, dosa guru-guru ku, dosa mereka yang pernah berjasa padaku dan aku mohon berada dalam rahmat dan kasih-sayangMu”.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, dengan inisatif seorang kenalan (Ustaz Janis Abdullah), kami berkumpul di Dewan Kuliah Usia pada sebelah malam untuk mendengar taklimat manasik haji dari Ustazah Saadiah pemilik Tadika Hadanah Semplang. Beberapa persoalan yang bermain di minda bakal tetamu Allah dapat dileraikan sejelasnya. Sekurang-kurangnya boleh mengurangkan kegusaran di hati masing-masing.
3.Aku menetapkan beberapa misi yang hendak kucapai sepanjang berada di tanah suci iaitu :
b)Memohon dimasukkan ke Syurga tanpa dihisab
c)Hatam Al-Quran di Tanah Suci
h)
i)
j) Berdoa di Multazam dan Hijir Ismail
k) Berazam untuk mengucup Hajrul Aswad
n) Berdoa di Raudah
Memohon Allah menganugerahi Haji Marbur adalah menjadi tujuan utama semua tetamu Allah yang menunaikan fardu haji, kerana peluang menunaikan haji adalah sekali bagi kebanyakkan orang barangkali berulang kali kepada sebilangan kecil orang. Oleh itu, aku perlu melakukan amalan terbaik setelah memperoleh jemputan Allah.
Antara perkara yang perlu dititikberatkan ialah memanfaatkan pengisian masa dengan melipatgandakan ibadah ketika berada di bumi Arafah, terutama selepas gelincir matahari ketika wukuf, menggandakan ibadah ketika di Mina, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Madinah.
Semasa berkhemah di Arafah dan Mina, jemaah dikehendaki memperbanyakkan doa, zikir, selawat, solat taubat, solat Dhuaa, solat Tahajud, solat witir dan membaca Al-Quran. Jika anda mendapati jemaah bersembang kosong, carilah ruang kosong di luar khemah atau berlindung di balik pokok untuk membaca Al-Quran, berzikir dan berdoa. Andaikata anda hadir ke sana bersama pasangan, ajaklah pasangan anda untuk melakukan ritual tersebut. Ketahuilah, selepas gelincir matahari hingga menjelang maghrib, Allah membuka pintu langit untuk tetamunya memohon doa, berdoalah sepuasnya, moga Allah akan memakbulkan doa anda.
b)Memohon dimasukkan ke Syurga tanpa dihisab
Setiap kali selepas solat ketika berada di Tanah Suci, jangan rasa malu-malu untuk berdoa. Sebelum berdoa, aku mulakan dengan beristigfar, membaca selawat dan membaca surat Al Fatihah. Adab berdoa yang aku amalkan, mendahulukan doa-doa memohon ampun dosa yang bertimbun, memanjatkan rasa sejuta syukur kerana dijemput menjadi tetamu Allah untuk menunaikan haji, memohon agar diterima haji sebagai haji yang mabrur, memohon diterima masuk ke Syurga Allah tanpa dihisab, mohon dihimpunkan bersama kedua ibu bapa anak isteri cucu cicit, keluarga, sahabat handai, jiran-jiran dan guru-guruku di Syurga dan berdoa agar dijemput menjadi tetamu Allah pada kunjungan yang akan datang. Diikuti dengan
c)Hatam Al-Quran di Tanah Suci
Adalah menjadi hasratku untuk hatam Al-Quran ketika berada di tanah suci. Bawalah terjemahan Al-Quran bagi memudahkan melunaskan misi ini, kerana boleh dibaca tanpa wuduk. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah, keluar dari khemah untuk mencari ruang terbuka dan di bawah pokok ketika berada di Arafah. Syugia ketika berada di bumi Arafah dan Mina penggunaan tandas adalah cukup terhad.
Semasa berada di khemah Mina, aku gunakan peluang membaca Al-Quran selepas solat, kerana tiada ruang terbuka seperti Arafah. Ketika berada ke Mekah, marathon membaca Al-Quran kuteruskan. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah bergabung dengan jemaah dari negara lain seperti Pakistan, India atau Bangladesh kerana ketika bersama mereka tidak banyak kata sembang yang dibualkan, masing-masing membawa haluan sendiri (pengajaran yang aku peroleh melalui buku Travelog Haji tulisan Prof. Dr. Muhd Kamil). Sembang ringkas yang biasanya ialah, “Saya India, awak dari mana”. Jika kita memilih ruang jemaah Malaysia dan Indonesia, sudah pasti sembang kita akan berpanjangan. Kita akan mendepani pelbagai soalan lazim seperti, datang dengan pesawat mana, tinggal di hotel mana, dari negeri mana, mendarat di mana dan pelbagai soalan yang kesemuanya memerlukan jawapan pasti. Saya bersyukur pabila dapat menghatam akhirnya, iaitu ketika berada di Madinah.
Sebaik-baik saja pesawat mendarat di Jeddah, aku memulakan misi zikir dengan target tertentu. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah berzikir ketika ada kesempatan seperti dalam perjalanan dari hotel ke masjid, selepas solat, sementara menunggu isteri membeli-belah, dan di bilik hotel ketika hendak tidur.
Dari Abu Hurairah R.A meriwayatkan bahawa baginda Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa banyak berzikir kepada Allah, sesungguhnya dia akan terhindar dari sifat munafik.
(HR Tabrani, Jami' Saghir)
Sebaik-baik saja menaiki bas menuju ke Madinah, aku menukar dari zikir kepada selawat dengan target tertentu. Cara pelaksanaan yang aku lakukan ialah berselawat di sepanjang perjalanan dari Mekah ke Madidnah. Selawat kuteruskan ketika ada kesempatan seperti dalam perjalanan dari hotel ke masjid, selepas solat, sementara menunggu isteri membeli-belah, di bilik hotel ketika hendak tidur dan pada sebarang kesempatan dan peluang.
Semenjak dari rumah kediaman, aku telah membawa beberapa babat wang Malaysia untuk tujuan bersedekah di tanah suci. Setelah wang Malaysia habis, aku menggunakan Rial Arab Saudi dengan melaksanakan misi menukar duit SR 10 kepada SR 1 dengan pembersih yang memakai uniform hijau dengan lisan berikut. “Saya mahu menukar SR10 kepada SR1, saya bagi kamu SR10 tetapi kamu hanya perlu bagi saya SR 9.” Bermaksud kita sedekahkan SR1 kepada orang yang kita buat tukaran wang tadi.
Daripada Abu Said al-Khudri daripada Nabi, Baginda bersabda, “Sedekah yang tersembunyi itu memadamkan kemurkaan Tuhan. Silaturahim menambahkan keberkatan umur. Perbuatan baik dapat memelihara daripada bencana keburukan.”
Bagi saya, adalah satu kerugian kepada kita jika kita masuk ke masjid tanpa niat iktikaf. Akan tetapi jika kita hafal niat memasuki masjid, nescaya niat iktikaf akan datang secara automatis sepertimana lazimnya kita menghafal niat ketika hendak masuk ke tandas, niat sebelum makan, niat selepas makan, niat selepas sebelum tidur, niat selepas bangun tidur dan niat sebelum memulakan perjalanan.
Sepanjang berada di Mekah, buatlah umrah sekerap mungkin. Kumpullah seberapa banyak jemaah untuk menaiki teksi atau van. Kos sebuah teksi biasanya SR 100 sebuah untuk pergi ke Tanaim dan balik ke Masjidil Haram, ataupun SR 10 seorang bagi kos pengangkutan pergi balik menaiki van. Bawalah ke Tanah Suci dua pasang kain ihram agar boleh dicuci dan dipakai silih berganti. Niatkanlah umrah tersebut untuk keluarga kita yang telah pergi terlebih dahulu dari kita, terutama ibu bapa kita.
i)
Dua tiga hari selepas hari tasyrik, sememangnya situasi di dataran Kaabah begitu sesak, akan tetapi yakinlah sebagai tetamu Allah pasti kita akan beroleh tempat untuk melakukan tawaf. Andai dataran Kaabah sesak, kita masih mempunyai pilihan lain untuk bertawaf, sama ada di lingkungan bulatan Mataaf bertingkat atau di bangunan Masjid mahupun di atas masjid kawasan yang tidak berbumbung. Janganlah berkira dengan Allah, hanya ingin bertawaf di kawasan yang dekat sahaja. Carilah pengalaman bertawaf di kawasan lain, kerana selama ini Allah tidak pernah berkira melabuh kurnianya kepada kita.
Allah berfirman bermaksud “barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik lelaki mahupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …. “
(
j) Berdoa di Multazam dan Hijir Ismail
Hijir Ismail adalah kawasan sempit tempat makbul doa yang mempunyai satu pintu untuk jemah keluar masuk. Sebelum tawaf, lakukanlah solat hajat terlebih dahulu untuk memohon dipermudahkan perlaksanaan tawaf dan berdoalah agar Allah memberi peluang kepada kita untuk memasuki Hijir Ismail. Setiap kali melewati Rukun Yamani, angkatlah tangan dengan doa berikut, “Ya Allah ampun dosa-dosaku, berilah aku kesejahteraan hidup dunia dan keselamatan di hari akhirat serta sesungguhnya aku ingin memasuki Hijir Ismail pada hari ini. Bantulah aku Ya Allah, aku ini insan kerdil yang tiada apa-apa. Segala kekuatan hanya milikmu, Ya Allah.” Selepas tawaf, di pusingan kelapan cubalah merapatlah sedekat-dekatnya dengan Hijir Ismail seterusnya menyelit masuk ke dalamnya. Berdoalah sahaja andaikata tetamu Allah begitu ramai dan sesak, solat sunatlah jika situasi mengizinkan untuk anda melakukannya.
 |
| Hijir Ismail dari pandangan atas |
k) Berazam untuk mengucup Hajrul Aswad
Adalah menjadi cita-cita untuk setiap tetamu Allah untuk mengucup Hajrul Awad, akan tetapi jika situasi tidak mengizinkan, kuburkan sahaja hasrat tersebut. Suasana di kawasan tersebut di musim haji amatlah padat.
Lipatgandakan solat anda ketika berada di Mekah . Oleh kerana di sana tiada waktu tahrim (larangan bersolat), manfaatkan solat anda. Perbanyakkan solat taubat, solat hajat, solat dhuaa, solat tahajud, solat witir, solat qadha dan solat tasbih jika mampu. Jangan terburu-buru melakukan solat sunat baadiah selepas setiap solat fardu. Nantikan iqamat untuk solat jenazah. Ikutlah solat jenazah untuk mendapat satu qiraat pahala. Satu qiraat bersaman dengan panjangnya Bukit Uhud. Apalah gunanya solat sunat yang terburu-buru dan sudah tentu hati fikiran kita terganggu sehingga bersolat tidak khyusuk, andaikata ketika solat sunat tiba-tiba muazim melaungkan iqamat untuk solat jenazah. Usahakan juga untuk melipatgandakan solat ketika berada di Madinah.
Daripada Abu Hurairah R.A katanya, Bahawa Rasulullah SAW bersabda: Perbaharuilah iman kamu. Para sahabat bertanya ; Wahai Rasulullah SAW bagaimana kami memperbaharui iman kami? Baginda bersabda : Perbanyakkanlah mengucap kalimah La illaha illallah.
(H.R Ahmad, Tabrani,
Akhirkan setiap solat dengan ucapan kalimah di atas.
Lakukanlah puasa sunat Isnin dan Khamis jika mampu berbuat demikian. Berpuasalah selepas selesai mengerjakan haji, jangan berpuasa sebelum selesai mengerjakan haji kerana kita hendak menggumpul tenaga dan menjaga kesihatan sebelum berukuf.
n) Berdoa di Raudah
Raudah adalah kawasan sempit tempat makbul doa. Kawasan karpet hijau ini adalah merupakan taman-taman Syurga. Jika kena dengan caranya, amat mudah memasuki kawasan tersebut. Sekitar jam 2.00 pagi kawasan tersebut mudah untuk dirapati. Jika selepas zohor, bersedialah di kawasan kanan Raudah. Lakukanlah solat hajat terlebih dahulu untuk memohon dipermudahkan memasukinya. Insya Allah, Allah akan membuka ruang untuk anda.
 |
| Raudah, ruang karpet hijau di Masjid Nabawi Madinah |
4. Menjaga lisan
Semasa di Tanah Suci, jemaah perlu menjaga lisan kerana lidah itu lebih tajam dari pedang. Ini adalah untuk menjaga hubungan sesama jemaah. Di sana, akan muncul beberapa ustaz yang kurang bertauliah. Jika menghadapi sebarang masalah, berjumpalah dengan ustaz yang bertugas sebagai pembimbing haji. Setiap kali sebelum meninggalkan hotel menuju ke masjid, bacalah doa berikut, “Ya Allah, aku ingin beriktikaf di masjid-Mu. Selamatkanlah aku dalam perjalanan ini, jagalah lisanku dan peliharalah kebersihan pakaian dan badanku.” Tambahkanlah doa seperti berikut jika berhajat “Ya Allah, permudahkanlah aku untuk memasuki Raudah-Mu.” Sekadar contoh dan bacalah doa masuk masjid “Ya Allah. Ampunkan dosaku bukakan bagiku pintu rahmat-Mu untukku”
Semasa di Tanah Suci, jemaah perlu menjaga lisan kerana lidah itu lebih tajam dari pedang. Ini adalah untuk menjaga hubungan sesama jemaah. Di sana, akan muncul beberapa ustaz yang kurang bertauliah. Jika menghadapi sebarang masalah, berjumpalah dengan ustaz yang bertugas sebagai pembimbing haji. Setiap kali sebelum meninggalkan hotel menuju ke masjid, bacalah doa berikut, “Ya Allah, aku ingin beriktikaf di masjid-Mu. Selamatkanlah aku dalam perjalanan ini, jagalah lisanku dan peliharalah kebersihan pakaian dan badanku.” Tambahkanlah doa seperti berikut jika berhajat “Ya Allah, permudahkanlah aku untuk memasuki Raudah-Mu.” Sekadar contoh dan bacalah doa masuk masjid “Ya Allah. Ampunkan dosaku bukakan bagiku pintu rahmat-Mu untukku”
5. Tidak mengaibkan Tanah Suci (Pesanan Habib Ali - Mutawif Indonesia yang bermastautin di Mekah)
Semasa berada di Tanah Suci dan selepas balik ke tanah air, kawallah lisan kita dari menceritakan keburukan atau kelemahan di dua kota suci Islam kepada orang lain. Menceritakan apa-apa kelemahan membawa maksud kita mengaibkan kota suci tersebut. Biarlah kelemahan itu menjadi rahsia masing-masing. Ia perlu dipertahankan sampai bila-bila. Sesungguhnya, keistimewaan berada di dua kota suci itu melebihi segala-galanya.
6. Lain-lain perkara yang aku lakukan
a)Bersangka baik terhadap ALLAH dalam semua situasi yang kita hadapi semasa berada di Tanah Suci.
Kasih sayang Allah mendahului kemurkaan-Nya. Allah terlalu menyayangi hamba-hamba-Nya, lihat saja bacaan Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penayayang. Sesuatu yang berlaku di tanah suci adalah dengan kehendak-Nya, oleh itu kita perlu bersangka baik dengan Allah. Andai kita ditimpa penyakit sekali pun, berkemungkinan ada rahmatnya. Mungkin Allah ingin mengurangkan dosa kita. Oleh itu, andai anda sakit berdoalah, “Ya Allah, aku mohon semoga engkau kurangkanlah dosa-dosaku dengan penyakit yang kualami ini, “ bukan berdoa, “Ya Allah, aku mohon sembuhkanlah penyakitku ini.” Solat taubat adalah pengubat segala penyakit. Lakukanlah solat
b)Ikutilah ceramah anjuran pihak Tabung Haji kerana ia banyak membantu.
Sepanjang berada di Madinah dan Mekah, Tabung Haji sering mengadakan ceramah dan taklimat, jangan ketinggalan untuk menghadiri taklimat tersebut. Daripada kita berseliweran tidak tentu arah, lebih baik kita luangkan masa untuk mendengar ceramah. Ceramah biasanya mengenai manasik haji dan lain-lain yang berkaitan seperti tawaf, saie, tahalul, miqat, ukuf, jamrah, ziarah Rasululah dan taklimat wida serta taklimat perjalanan.
c)Semasa naik teksi, pastikan lelaki masuk dahulu manakala ketika keluar teksi pula lelaki keluar kemudian.
Nasihat dari hasil pembacaanku dari buku lain, ialah menjadikan amalan ini ketika menaiki teksi di tanah suci. Bukan syak wasangka, tetapi kita hendaklah beringat dengan pesanan orang yang terdahulu. Rata-rata pemandu teksi di sana adalah bukan warga Arab, tetapi mereka yang datang dari Bangladesh dan lain-lain Negara.
d)Banyakkan istigfar dan solat taubat, terutama pabila kita merasakan telah melakukan sesuatu kesilapan sepanjang berada di sana.
Ketika di tanah suci, lakukanlah solat yang jarang-jarang kita lakukan di tanah air seperti solat taubat, solat kabliah dan baadiah, solat hajat, tasbih, solat dhuaa, tahajud, witir, solat wuduk dan solat-solat lain. Beristigfarlah seberapa yang terdaya dan lakukan setiap selepas sesuatu solat.
Jika kita berada di bilik hotel, saya yakin kebanyakan masa kitaa gunakan untuk bersembang. Andai rakan sebilik kita memahami situasi kita, kadangkala kita dikunjungi oleh tetamu dari bilik lain. Jika kita tidak melayan mereka, nanti lain pula ceritanya. Oleh itu, lebih baik kita mengambil jalan selamat iaitu melebihkan masa berada di masjid (berlama di masjid). Antara kerenah rakan sebilik yang biasa kita lalui ialah membanding harga antara barangan yang dibeli, menyusun barang setiap kali melakukan pembelian dan menyemak senarai nama keluarga yang hendak dihadiahi buah tangan.
Akan tetapi ini tidak berlaku kepada rakan sebilik saya sama ada ketika di Mekah mahupun di Madinah. Mereka merupakan rakan yang terbaik buat saya. Sesungguhnya Allah memakbulkan doa saya semenjak di tanah air iaitu mohon dipertemukan dengan rakan sebilik yang terbaik
f)Jika hendak tidur di masjid, pastikan berdekatan dengan tempat berwuduk bagi memudahkan pergerakan.
Sukacita dimaklumkan, di musim haji bilangan tetamu Allah terlalu ramai. Jika kita berada jauh dengan kedudukan tandas, pergerakan kita untuk pergi dan kembali dari tandas mengambil masa yang agak lama. Oleh itu, jika ini berlaku, kita terpaksa akur untuk solat di luar masjid.
g)Sebelum menunaikan hajat, pastikan tandas mempunyai air
Perkara ini berkaitan dengan penggunaan tandas di tengah perjalanan. Penyelesaian berkesan ialah membawa sebotol air (bukan air zam-zam) ke mana-mana sahaja kita pergi.
h)Jika masuk ke tandas samaada di Mekah atau Madinah, pilihlah kawasan tandas tingkat paling bawah, pasti banyak yang kosong
Adalah menjadi lumrah manusia untuk memilih jalan mudah iaitu memlilih kawasan dekat sedangkan ada lagi kawasan lain yang tidak perlu menunggu giliran yang agak lama. Tandas di Mekah dan Madinah mencukupi untuk melayan keperluan tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
Lapan hari berada di Madinah merupakan masa terbaik untuk anda mengunjungi Masjid Quba setiap hari kerana pahala bersolat di dalamnya sama dengan nilai pahala sekali umrah. Carilah rakan seteksi atau van untuk ke sana dengan kadar SR 10 seorang. Berwuduk di hotel dan lakukan solat tahiyat, solat dhuaa, solat taubat dan solat hajat, sebelum kembali ke hotel.
Berada di bumi yang diberkati ini memerlukan kita fokus dalam ibadah seharian. Diantara sikap dan mentaliti yang utama yang perlu kita terapkan adalah sifat sabar dalam banyak perkara terutama hubungan dengan tetamu Allah kerana di sinilah kita akan berjumpa dengan sekalian manusia dari seluruh pelusuk dunia dengan pelbagai ragam menurut adat serta peradaban mereka.
Sifat sabar ini merangkumi semua aspek terutamanya apabila kita mula menjejakkan kaki kita di Lapangan Terbang Jeddah atau Madinah, cara layanan kaunter Imigresen, makanan yang kita makan, sikap masyarakat Arab yang kadangkalanya kasar dan kadangkalanya sombong, adab-adab di dalam masjid yang kadangkala menguji kesabaran kita. Jika kita meluat melihat tingkahlaku orang lain, mungkin juga orang lain meluat dengan sikap kita. Jauhilah sikap suka merungut akan sesuatu yang berlaku ketika berebut menaiki lif hotel, ketika di Hijir dan tika di Raudah. Anggaplah ia sebagai ujian dari Allah SWT yang mahu melihat akan tahap kesabaran kita. Sekiranya kita tersedar dari perkara-perkara ini, berisgtifarlah dan memohon keampunan dariNya dan solat taubat cepat-cepat.
7. Peta perjalananku (16 September - 26 Oktober 2015 / Dzulhijjah 1436 H
(31 di Mekah 8 hari di Madinah)
Sebelum berlepas dengan pesawat ke Kuala Lumpur pada 6.30 petang 16 September dengan pesawat Air Asia AK 5133, aku menunaikan solat musafir. Usai meninggalkan rumah, aku himpunkan anak dan isteriku kecuali anak sulungku yang sedang berkursus di Kuala Lumpur, untuk berdoa “Ya Allah, selamatkanlah aku dan isteriku dalam perjalanan ini, dekatkanlah kami dari kejauhannya. Peliharalah kesihatan kami di sepanjang perjalanan, sehat semasa berada di Tanah Suci dan sehat selepas balik dari Tanah Suci serta engkau pelihara dan lindungilah keselamatan anak-anak yang aku tinggalkan.” Anak-anak sepakat menghulurkan Rial Saudi kepadaku dan ibu mereka (SR 1,025.00 dan SR 1,000.00). Usai menyerahkan RM1,050.00 untuk tiket penerbangan Kota Kinabalu - Kuala Lumpur kepada anak Hajah Zaleha, aku dan isteri mengikuti barisan panjang dengan perasaan teruja. Isteri sempat menyantuni kakitangan sepejabatnya yang kebetulan dalam penerbangan yang sama untuk bertugas di Kuala Lumpur. Di dada pesawat, aku duduk di kerusi 19F manakala isteriku di kerusi 19E. Aku begitu fokus berdoa agar perjalanan haji kami licin dan mendapat redha-Nya.
Jemaah haji pergi ke tanah suci Mekkah dan Madinah hanya berbekal barang-barang terbatas. Di tanah air masing-masing mereka memiliki keluarga, rumah, kendaraan, kebun, ladang dan sebagainya. Tetapi, ketika berhaji, semua itu ditinggalkan. Mereka pergi dengan hanya berbekal beberapa helai pakaian dan keperluan tertentu. Ini gambaran kecil bahwa ketika meninggalkan alam ini, manusia juga tidak membawa apa-apa. Meninggalkan sanak saudara dan kesemuanya kecuali amal ibadat, anak soleh, sedekah dan ilmu yang dimanfaatkan.
Kami berenam (saya, isteri, Hjh. Zaleha, Hjh Saimie, Hjh Halimah dan Haji Janis Abdullah) disambut oleh keluarga Hajah Zaleha di KLIA dan membawa kami dengan dua buah kereta ke Kompleks Haji Kelana Jaya. Sebenarnya, ada disediakan perkhidmatan pengangkutan (bas) untuk membawa jemaah dari KLIA ke Kelana Jaya. Keadaan di Kompleks Haji Kelana Jaya dipenuhi oleh jemaah yang sedang menunggu keberangkatan ke Tanah Suci. Lebih kurang jam 11.15 malam, kami mendapat perkhabaran untuk berlepas dengan KT 68 keesokkan harinya serta diminta untuk melapor diri pada jam 8.30 pagi. Aku menginap di bilik 111 bersama Ustaz Janis Abdullah di sebuah hotel di Kelana Jaya selepas makan malam. Isteriku bersama kaka ipar dan Hjh Saimie menginap di bilik lain di hotel yang sama.
17 Sept 2015. (Khamis) Berlepas dari KLIA 6 hari sebelum Wukuf
Seawal jam 8.30 pagi semua tetamu Allah berhimpun di Kompleks Haji Kelana Jaya bagi mendapatkan tiket penerbangan, lencana, passport, beg sandang, beg galas yang mengandungi (sejadah kuning sumbangan Maybank, minyak angin, vitamin, ubat rekahan kaki serta beberapa buku panduan) dan gelang. Di tiket penerbanganku jelas tertera aku duduk sebaris dengan isteriku 49 H dan 49 G. Pada lencanaku terdapat catatan nombor bas nombor 7, nama hotel di Mekah dan nombor biliknya sekali serta catatan Maktab 94. Alhamdulillah, setelah menyemak belakang lencanaku, aku memanjatkan setinggi rasa syukur kerana ditakdirkan oleh Allah aku menginap di aras yang sama dengan isteriku dan dengan kedudukan bilik yang berdekatan 1508 dan 1509. Kami juga diberi beberapa pelekat (stiker) yang tercatat nama, nombor maktab, nombor bas dan nombor bilik di Mekah untuk dilekat ke beberapa beg masing-masing. Sebelum penerbangan, aku menukar pakaian biasa kepada kain ihram. Usai sunat solat ihram, aku pergi ke kaunter kali ke-2 untuk menukar gelang yang kurang selesa yang aku dapat sebelum ini.
Makan tengah hari kami juga diuruskan oleh keluarga Hajah Zaleha. Aku bergerak ke surau untuk memakai kain ihram. Usai memakai kain ihram, dua helai kain putih yang tidak berjahit, tergambar situasi ketika kita berada di Padang Masyar nanti. Tiada yang membezakan taraf kita, berpangkat mahupun berdarjat, semuanya serupa.
Kami bersama bagasi masing-masing, diarah berbaris menuju ke kaunter pendaftaran di Kompleks Tabung Haji untuk mendapatkan pas berlepas. Kakitangan Tabung Haji (TH) memeriksa kad kesihatan dan lencana kesemua tetamu Allah. Usai melalui pemeriksaan keselamatan, bagasi kami diangkut oleh petugas TH ke dalam bas yang disediakan. Semua urusan berjalan dengan lancar lantaran kecekapan petugas TH Malaysia yang diiktiraf sebagai antara yang terbaik di dunia.
Jam 3.20 petang, bas membawa jemaah berlepas ke Lapangan Terbang dengan diiringi oleh polis trafik tanpa berhenti waima melalui lampu trafik. Hati mula terdetik betapa kami disantuni dengan begitu hormat, kerana bas kami menyusuri terus ke Lapangan Terbang Antara Bangsa Kuala Lumpur. Aku memerhatikan, di setiap lampu trafik, ada kalangan warga yang menaiki pelbagai kenderaan melambai-lambaikan ke arah kami. Di laluan kami, aku sempat memerhati beberapa pesawat yang bersaiz besar menghiasi landasan terbang tersebut. Jam 5.38 petang, kami telah melabuhkan punggung kami di kerusi masing-masing di dalam pesawat. Jam 6.25 petang, pesawat Airbus 380-800 MH 8098 yang membawa 489 tetamu Allah berlepas meninggalkan Kuala Lumpur. Tidak banyak ungkapan lisan semasa di dada pesawat, melainkan membelek-belek buku panduan haji dan sesekali membetulkan kain ihram yang aku pakai. Aku sekadar tidur-tidur ayam dan sukar untuk melelapkan mata. Tarbiah dibaca antara dengar dan tidak, risau andai menganggu jemaah lain. Minuman dan makanan diedarkan silih berganti, namun seleraku masih terbatas. Berulang kali dihidangkan makan dan minum oleh paramugara bernama Jesrin yang sungguh ramah dan prihatin. Dari celoteh riangnya, beliau mengatakan yang sepatutnya mereka berehat, tetapi diarah bertugas untuk menyantuni tetamu Allah menunaikan Rukun Islam ke-5.
Setelah pesawat mendekati Qarnul Manaazil – Lebih kurang 94 KM dari Makkah atau lebih kurang setengah jam perjalanan sebelum kapal terbang mendarat di Jeddah, aku mendengar pengumuman meminta semua jemaah berniat umrah bagi mereka yang mengerjakan Haji Tammatu' dan berniat haji bagi mereka yang mengerjakan Haji Ifrad. Miqat ini adalah untuk jemaah yang terus ke Mekkah. Hati ini berbunga-bunga, terasa diri yang banyak dosa ini dengan izin-Nya, atas jemputan-Nya, dapat menjejakkan kaki ke Tanah Suci. Atas izin Allah, setelah mendarat dengan selamat di Jeddah, aku segera memutarkan jarum jam tanganku mengikut waktu Arab Saudi. (lewat 5 jam dari waktu di tanah air).
Pesawat mendarat pada jam 10.00 malam waktu Saudi. Kami diarah bergerak ke kaunter Imigresen tanpa menghiraukan bagasi yang diurus oleh kakitangan Tabung Haji. Dalam barisan yang panjang, aku dan isteri berjaya melepasi pemeriksaan Imigresen Arab Saudi jam 1.05 pagi. Aku mencari lokasi tandas untuk berwuduk bagi menunaikan qada solat yang tertinggal dan sujud syukur di surau airport Jeddah. Tetamu Allah diurus oleh petugas Tabung Haji, dihimpunkan di suatu kawasan dan diatur mengikut nombor bas. Rata-rata tetamu Allah begitu teruja waima dalam keletihan kerana penerbangan jauh. Lantaran tidak dapat melawan rasa mengantuk, aku menghamparkan tikar plastik hijau yang dibekalkan oleh Tabung Haji dan merebahkan badan untuk tidur seketika.
Pagi 18 September (Jumaat) Tiba di Mekah 5 hari sebelum Wukuf
Usai selesai urusan di Airpot Jeddah, tetamu Allah disantuni menggunakan pembesar suara oleh petugas Tabung Haji untuk menaiki bas mengikut giliran masing-masing. Beg yang bersaiz besar diangkat oleh warga Afrika yang telahpun diupah oleh Tabung Haji. Aku melihat mereka menaikkan beg tersebut ke atas bas yang akan kami naiki. Jam 5.05 pagi (lebih 7 jam di Lapangan Terbang), bas no 7 yang kami naiki, bergerak meninggalkan Jeddah menuju ke kota suci Mekah. Jam 6.05 pagi, kami diberhentikan di suatu hentian. Petugas haji mengedarkan bungkusan berisi kurma, makanan ringan dan sebotol air zam-zam.
Aku adalah antara ribuan tetamu Allah yang beruntung dan bersyukur atas kecekapan pengurusan Tabung Haji kerana pengurusan yang teramat cekap. Tidak hairanlah seluruh dunia mengagumi pengurusan mereka yang menjadi teladan kepada negara-negara lain. Kami disambut ramah oleh petugas Tabung Haji yang begitu prihatin. Usai turun bas, aku melihat situasi keliling dan aku dapat melihat dengan jelas menara jam Mekah yang tersergam di depan mataku. Maktab kami dihuni oleh seramai 3,200 orang tetamu Allah. Urusan penyerahan kunci tidak diperlukan kerana kami telah dimaklumkan yang kunci bilik ada di bilik masing-masing. Aku dan isteri sepakat untuk naik ke tingkat 15 untuk mencari bilik masing-masing. Aku orang yang pertama memasuki bilik dan memilih katil sebelah kiri. Aku sujud syukur di bilikku dengan mata bergenang dan pipi berlinang dengan air jernih yang jatuh menitis tanpa dipinta.
 |
| Merakam kenangan di luar Hotel Burj Al Haram |
Syukur dan sangat bersyukur kerana jarak hotel ke Masjidil Haram tidaklah terlalu jauh waima kami adalah dari Muasasah. Kami boleh memilih jalan biasa yang sedikit menurun ketika ke masjid dan sedikit menaik ketika balik ke hotel atau melalui terowong yang jalan keluarnya betul-betul di hadapan Kompleks Safwah.
Tetamu Allah tidak dibenarkan keluar solat Jumaat di Masjidil Haram kerana situasi yang begitu padat. Aku berehat di lobi hotel bersama isteri sambil membaca beberapa maklumat penting yang dilekatkan di papan kenyataan termasuk bayaran dam. Lobi hotel kami dilengkapi dengan kaunter telefon TM, pejabat Tabung Haji (yang tidak pernah kosong - sering ada petugas Tabung Haji mengisi pejabat tersebut), pejabat pengeluaran wang yang dibuka mengikut tarikh yang dicatatkan, Televisyen, dan Pos Laju Malaysia. Hotel kami juga ada kemudahan Klinik Tabung Haji di Tingkat 6, Kafeteria di tingkat 4, surau di tingkat 1 dan Bilik Barakah yang tidak aku ketahui di tingkat berapa.
Aku ke surau hotel dan dapat memerhati melalui jendela surau tetamu Allah berbondon-bondon menuju ke masjid. Aku mula melakukan misi yang keduaku iaitu membaca Al-Quran selepas solat dzohor.
Jam 3.26 petang, aku menemui pegawai akaun Tabung Haji untuk membayar Dam Haji Tamattu' SR 445.000 (RM431.65), ketika pejabat lengang, namun petugas Tabung Haji berada di beberapa lokasi untuk menyantuni tetamu Allah. Jam 4.30 petang, jemaah KT 68 (lebih 400 orang) dibawa ke masjid dengan diiringi oleh pembimbing haji dan beberapa petugas haji yang memakai baju T berwarna merah serta pembawa nombor Maktab 94 yang mengepelai rombongan kami. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perlaksanaan tawafku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai bertahalul nanti.” Oleh kerana kami tiba dengan jumlah yang ramai, petugas masjid tidak membenarkan kami ke kawasan dataran Kaabah, melainkan diarah ke lantai atas yang tidak berbumbung (pintu 91). Usai solat maghrib, aku menoleh ke belakang, merhatikan laluan turun yang dikawal rapi oleh petugas masjid. Andai mereka yang menuju ke laluan dalam bilangan yang agak ramai, petugas akan menghalang tetapi jika jemaah yang ke laluan turun dalam bilangan yang kecil, mereka tiada halangan. Dalam situasi yang berbelah bagi, risau dikatakan mementing diri sendiri, aku berdoa dan membulatkan tekad lantas mengajak isteriku untuk berpisah dengan kelompok KT 68 yang ramai lalu turun ke dataran Kaabah berdua. Alhamdulillah, dengan izin-Nya, kami melepasi petugas tanpa mendapat halangan. Dalam kesesakan, kami berjaya menyelinap ke dataran Kaabah. Aku menetapkan tempat pertemuan di lokasi lampu hijau untuk tawaf selepas solat Isyak. Usai solat Isyak, dalam kepayahan yang padat oleh para Dyufurahman, akhirnya aku bertemu dengan isteriku. Aku dan isteri bersegera ke dataran Kaabah untuk memulai tawaaf dalam situasi yang amat sesak
Aku berniat tawaf umrah manakala isteriku berniat tawaf Qudum. Dalam kesesakan aku beristilam dalam suasana berbaur antara sedih, teruja dan gembira. Di lautan manusia, aku dan isteriku adalah antara tetamu Allah yang bertawaf dengan penuh khyusuk. Apa yang berlaku pada saat tawaf adalah gambaran kecil daripada keadaan yang akan ditempuh ketika berada di akhirat nanti. Pada saat itu, manusia tidak dapat bergantung kepada orang lain. Hanya amal dan pertolongan daripada Allah dan syafaat Rasulullah yang dapat membantu. Setiap kali melintasi pintu Kaabah, aku tidak melepas pandanganku ke arahnya. Aku kagum dengan pintu yang dikatakan diperbuat dari 280 kilo emas dengan nilai dikatakan USD 3.5 juta. Air jernih membasahi pipi insan sekerdil kami berdua. Dengan rahmat dan kasih sayang Allah, kami dapat menghabiskan tawaf tersebut waima pergerakan amat terbatas lantaran kepadatan para Duyufurahman.
Selepas berdoa di Multazam, kami beredar ke kawasan Saie. Alhamdu lillah, dengan rahmat Allah, aku dapat menyelesaikan saie umrah manakala isteriku melunaskan saie hajinya. Hanya aku seorang sahaja yang bertahalul kerana suriku memilih Haji Ifrad. Kini aku tidak terikat dengan 13 larangan ihram.
Dalam suasana yang sesak dengan tetamu Allah, kami menyelit bergerak balik ke hotel sambil berpegangan tangan.
19 September Sabtu (4 hari sebelum wukuf)
Jam 2.00 pagi, aku dikejutkan oleh rakan sebilik yang belum sempat menyempurnakan tawaf dan Saie mereka kelmarin. Aku tidak perasan, sewaktu memasuki bilik malam semalam, lampu telah ditutup dan rakan sebilik telahpun tidur. Rupa-rupanya rakan sebilikku tidur dengan kain ihram.
Walaupun diarah berhimpun jam 3 pagi di lobi hotel, tetapi aku mengajak beberapa tetamu Allah (sembilan orang) dari Tawau dan beberapa orang jemaah lain untuk tidak menunggu jemaah lain. Aku meminta agar kami tidak terpisah selama mengerjakan tawaf dengan berpaut sesama jemaah yang aku bawa. Kami bergerak ke masjid setelah membaca sedikit doa agar perjalanan kami dipermudahkan.
Di laluan sepanjang perjalanan, aku bergerak sambil menunjukkan pandu arah pulang dari Masjidil Haram ke hotel penginapan. Aku menunjukkan Jam Besar Mekah sebagai penanda untuk balik ke hotel. Semasa berada di dataran luar Masjidil Haram, aku menunjukkan arah kedudukan jam kecil dan belok ke kiri dan menjadikan hotel Le Meridian sebagai jalan pulang melalui Jalan Ajjyad untuk balik ke Hotel penginapan kami Burj Al-Haram. Di penghujung jalan pulang, ada Lulox Hotel sebagai penanda akhir sebelum memanjat sedikit bukit belok ke kiri dan terdapatnya hotel Awttad Mekah.
Setelah berada di dataran Kaabah, aku fikir, kunjungan keduaku untuk bertawaf tidak mendatangkan perasaan hiba. Sangkaanku meleset, kerana sebaik saja kiblat seluruh umat Islam berada di depan mata, air mataku tidak dapat ditahan-tahan. Aku terus menangis, seperti anak-anak kecil yang menangis, kerana dahsyatnya keagungan dan kharisma Ka’bah. Betapa mulianya Baitullah itu dan sungguh penuh keagungan. Perasaan dekat dengan Allah setiap saat, nescaya akan menjadikan tangis sebagai melahirkan kebahagiaan dan kemerdekaan dari lumuran dosa. Di lampu hijau, kami sama-sama membaca niat tawaf dan beristilam. Tetamu Allah yang aku iringi menangis teresak-esak di belakangku tanpa rasa malu, begitu juga orang yang ada di sekeliling kami. Esak tangis seorang hamba di depan Ka’bah mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang dapat meracuni akidah dan akhlaknya. Sukar menukilkan rasa yang terpendam nun jauh di sanubari hamba-Mu yang berdosa ini. Aku kini berada di tengah-tengah dataran Masjidil Haram. Aku dapat merasakan betapa Allah begitu dekat denganku dan sedang memerhatikan setiap inci perilakuku. Dengan izin-Nya, kami dapat menghabiskan tawaf tujuh keliling waima dalam situasi sesak. Usai melengkapkan tujuh pusingan, aku menghimpunkan rombongan kecil jemaah untuk solat sunat tawaf di kawasan Multazam.
Mengikut Sejarah, Kaabah dibangunkan oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Tingginya 9 hasta, Jarak dari Rukun Hajrul ke Iraqi 12.84 m, Rukun Iraqi ke Syamsi 11.28 m, Rukun Syamsi ke Yamani 12.11 m, Rukun Yamani ke Hajrul 11.52 m. Pintu Kaabah 280 kilo
Aku tidak dapat menyertai mereka untuk bersaie, hanya sekadar menunjuk arah dan membawa mereka ke Safa dan memberi sedikit panduan. Setelah memimpin doa untuk bersaie, aku beredar ke dataran Kaabah untuk menunggu solat subuh.
Usai subuh, setelah berbalas SMS dengan isteri, kami bertemu di lokasi jam kecil dekat tandas wanita dan bergerak ke kompleks Safwah untuk sarapan pagi di restoran D'Saji milik Malaysia dan membeli roti manis buat sarapan pagi keesokan harinya. Aku mencari meja kosong dan isteriku mneyertai barisan yang agak panjang. Di perjalanan balik ke hotel, aku singgah menukar duit RM500.00 dapat SR cuma 425.00. Kami tidak memasuki deretan kedai di setiap bangunan hotel kerana hati ini belum terdetik untuk mebuat pembelian selagi misi untuk menunaikan haji belum terlaksana.
Kami tidak dibenarkan ke Masjid kerana selepas zohor, ada taklimat pergerakan tetamu Allah ke Arafah, Mudzalifah dan Mina sehingglah ke Asar. Usai Asar, aku bersama Haji Abdullah (Kg. Sungai Padang, Papar - kenalan pertamaku dari daerah yang sama) bertolak ke masjid untuk solat maghrib lantai atas yang tidak berbumbung tetapi balik sebelum isyak kerana badan terasa kurang selesa. Sebaik tiba di hotel, aku ke klinik Tabung Haji tingkat 6 untuk mendapatkan rawatan. Waima doktor bertugas ketika itu sedang berehat, namun beliau tetap memberi layanan sebaiknya kepada aku.
20 September Ahad (3 hari sebelum Wukuf)
Seawal pagi
Jam 9.00 pagi, jemaah KT 68 diberi taklimat wukuf. Antara penerangan terpenting ialah jemaah akan bergerak mengikut nombor bas yang disediakan, jemaah diminta bertenang serta bersabar menunggu di aras masing-masing dan turun setelah diberi arahan oleh petugas Tabung Haji. Aku dan isteri diletakkan di bas nombor 15. Jam 11.05 tengah hari aku merakam foto di hadapan terowong yang menghubungkan hotel penginapan kami dengan Masjidil Haram. Hari tersebut, sahabat sebilikku menjemput rakannya tuan Haji Syarifuddin (Tawau) yang tidak berapa sihat untuk bergabung sebilik dengan kami menjadikan jumlah ahli di bilikku genap tiga orang.
Usai makan tengah hari, aku dan isteri menapak ke Masjidil Haram untuk solat dzohor dan berada di masjid sehingglah isyak. Lebih kurang lapam jam di haram, silih berganti antara solat taubat, solat hajat, dzikir, berdoa dan membaca Al-Quran. Sesekali aku menghantar SMS menghubungi isteriku.
Dalam kesesakan, kami bertemu di jam kecil dekat tandas untuk beriringan sambil berpegangan tangan balik ke hotel penginapan selepas solat Isyak. Di musim haji, majoriti tetamu Allah datang dari negara seperti Indonesia, Asia Selatan (Pakistan / India / Bangladesh), Mesir dan Negeria diikuti oleh Iran, Turki dan negara Arab lain mewarnai landskap kota Mekah. Mereka merupakan tetamu Allah dari penduduk Islam teramai di dunia. Apabila melalui kawasan mereka, diri ini begitu kerdil lantaran saiz Asia yang kebiasaannya kecil molek. Akan tetapi lain dengan jemaah Negara China, waima berbadan kecil, mereka ini cergas dan kerap menyelit di celah-celah jemaah yang berbadan sasa.
21 September (Isnin) 2 hari sebelum ukuf
Seawal pagi aku telah memasak air panas, mandi, mengejutkan rakan-rakan dan memanggil isteriku untuk bersarapan, kemudian bergerak ke surau hotel. Tetamu Allah Maktab 94, menghadiri kuliah subuh oleh pembimbing haji Ustaz Haji Ramli. Dalam kuliahnya beliau menyebut bahawa, Allah melihat apa usaha yang kita lakukan untuk tiba di Mekah bagi mengerjakan haji. Dalam amalan haji, kita perlu menyingkap sejarah Nabi Ibrahim, Siti Hadjar dan sejarah melontar.
Sebelum menghadiri majlis bacaan Yassin, jam 8.37 pagi aku menerima pesanan SMS dari anak ke-2 yang berpesan agar aku meminum Yogurt untuk mengelakkan sembelit. Jam 9.00 pagi, jemaah Maktab 94 menghadiri bacaan Yassin dan berdoa minta dipermudahkan perjalanan ke Arafah keesokan harinya. Semasa doa dibacakan, rata-rata tetamu Allah dan tetamu Rasulullah mengalirkan air mata pengharapan (termasuk pembimbing haji Maktab 94, Ustaz Haji Ramli), memohon agar beroleh haji yang mabrur dan memohon keampunan segala dosa-dosa yang dilakukan sejak sekian lama. Beliau dalam ucapan sebaknya menyatakan dan menganggap semua jemaah Maktab 94 sebagai ibu bapa beliau sendiri.
Usai majlis bacaan yassin, rombongan Timbalan Menteri bersama KRU RTM telah datang ke hotel penginapan kami. Aku dan Haji Daud dari Segamat Johor adalah antara tetamu Allah yang ditemuramah oleh Juruhebah RTM saudara Shahril Sarapudin untuk siaran Televisyen Malaysia (saksikan minit 6.58) (https://www.youtube.com/watch?v=ySpzlHuQclc). Aku menghubungi akan-anakku melalui pesanan SMS jam 12.08 pagi agar menonton Salam Baitullah pada malam tersebut. Kebetulan anak sulungku dan suaminya cuti semester dan berkumpul di rumah.
 |
| Pembimbing Maktab 94 Ustaz Haji Ramli |
Kami dzohor dan asar di hotel kerana menunggu siaran Salam Baitullah. Isteriku berjumpa dengan Ustaz Haji Ramli untuk menyerahkan duit korban. Akan tetapi rupa-rupanya, rakaman pagi itu disiarkan di Berita Perdana. Kami bergerak ke masjid untuk solat maghrib dan isyak.
22 September 8 Dzulhijah (Selasa-sehari sebelum wukuf)
8 Dzulhijjah yang dipanggil Hari Tarwiyah rutin bangun awal pagi, memasak air, mandi dan minum diteruskan pada pagi ini. Usai menyiapkan diri sendiri barulah aku kejutkan rakan sebilik ku. Di zaman nabi, hari Tarwiyah mereka menggunakannya untuk menyediakan air untuk kegunaan di Mina. Hari ini, pihak Tabung Haji membawa majoriti tetamu Allah terus ke Arafah terlebih dahulu tidak ke Mina, kerana dikhuatiri terlepas waktu wukuf.
Jam 4.05 pagi, kami berdua bergerak ke Masjidil Haram. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjid-Mu. Permudahkanlah perjalanan kami ke Arafah, Mudzalifah dan Mina. ”
Usai solat subuh, kami sarapan di Kompleks Kompleks As-Safwa Tower. Kami bersegera ke hotel kerana tetamu Allah Maktab 94 akan bergerak ke Arafah seawal jam 9.00 pagi. Kami bergerak mengikut aras dan nombor bas yang telah ditetapkan.
Puncak daripada pelaksanaan haji adalah wukuf di Arafah. Ulama bersepakat mengatakan bahwa wukuf di Arafah adalah rukun haji yang terpenting. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Haji itu adalah Arafah.” (HR. Ahmad).
Sebelum bas bergerak meninggalkan hotel, aku mengkhabarkan kepada anak sulung melalui pesanan SMS mengenai pergerakan kami menuju ke Arafah. Usai menyarungkan dua helai kain ihram, aku menyerahkan kunci bilik kepada pihak pengurusan. Setelah mendengar panggilan pembesar suara mengarahkan untuk bergerak ke Arafah, aku dan isteri membawa beg kecil masing-masing yang berisi sedikit pakaian, Al-Quran, air minuman botol, buku doa, sejadah, tikar hijau dan buku panduan haji, bas bernombor 15 yang kami naiki bergerak menuju ke Arafah pada jam 4.05 petang. Pemergian kami diiringi dengan laungan “Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wal Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikkalak” di sepanjang perjalanan. Jam 4.35 petang, bas tiba di Arafah. Jelas tertulis Maktab 94 di kawasan perkhemahan kami. Di sana telah ada petugas Tabung Haji membimbing kami sehingga ke lokasi khemah Arafah kami. Aku ditempatkan di khemah E bersebelahan dengan khemah isteriku.
Di hari Arafah inilah Allah berfirman (menyindir) kepada Malaikat, "Mereka (tetamu Allah yang berihram) adalah hamba-hamba-Ku yang datang dari seluruh pelusuk dunia dalam keadaan kusut masai berdebu. Mereka mengharap kasih sayang-Ku, berasa takut dengan seksaan-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Bagaimana sekiranya mereka pernah melihat-Ku?"
Kerana kepenatan, usai menikmati juadah yang disediakan dan usai jamak tamam maghrib dan isyak, sebahagian tetamu Allah merehatkan badan di dalam khemah yang disediakan. Ada segelintar dari tetamu Allah membaca Al-Quran dan menyemak buku panduan haji. Aku berpindah ke sebelah yang kosong (khemah Jemaah Pakej). Tengah malam, aku ke tandas menunaikan hajat, membersihkan diri dan berwuduk untuk solat tahajud dan merafakkan maraton doa.
23 September (Rabu) 9 Dzulhijjah 1436 H (Hari Ukuf)
Hari Arafah, suatu hari yang disebut dalam sabda Rasulullah SAW yang bermaksud, "Tidak ada hari yang Allah SWT membebaskan ramai hamba-hamba-Nya daripada api neraka lebih ramai dari Hari Arafah. Allah SAW hampir dengan hamba-hamba-Nya dan berbangga-banga dengan mereka kepada para malaikat dengan berfirman, "Apa yang mereka mahu?".
Yakinlah, tandas tidak menjadi masalah jika menggunanya pada awal pagi iaitu sekitar jam 2. Mandi dan tunaikanlah hajat ketika itu, ketka jemaah belum ramai yang bangun. Pagi yang amat tenang, aku dan isteri menikmati sarapan pagi di luar khemah. Aku dan isteri berdua menyisihkan diri dari khemah, bukan tujuan untuk tidak mahu bergaul sesama jemaah, tetapi kami ada misi lain yang perlu dilunaskan. Jam 9.47 pagi, aku dan isteri mencari lokasi di belakang khemah dan di bawah sebatang pokok untuk meneruskan misi marathon membaca Al-quran, bersilih ganti dengan selawat, dzikir, berdoa dan bermunajat.
Usai solat jamak tamam dzohor dan asar, dan selepas mendengar khutbah Arafah, aku keluar khemah semula mencari kawasan bawah pokok untuk berdzikir dan berdoa di mana ketika gelincir matahari, masuklah waktu wukuf. Afdal wukuf ialah berada siang 9 Dzulhijjah dan sebahagian malam 10 Dzulhijjah. Wukuf menyaksikan sekumpulan lautan manusia berhimpun di kawasan lapang sambil mengharapkan keampunan Allah dengan berdoa,berzikir dan beribadah. Tak henti-henti aku melihat ke langit tanpa awan. Aku tahu saat itu, Allah Azzawajalla bersama ribuan para malaikat akan turun ke langit dunia. ! Tiada rombongan yang lebih agung dari rombongan ini. Tiada waktu yang Allah lebih dekat dengan hamba-Nya selain hari wukuf.
 |
| Di lokasi belakang khemah bersama isteri bertawajuh (zikir, doa, selawat, tahmid) di waktu wukuf selepas gelincir mantari hingga menjelang maghrib |
"Segala puji bagi Allah pemilik sekalian alam. Salam dan selawat ke atas junjungan besar kami Nabi Muhammad S.A.W. Engkaulah tempat kami kembali dan kami berlindung di bawah payung perlindungan-Mu dari siksa kubur dan azam api neraka. Ampunkanlah dosa-dosa kami, dosa kedua ibu bapa kami, anak isteri kami, sahabat-sahabat kami, jiran-jiran kamu, guru-guru kami, dan dosa seluruh umat muslimin dan muslimat. Masukkanlah kami ke dalam Syurga-Mu tanpa dihisab. Terimalah haji kami sebagai haji yang mabrur," dan diikuti dengan doa-doa lain. Air jernih sering bergenang di ruang mata insan yang berdosa ini sepanjang wukuf.
Aku teringat Riwayat al-Nasa’iy dan Ibnu Majah. “Orang yang mengerjakan haji dan umrah adalah tetamu Allah yang agung. Jika mereka berdoa kepada-Nya, nescaya Allah akan perkenankan doa mereka. Sekiranya mereka memohon keampunan-Nya, nescaya Allah akan ampunkan.” Allah membuka pintu langit seluasnya untuk menerima doa umat-umatnya. Aku memanggil isteriku keluar untuk sama-sama berdoa, berzikir dan membaca Al-Quran. Situasi di situ cukup tenang dengan sesakali kami didatangi oleh kereta sorong yang membahagikan minuman, buah-buahan dan biskut manis percuma. Sesekali juga aku mengeluarkan Saudi Riyal kepada mereka sebagai sedekah. Air mata bergenang setiap kali mengenangkan betapa bertuahnya aku dan isteri pada tahun ini. Aku dan isteriku adalah antara jutaan tetamu Allah yang berwukuf di Padang Arafah.
Jabir RA meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW, selepas solat zohor terus berwukuf, duduk di atas untanya, menghadap ke arah kiblat mengangkat kedua tangannya berdoa dengan khusyuknya sehinggakan apabila terlepas tali unta daripada tangannya, Baginda mengambilnya dengan sebelah tangannya sahaja, dan tangan yang sebelah lagi terus diangkat untuk berdoa.
Selepas jamak tamam maghrib dan isyak, jemaah dipersiapkan untuk menunggu bas shuttle menuju ke Mudzalifah. Muzdalifah (Bahasa Arab: مزدلفة) adalah suatu kawasan dari kawasan yang terletak di antara Mina dan Arafah di Arab Saudi. Kawasan ini merupakan sebahagian dari Tanah Haram (Masyair Haram). Jarak antara Padang Arafah dengan Mudzalifah ialah 8 kilometer. Sebahagian tetamu Allah berjalan kaki menuju ke sana.
Firman Allah:
فإذا أفضتم من عرفات فاذكروا الله عند المشعر الحرام واذكروه كما هداكم
Ertinya, " Apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyariaram. berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu."
Perlaksanaan wajib haji seterusnya ialah mabit di Mudzalifah. Antara tujuannya ialah bagi membolehkan jemaah haji berehat selepas seharian wukuf. Itu sebabnya disunatkan untuk tidak solat sunat di sana seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah.
Usai jamak tamam Maghrib dan Isyak, sebahagian jemaah bergerak ke Mudzalifah menikut giliran bas masing-masing. Oleh sebab giliran kami bas 15 lambat lagi, aku gunakan kesempatan memasuki tandas bagi menunaikan hajat, memberus gigi dan membersihkan diri. Jam 8.25 malam, aku bergabung dengan isteriku menaiki bas 15 bergerak untuk mabit di Mudzalifah. Pergerakan begitu licin dan teratur dengan pengawasan petugas haji yang sungguh cekap mengendalikan tetamu Allah. Waima ada kalangan jemaah telah berumur, tetapi mereka menyantuni semua tetamu Allah.
Kami tiba di Mudzalifah pada jam 9.05 malam. Jemaah Maktab 94 dan jemaah-jemaah lain di letakkan di kawasan yang berpagar berdekatan dengan tandas. Isteriku dalam kerisauan kerana terpisah, kerana aku mencari lokasi sesuai untuk mengutip batu. Aku meneruskan misi seterusnya mengutip 70 batu di bawah sinaran lampu limpah yang terang benderang untuk tujuan melontar di Mina. Aku mencari 210 biji batu untuk lontaran 3 orang iaitu aku, isteri dan kakak ipar. Di luar pagar, tetamu Allah dari negara jiran Indonesia menyapa kami. Mereka serta tetamu Allah lain-lain negara berjala menuju ke Mina. Jelas kelihatan di sebelah jalan terdapat khemah-khemah Mina yang bakal kami duduki untuk melontar nanti.
24 September (Khamis) 10 Dzulhijjah
Jam 2.30 pagi, aku sempat merakam foto di Mudzalifah sebelum bergerak menunggu giliran bas nombor 15. Jemaah dinasihatkan agar tidak berebut-rebut ketika menaiki bas yang disediakan. Jam 3.48 pagi (6 jam lebih berada di Mudzalifah), giliran bas shuttle 15 bergerak menuju ke Mina. Jarak antara Mudzalifah
Jam 4.08 minit pagi, kami tiba di khemah Maktab 94 yang menempatkan 236 jemaah. Allah rezikikan perjalanan kami tanpa menghadapi sebarang masalah. Situasi di Mina agak nyaman kerana khemah dilengkapi dengan pendingin hawa. Aku meletakkan beg dan menghampar tikar hijau semuat badan. Ruang sempit tersebut membayangkan suasana sempit tatkala di alam kubur di suatu masa nanti. Di sebelah kiri dan kananku ialah rakan tetamu Allah dari Sarawak, manakala bersentuhan ketika melunjurkan kaki ialah Tuan Haji Badaruddin. Perkara pertama yang aku lakukan selepas meletakkan tikar dan beg ialah mencari khemah isteri dan mencari lokasi tandas. Oleh kerana jemaah lain sibuk dan ada yang tidur lantaran keletihan, aku menggunakan peluang tersebut untuk membersihkan diri, menunaikan hajat dan berwuduk untuk solat subuh. Selepas sarapan pagi, aku mendapat panggilan telefon dari anakku di tanah air. Rupa-rupanya berlaku rempuhan jemaah ketika melontar.
Kami diingatkan untuk sentiasa mengikut arahan pihak Tabung Haji untuk tidak bergerak sendirian ke tempat lontaran. Pagi itu aku melawat sekitar khemah dan melihat aneka jualan di luar khemah. Syukur Ya Allah, terowong Muassim laluan ke tempat melontar tidak sampai 100 meter dari kawasan khemah kami.
Masa menunggu waktu melontar selepas isyak yang aku rasakan terlalu lama. Masa itu perasaan teruja begitu tinggi sekali tidak dapat aku bayangkan. Rasa tidak sabar-sabar dan rasa jam berdetik terlalu lambat. Aku melawat ke luar khemah dan mendapati di luar kawasan terdapat deretan kedai mini dan peniaga jalanan menjaja pelbagai barang. Suasana di laluan menuju ke terowong muasim, jelas begitu sedak dengan tetamu Allah yang sekali-sekala melaungkan takbir.
Jam 7.10 malam, kami bergerak untuk melontar Jamratul Qubra. Rombongan kami didahului dengan pembawa no Maktb 94 yang dijunjung tinggi agar boleh dilihat oleh ribuan jemaah Maktab 94. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Pergerakan menuju ke tempat melontar cukup terkawal. Kami berbekal minuman botol dan biskut manis. Kami didahului dengan pemegang bendera maktab dan bendera Malaysia dan di belakang dikawal oleh petugas Tabung haji yang berbaju T merah. Seingatku, di sepanjang perjalanan, ada sahaja petugas Tabung Haji yang bertugas memastikan kami selamat ke kawasan lontaran. Aku niatkan, "Dengan Nama Allah, Tuhan yang maha besar, aku melontar syaitan dan pengikut-pengikutnya." Aku teringat manasik haji yang disampaikan oleh pembimbing haji kami, Ustaz Ramli yang memperkatakan setiap lontaran kita juga meniatkan membuang segala sifat-sifat buruk yang bersarang di hati kita seperti sifat sombong, angkuh, ujub, tamak haloba, kedekut, panas baran, malas dan lain-lain sifat negatif kita.
 |
| Foto ketika dalam khemah di Mina |
Agak lucu di setiap pos kawalan, pekerja dan polis pengawal memicit spray air bagi membasahi kepala kami. Pergerakan kami sedikit perlahan, lantaran begitu ramai para haji dan hajjah menuju ke suatu destinasi iaitu Jamrah. Sesekali kami keluar untuk minum di pancutan pili air yang disediakan dan bersegera masuk semula ke dalam rombongan. Sepanjang perjalanan pergi dan balik, pili air untuk minuman jemaah disediakan di tepi laluan oleh kerajaan Arab Saudi. Jika penat berjalan, kita boleh memilih laluan axculetor yang dibuat di tengah-tengah laluan.
Kami balik ke khemah jam 9.00 malam dan bertahalul beramai-ramai. Aku menyimpan 3 helai kain ihramku di dalam plastik yang kubawa dari hotel. Aku keluar dari khemah pada jam 1.20 pagi untuk bercukur dekat tandas lelaki dan membersihkan diri selepas itu. Seingatku, itulah pertama kali dalam hidup aku membotakkan kepalaku. Tandas tidak lagi beratur panjang kerana rata-rata jemaah tidur dan berehat di dalam khemah masing-masing. Rata-rata jemaah berkeadaan cukup ceria kerana telah pun bertahalul awwal. Kini aku boleh memakai pakaian biasa dan terlepas dari 10 larangan ihram. Semasa hendak melelapkan mata, aku menerima pesanan SMS dari anak sulungku yang mengucapkan tahniah setelah bergelar haji. Aku menitiskan air mata memalingkan muka risau dikesan oleh rakan sebelah menyebalah, kerana anak inilah yang tidak dapat melambai dan mendakapku ketika kami bertolak dari Kota Kinabalu ke KLIA, lantaran bertugas di luar Kota Kinabalu. Malam tersebut aku basahkan lisanku dengan maraton dzikir dan doa. Aku tutup dengan membaca doa sebelum tidur, membaca Qul Huu Allah 3 kali, membaca dua kalimah sahadah, selawat dan membaca ayat kerusi.
25 September (Jumaat) 11 Dzullhijjah
Aku bangun awal pagi untuk mandi dan menunaikan hajat. Sebelum subuh, aku solat tahajud dan melawat ke kawasan tandas dan mendapati di semua tandas, berbelas orang menunggu giliran di luarnya. Aku mendapatkan isteri untuk sama-sama bersarapan di luar khemah. Pagi hari tersebut, aku menemani isteri untuk meninjau jualan di luar khemah. Suasana di sana diwarnai dengan laungan peniaga dalam bahasa Melayu "Khamsah riyal, khamsah riyal (5 riyal), mari, mari, murah, murah." Begitulah teriakan peniaga yang cuba mencuri tumpuan pelanggan. Proses tawar-menawar masih menjadi amalan waima harga jualan cukup murah, anda masih boleh bertanya kepada mereka seperti: 'Ini berapa?' Mereka dengan lantas menjawab '10 riyal' (bergantung kepada harga asal barangan yang dijual).
Oleh sebab terowong Muaasim masih sesak, pihak Tabung Haji tidak membenarkan tetamu Allah keluar melontar. Kami diarah untuk menunggu pengumuman yang akan dimaklumkan dari masa ke masa. Siangnya dihabiskan dengan berdzikir dan membaca Al-Quran bagi menyambung misi yang telah aku tetapkan. Setiap kali makanan diedarkan suasana sedikit hingar bangar dan diselangi dengan tawa riang. Jam 3.38 petang, buat pertama kalinya aku merakam foto aku berbotak. Hari ini kami melontar tiga jamrah pada sebelah malam. Uncang yang berisi batu diikat kemas dan dimasukkan ke dalam beg sandang masing-masing. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Kami bergerak melontar jam 8.10 malam, maktab 94 keluar ke Jamrah. Kami agak lebih tenang dan dapat menyesuaikan diri dengan situasi sesak.
Laungan takbir sahut menyahut menggamatkan suasana sepanjang perjalanan menuju ke Jamrah. Dengan santai kami bergerak balik dengan perlahan-lahan dan tiba di khemah jam 10.53 malam.
Aku menemani isteriku untuk mencari air panas untuk membuat minuman dan berehat selepas itu.
26 September (12 Dzullhijjah)
Aku bangun awal pagi untuk mandi dan menunaikan hajat. Keadaan di tandas tidak begitu sesak, aku orang ke-2 untuk memasuki tandas. Usai solat subuh, kami berkumpul menuju ke tempat lontaran 3 jamrah. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku.” Aku membahagikan sebahagian batu kepada isteriku untuk lontaran.
Melontar hari kedua, tidak begitu sesak. Tatkala mantari hampir menampakkan wajahnya, kami bergerak ke terowong Muassim mengikut maktab dengan bekalan air dan uncang batu. Oleh sebab sudah agak serasi, kami bergerak sendirian berdua dan balik dengan santai. Beberapa kali kami singgah untuk membasahi tuala dan membasah tekak di tepi jalan di pili yang disediakan.
 |
Selepas solat jamak tamam dzohor asar, aku mengemas barang-barangku. Esok kami semua akan meninggalkan Mina. Malamnya, kami berdua berjalan-jalan sekitar khemah, kerana Mina akan kami tinggalkan pada keesokan harinya. Sedih rasanya hendak meninggalkan bumi Mina yang sudah pasti meningglkan ribuan kenangan terindah yang amat sukar untuk aku ungkapkan. Saat-saat berbaris membeli mee segera SR5 dan saat-saat mengisikan teko dengan air panas, saat-saat membasah tekak dengan air kerim dan banyak lagi. Kami berdua lantas beredar mencari lokasi sesuai untuk kami mengisi perut, amat indah untuk dilakarkan suasana ketika itu.
27 September (Ahad) 13 Dzullhijjah meninggalkan Mina
Seawalnya aku bangun menunaikan hajat dan mandi di tandas yang disediakan. Setelah menemui isteriku di luar khemah, seawal jam 5.20 pagi, tetamu Allah Maktab 94 keluar melontar 3 jamrah. Sebelum bergerak aku memastikan uncang yang berisi batu diikat kemas dan dimasukkan ke dalam beg sandangku. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku untuk melontar pada hari ini, jagalah keselamatanku dan sempurnakanlah ibadahku. Kurniakan aku haji mabrur dan masukkan aku ke SyurgaMu tanpa dihisab.”
Jam 6.16 pagi, aku merakam momen berselfie depan Jamrah usai melontar terakhir. Aku dan isteri bergerak pulang ke khemah dengan santai, sambil mindaku merakam kembali memori yang masih melekat di peti minda ku. Gambaran keriuhan dan kesesekan serta tiap inci kenangan semasa dalam perjalanan pergi balik ke Jamrah dan semasa melontar, aku imbau dalam rasa sebak kerana dalam beberapa detik saja lagi, Mina akan kami tinggalkan. Kami berdua sengaja mengasingkan diri dari kelompok yang ramai untuk bergerak perlahan balik ke Maktab. Sayu dan pilu, itulah gambaran perasaan kami berdua. Mata bergenang dengan air jernih tetapi sengaja aku selindungkannya dari pengetauan suriku, Kukira, dia juga berperasaan begitu. Jam 7.05 pagi kami tiba di khemah dengan rasa lega kerana sebahagian rukun dan wajib haji telah kami lunaskan. Aku menghubungi anak-anakku mengatakan urusan haji kami telah dilunaskan. Aku membeli teh susu panas dan nasi serta kuah daging untuk pengalas perut. Kami bersarapan di suatu tembok pemisah antara khemah. Dalam pengumuman yang dibuat oleh Pengurus Maktab 94, bas pertama dijangkkan akan meninggalkan Mina pada jam 9.00 pagi. Pagi itu aku dan isteri bergerak mengelilingi khemah dan beberapa lorong khemah. Kami juga meninjau keluar khemah untuk memerhatikan gelagat tetamu Allah. Tawar menawar antara penjual dan pembeli cukup menggamit perasaan ini. Nun di kejauhan, tetamu Allah masih lagi bergerak ke Terowong Muasim dan tidak kurang juga ada yang keluar dari terowong kerana telah melontar. Kami perhatikan susana tersebut dalam perasaan yang cukup dalam. Itulah situasi Mina yang akan menjadi sejarah yang tidak lekang selagi hayat roh ini belum terpisah dengan jasad. Air mata bergenang kerana Mina yang mengetuk memorinya yang tersendiri akan kami tinggalkan sebentar saja lagi. Lisanku tidak lekang dari menyebut rasa bersyukur terpilih dijemput-Nya bersama-sama dengan suriku menunaikan rukun ke-5 di tahun yang amat bersejarah ini. Berkemungkinan, inilah peluang pertama dan terakhirku untuk mabit di Mina, tetapi nun jauh di lubuk hati yang paling dalam, aku berdoa ke hadrat Allah untuk menunaikan haji bagi kali kedua nanti. Waima dalam situasi biasa misi tersebut adalah mustahil, akan tetapi itu semua kuasa Allah, hanya dia yang mengetahui niat di hati ini.
Sekali lagi kelebihan lewat meninggalkan khemah di Mina aku gunakan sebaiknya. Aku boleh memilih tandas mana yang aku sukai untuk mandi dan menunaikan hajat. Usai bas tiba, kami berbaris seperti budak sekolah menghadiri perhimpunan bulanan untuk menaikai bas yang disediakan. Jam 11.50 pagi bas 15 bergerak menuju ke hotel penginapan meninggalkan nostalgia perkhemahan Mina. Aku berasa sebak meninggalkan khemah Mina kami yang sudah tentunya berbekas di hati ini. Hatiku begitu terpukul oleh situasi hiba itu. Kami tiba
Sebelum bergerak aku berdoa di muka pintu, memohon perjalanan kami mendapat restu-Nya dan beroleh lingungan-Nya. Suasana di dalam Masjidil Haram memang padat, tetapi kami tetap yakin boleh melakukan tawaf dengan izin Allah. Di penanda lampu hijau, kami berniat dan beristilam. Tatkala kami tawaf, aku memandang Baitullah dengan mata batin di mana seolah-oleh kurasakan Allah sedang memerhatikan setiap geraklaku kami dan semasa tawaf itulah Allah menurunkan rahmat yang luar biasa kepada kita. Itu sebabnya tujuh pusingan yang kita lalui, seolah tidak terasa, walhal kepadatan tetamu Allah sungguh luar biasa. Tiap istilamku, nada suaraku berubah seolah-olah tersekat-sekat berbaur sebak.
Selepas solat maghrib, dengan pakaian jubah Malaysia, aku saie berseorangan kerana isteri telah melakukan saie hajinya pada hari pertama kami tiba di Mekah. Jam 7.05 malam aku selesai saie dan bertemu dengan isteri di tempat seperti yang dijanjikan. Maka dengan itu lengkaplah hajiku, manakala isteriku anak melengkapkan hajinya setelah mengerjakan umrah wajib nanti. Di perjalanan balik, dengan santai manakala dzikir tetap diteruskan, kami bergerak perlahan dalam kesesakan. Aku dapat memerhatikan dengan jelas laluan kami. Di penghujung jalan, sebelum mengambil selekoh ke kiri menuju ke hotel, dekat hotel Bakur Hassan Hubhub, tertara catatan penginapan Haji Pakej Andulasia. Waima kami dari kalangan Muasasah Tabung Haji, masih ada juga haji pakej yang menginap di hotel yang berdekatan dengan hotel kami. Syukur Ya Allah, kerana engkau permudahkan segalanya untuk kami memenuhi panggilan-Mu Ya Rabb. Kami makan di kafe hotel sebelum masuk tidur.
28 September (sehari selepas meninggalkan Mina)
Seawal jam 1.25 pagi, aku memasak air dan membersihkan diri. Setelah selesai, aku membentang tikar plastik hijau yang dibekalkan oleh Tabung Haji di luar bilik hotel dan sarapan bersama isteriku. Sebelum bergerak, rakan sebiliku sepakat untuk tidak mengunci bilik ketika menuju ke Masjid.
Aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjid-Mu.” Jam 2.35 pagi kami memulakan tawaf sunat di tingkat kawasan bulatan bertiang dan berakhir jam 3.48. Aku begitu sebak memerhatikan tetamu Allah berbondon-bondon di kawasan dataran Kaabah. Sesekali tatkala melintasi di kawasan pancur emas, jelas kelihatan jemaah bersesak-sesak untuk memasuki Hijir Ismail. Selepas subuh, kami keluar sarapan ke kompleks Safwah. Jam 6.51 pagi, aku menemani isteri untuk mencari buah tangan dan masuk semula ke masjid untuk untuk solat Dhuaa.
 |
| Susana padat, namun mudah untuk kita bersama jutaan jemaah mengerjakan tawaf usai mabit di Mina |
Kami ke masjid semula pada jam 10.20 pagi untuk makan tengah hari di Kompleks Safwah. Balik ke masjid, aku memilih kawasan pintu 81 yang berhawa dingin untuk solat dzohor dan Asar. Oleh kerana tiada waktu tahrim, aku bersolat bersilih ganti dengan meneruskan misi membaca Al-Quran dan berszikir. Adalah menjadi rutin harianku mengisi botol air yang aku bawa dengan air zam-zam buat pembasah tekak. Cuaca panas di Mekah memerlukan kita meminum air seberapa kerap. Kami balik selepas Isyak dan makan malam di Kafe hotel. Di laluan balik, situasi kedai-kedai setiap bangunan, meriah dengan suasana membeli belah tetamu Allah. Setiap tetamu Allah masing-masing membimbit plastik yang berisi barang belian. Kerana situasi Masjidil Haram amat padat dengan tetamu Allah, kami tidak bercadang untuk ke Tanaim. Dua hari kami gunakan untuk mengambil sedikit rehat.
29 September (dua hari selepas meninggalkan Mina)
Pagi ini aku terjaga jam 2.24 pagi. Usai sarapan, kami bergerak ke masjid jam 3.40 dan solat subuh hanya beberapa meter di depan Kaabah. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjidmu. Hari ini, aku dan isteriku hendak ke Tanaim, mudahkan perjalanan kami.” Kami tidak tawaf sunat kerana telah berjanji untuk melakukan umrah pada pagi tersebut. Selepas subuh, kami bergerak balik ke hotel untuk ke Tanaim. Kami singgah membeli makanan di luar hotel untuk sarapan seperti lempeng, mee dan pau kacang hitam yang dijaja oleh permastautin Melayu Selatan Siam yang menetap di Arab Saudi.
Setelah memakai kain ihram, dua helai kain putih yang tidak berjahit, Jam 8.35 pagi, kami berlima bertolak ke Tanaim dengan teksi bertambang SR100 pergi balik untuk menemankan isteri dan rakannya (Hjh Limah, Hjh Zaleha dan Hjh Saimi) bagi melunaskan umrah kerana mereka membuat haji Ifrad. Anehnya di sana, teksi boleh dinaiki oleh lima orang penumpang tanpa disaman oleh pasukan keselamatan. Di Tanaim, tetamu Allah begitu ramai sehiggakan aku terpaksa solat sunat tahayatul masjid dan solat sunat ihram di kawasan laluan jemaah. Sempat berselfie di depan Masjid Tanaim jam 8. 50
Sebaik meninggalkan Tanaim, kami berlima membaca tarbiah tanpa henti di sepanjang perjalanan yang agak sesak, tidak selancar ketika kami bergerak ke Tanaim. Kami diturunkan di kawasan lain yang agak jauh sedikit dari masjid kerana kesesakan. Kami memulakan tawaf pada jam 10.10 pagi di tingkat satu dalam kawasan masjid kerana semua kawasan tidak dapat dibolosi. Tetamu Allah amat ramai ketika itu. Kejauhannya agak terasa, tetapi kepuasan di hati tidak terkira lantaran dapat melunaskan tawaf. Aku dan isteri tawaf bersama-sama setelah terpisah dengan rakan-rakan yang lain.
Oleh kerana azan dikemundangkan, kami tidak terus ke Safa. Selepas zohor, dengan pakaian ihram, kami bergerak untuk makan tengah hari ke kompleks Safwah dan memulakan saie pada jam 2.05 petang. Jam 3.25, selesai saie, kami bertahulul di mana isteriku yang ku minta untuk memotong rambutku. Aku balik ke hotel berseorangan selepas asar untuk bertukar pakaian. Lega rasanya kerana isteriku telah melengkapkan umrahnya dan melengkapkan hajahnya.
Di laluan pulang, aku menukar wang Malaysia RM500.00 duit Saudi Rial 410.00, lebih rendah dari sepuluh hari sebelumnya. Pergi semula ke masjid sebelum maghrib dan balik selepas isyak. Sebelum balik, botol air yang ku bawa diisikan sepenuhnya dengan air zam-zam. Di perjalanan balik ke hotel, adalah menjadi rutin harianku untuk membeli roti manis buat sarapan keesokkan harinya.
30 September
Terjaga jam 2.30 pagi untuk memasak air dan membersihkan diri. Selepas sarapan di luar bilik, aku bergerak ke masjid jam 3.45 pagi tanpa disertai oleh isteriku. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku, jagalah lisanku dan jagalah wudukku sehingga aku selesai beriktikaf di masjidmu. Terimalah hajiku sebagai haji yang mabrur dan masukkanlah aku ke SyurgMutanpa dihisab.” Aku tidak mampu melakukan tawaf sunat kerana suasana yang agak sesak, tetapi aku berpeluang solat subuh di dataran Kaabah. Dengan jelas, aku dapat menyaksikan lampu hijau di lilitan jam Mekah menyala ketika azan subuh dikumandangkan oleh muazim.
Di laluan balik selepas solat dhuaa, kelihatan bas-bas berbaris panjang. Ini bererti sebahagian tetamu Allah mula meninggalkan Mekah untuk balik ke tanah air.
Jam 10.49 pagi, dengan kos SR 259.92, kami berdua menghantar 2 kotak barang dengan keberatan 7.8 kilo dan 7.4 kilo untuk diposkan ke Sabah.
Kami bertemu di lokasi biasa untuk balik ke hotel selepas Isyak. Kami bergerak beriringan sambil berpegangan tangan, seolah-olah sedang dilanda kerinduan, walhal itulah rutin kami seharian, bergerak ke masjid, menjamu selera, beriktikaf dan balik ke hotel penginapan.
1
Bangun jam 2.42 pagi dan melakukan rutin biasa. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Jam 3.30 kami bergerak ke masjid dan tawaf sunat di lantai atas dan berakhir jam 4.37. Pagi ini kami sarapan di kafe dan mengeluarkan duit di Tabung Haji dalam barisan yang agak panjang untuk membeli tiket penerbangan balik Kuala Lumpur ke Kota Kinabalu.
Beberapa hari ini, kami memberanikan diri untuk menggunakan jalan pintas melalui terowong ke Masjid Haram di mana jalan keluarnya betul-betul di hadapan Kompleks Safwa, memang lagi dekat dari jalan biasa. Sebelum dzohor, kami bergerak ke masjid dan balik selepas isyak. Di perjalanan balik, kami berselisih dengan jemaah pelbagai negara dengan pelbagai ragam berbondon-bondon menuju ke masjid. Malam ini, kami berdua singgah membeli sedikit makanan dan buah-buahan. Makan minum tidak menjadi masalah kerana setiap hari rakan semilikku mengambil makanan untuk kami bertiga hampir setiap hari. Satu lagi perkara yang mengasyikkan sepanjang berada di sini ialah , suara muazim yang merdu ketika melaungkan azan. Begitu juga bacaan surah oleh imamnya, sungguh enak di halwa telinga.
Sepanjang berada di sana, botol air sering menemaniku masuk ke masjid. Apablia air habis, aku besegera mencari air zam-zam untuk tujuan isian semula. Dan sebelum balik meninggalkan Masjidil Haram, rutin harianku ialah memenuhkan botol airku untuk membawa air zam-zam balik ke hotel.
 |
| Situasi semasa sebelum solat di dalam Masjid Nabawi |
Bangun jam 2.51 untuk meneruskan rutin seharian. Selepas memasak air, aku menghantar segelas air panas ke bilik isteriku.
Pagi tersebut kami sepakat untuk solat subuh di surau hotel untuk mendengar kuliah subuh yang menguggah jiwa. Tazkirahnya adalah merupakan apa yang dilakukan sepanjang musim haji di samping memohon doa agar haji diterima Allah. Jam 10.35 pagi, aku turun ke masjid untuk solat Jumaat. Sangkaku, waktu itu masih terlalu awal. Rupa-rupanya, aku terpaksa solat Jumaat di luar masjid dengan suhu luar 45 darjah celcius. Selesai solat aku menuju ke kompleks Safwah untuk membeli makanan di Restoran Malaysia dan sempat membeli 2 pasang jubah. Hajatku untuk menghadiahkan jubah tersebut kepada abang kandungku dan menghadiahkan sepasang lagi untuk cucu Hajah Zaleha. Dengan bungkusan belian, aku masuk beriktikaf di dalam masjid diselang-seli dengan zikir dan bacaan Al-Quran.
Mulai hari tersebut, kami tidak lagi bertemu di jam kecil malah bertemu di kedai farmasi di bawah hotel Le Meridian. Berjalan beriringan, kekadang singgah di kedai-kedai untuk melepaskan lelah. Setelah mendaki sedikit anak bukit, kami berhenti rehat di lobby hotel dengan nafas yang kedengaran deras lantaran kepenatan atas pendakian tersebut. Kedudukan hotel agak tinggi sedikit darri aras jalan raya berulang-alik ke masjid.
3
Pagi ini, aku bangun agak lewat iaitu jam 3.12 pagi. Rutin harian diteruskan.Selepas memasak air, aku menghantar segelas air panas ke bilik isteriku. Dzikirku hampir mencapai sasaran manakala Al-Quran telah masuk separuh. Kami sepakat untuk melakukan tawaf sunat. Untuk memudahkan hitungan tawaf, aku mengikut apa yang dicadangkan oleh Prof Kamil dalam buku Travelog Haji, apabila tiba di Rukun Yamani pada pusingan pertama , aku berdoa untuk diriku sendiri, pusingan ke-2 aku berdoa untuk isteriku, pusingan ketiga aku berdoa untuk anakku yang menunggu di Syurga, pusingan keempat aku berdoa untuk anakku MRSM Sandakan, pusingan kelima aku berdoa untuk anakku di Penampang, pusingan keenam aku berdoa untuk anakku juru audit dan pusingan terakhir aku berdoa untuk ibu ayah, keluarga abangku, ipar duaiku , teman sepejabat, rakan sekampung dan
Sepanjang berada di hotel Mekah, kesabaran tinggi amat-amat diperlukan terutama apabila menaiki lif hotel yang terhad. Tetapi itu semua dapat diatasi dengan kebijaksanaan sendiri. Contohnya bertolak ke masjid seawal pagi dan balik ke hotel dengan memilih waktu yang bukan puncak. Kalau mahu balik ke hotel selepas solat subuh, tunggulah sehingga selepas solat dhuaa, masa itu suasana jalan-jalan raya agar longgar dengan tetamu Allah, oleh itu pergerakan kita tidaklah tersekat-sekat.
4
Rutin harian bangun pagi, memasak air dan sarapan diteruskan. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Selepas subuh, aku dan isteri balik untuk sarapan di Kafe hotel. Kami membeli nasi lemak dan mee yang dijual oleh penduduk Mekah suku Melayu Siam di luar hotel. Kami berdua kemudian naik ke Kafe hotel untuk bersarapan dengan air teh susu panas. Di Mekah, teh susunya berbeza dari segi rasa dengan teh di Malaysia.
Jam 7.51 pagi, aku membalas pesanan SMS anak ke-2 yang melaporkan yang aku tengah bersedia menunggu perkhidmatan bas shuttle untuk membeli tiket penerbangan balik dari Kuala Lumpur ke Kota Kinabalu. Jam 8.05 pagi, van Tabung Haji yang kami naiki bergerak ke hotel Al-Jandariah untuk urusan membeli tiket penerbangan Kuala Lumpur-Kota Kinabalu (SR 358.00 seorang). Semasa menunggu van untuk balik ke hotel penginapan, jam 9.54, aku merakam foto kenangan depan hotel Al-Jandariah, Jam 10.00 pagi, van bergerak ke hotel penginapan. Di perjalanan, pegawai Tabung Haji yang mengiringi kami menyatakan betapa bertuahnya jemaah Maktab 94 yang tinggal dekat dengan masjid jika dibandingkan dengan mereka yang menginap di hotel Al-Jandariah. Kami dihimpunkan di suatu kawasan untuk mendengar taklimat ringkas dan tempat berkumpul selepas selesai semua urusan.
 |
| Tidak rasa jemu-jemu menatap Kaabah yang terpampang di depan mata |
Di laluan pergi balik, aku dapat menyaksikan tetamu Allah memenuhi jalan-jalan raya. Ada yang pergi ke masjid
5 Okt
Rutin dua hari ini tidak banyak berubah. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Kami tawaf di lantai satu lingkaran bulatan depan Kaabah. Makan tengah hari di Safwah dan makan malam juga di Safwah. Kami kerap sarapan di Kompleks Safwah (Restoran D' Saji milik Malaysia) bukan kerana makanan tidak disediakan di kafe hotel, akan tetapi memikirkan masa banyak terbuang untuk berulang-alik antara masjid dan hotel. Kami menghabiskan 14 jam beriktikaf di dalam masjid dan hanya balik ke hotel jam 10.20 malam. Hari ini aku memilih lokasi yang rata-rata dihuni oleh jemaah haji Bangladesh. Aku kerap berkumpul dengan jemaah dari negeri lain untuk mengelak sembang kosong bagi membolehkan aku meneruskan misiku untuk hatam Al-Quran di tanah suci.
Di laluan pulang, aku berselisih dengan tetamu Allah lain yang baru masuk dengan pakaian ihram.
Sahabat sebilikku dengan pelik bertanya, mengapa aku tidak membuat banyak pembelian ketika di Mekah. Aku menjawab yang aku akan membeli di Madinah sahaja. Kalau pun aku membeli barang, ianya terus kumasukkan rapi-rapi ke dalam beg di bawah katil.
7
Hari ini aku bangun sekitar jam 2.30 pagi, mandi dan sarapan di luar bilik dengan beralaskan tikar plastik yang dibekalkan oleh Tabung Haji. Sememangnya tikar tersebut tidak pernah disimpan malah dilipat dan ditinggalkan di situ untuk kegunaan sepanjang berada di sana. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Kami memulakan tawaf di bulatan atas Mataaf pada jam 3.35 pagi. Selepas menamatkan 7 pusingan, aku sempat berkenalan dengan jemaah haji dari Thailand dan berbual-bual sekejap sementara menantikan solat subuh.
Selepas dhuaa, jam 7.22 pagi kami balik ke hotel untuk bersarapan di kafe. Jam 10.20, kami sepakat untuk makan di Safwah dan sempat merakam foto depan Restoran D' Saji milik Malaysia. Balik ke hotel selepas zohor. Sebelum asar kami turun semula ke masjid menjelang Isyak.
Malamnya aku dan isteri melakukan tawaf sunat di bulatan aras atas sekali. Sungguh indah panorama bertawaf pada malam tersebut. Kami dapat menyaksikan lautan jemaah bertawaf di lantai Kaabah dengan pelbagai bangsa bersatu mengelilingi, beristilam dan berdoa. Usai menyudahkan tawaf, sempat menyantuni dan berbual dengan sepasang jemaah Thailand jam 10.44 malam. Sebelum berpisah kami berpelukan menjakin persahabatan.
Hari ini lebih kurang 11 jam dihabiskan di masjid untuk aktiviti solat sunat, zikir dan maraton membaca Al-Quraan. Kami memilih kawasan dataran Kaabah dan melihat Kaabah sepanjang berada di masjid. Sesekali keluar ke tandas untuk menunaikan hajat.
8 Okt (lapan hari untuk umrah berikutnya)
Jam 2.50 pagi, kami bergerak ke masjid untuk tawaf dan balik selepas subuh. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Hari itu kami berjanji untuk Miqat ke Tanaim, oleh itu aku balik ke hotel lebih awal dari sebelumnya. Aku bertemu isteriku di farmasi dekat kedai ais krim. Kami lepak sekejap di bangunan hotel sambil makan-makan ais krim.
Usai memakai kain ihram, Jam 7.20 pagi, kami ke Tanaim bertiga dengan tambang SR60.00 sebuah teksi. Usai berniat umrah, kami segera menaiki teksi untuk masuk semula ke Masjidil Haram. Hari ini keadaan di jalan-jalan raya tidak begitu sesak, kerana mungkin sebahagian tetamu Allah telah mula meninggalkan Mekah untuk balik ke negara masing-masing. Kami memulakan tawaf umrah jam 9.40 di lingkaran bulatan tingkat satu. Aku terpegun memerhatikan tetamu Allah dengan jelas terlihat di lantai bawah, bertawaf dengan khyusuk. Jam 10.40 pagi selesai menamatkan Saie di Marwah dan bertahalul di situ. Sebelum balik ke hotel bertukar pakaian, aku megajak isteriku untuk menikmati ice cream terlebih dahulu. Aku menemui isteri untuk makan tengah hari di Restoran Malaysia Kompleks Safwah.
 |
| Menyubur tautan kasih di lantai Saie |
9 Okt (Jumaat)
Rutin harian tidak banyak berubah. Hari ini aku bangun agak lewat iaitu 4.15 pagi. Aku solat subuh di kawasan permulaan saie di Safa, kerana kebanyakkan pintu telahpun ditutup oleh petugas masjid. Di rakaat pertama, imam membaca ayat As-Sejadah di mana selepas membaca ayat tersebut, jemaah bersujud (Mazhab Syafiee) dan bangun berdiri semula.
Jam 9.50, aku menuju ke pintu 91 dan solat jumaat di sana. Makan di Safwah dan masuk semula ke masjid dan hanya keluar untuk makan malam selepas maghrib. Aku meneruskan marathon membaca Al-Quran seperti biasa dan memilih kawasan jemaah India, Pakistan dan Bangladesh. Bukan bertindak seperti kera sumbang, tetapi jika memilih kawasan Malaysia dan Indonesia, beberapa sembang yang sedikit menganggu misiku membaca Quran.
Kami berbalas WhatsApp untuk bertemu di lokasi biasa iaitu di Farmasi jalan Ajyad. Berjalan pulang dengan santai dan singgah melepas penat di lobi hotel. Ketika di lobi, kami terbaca senarai panjang lawatan ke Jabar Rahman, Muzium Mekah, Gua Hira termasuklah lawatan ke kota Jeddah. Memandangkan tidak berapa lama lagi jemaah Maktan 94 akan meninggalkan Mekah untuk ke Madinah, kami sepakat untuk tidak akan menyertai kesemua lawatan tersebut kerana sayangkan solat di Masjidil Haram. Kami risau dilanda lelah setelah lawatan dan pasti solat di Masjidil Haram akan terhalang.
10
Hari ini bangun agak lewat. Jam 4.05 pagi, baru bergerak ke masjid dan balik selepas subuh. Kesemuanya dengan rahmat Allah, aku dipermudahkan menempatkan diri ini di dalam masjid kerana kawasan datarannya agk longgar disebabkan sebahagian tetamu Allah telah beransur balik ke tanah air masing-masing.
Kami balik ke hotel untuk bersarapan dan aku memakai kain ihram semula. Jam 7.40 pagi kami ke Tanaim menaiki van yang sedia menunggu di depan hotel kami. Perjalanan ke Tanaim tidak lagi sesesak hari sebelumnya. Setibanya di Tanaim, kami masuk ke masjid untuk solat tahaitul masjid dan solat sunat ihram serta berniat umrah selepas itu. Ternyata kebanyakkan tetamu Allah sudah mula meninggalkan Tanah Suci untuk balik menemui keluarga masing-masing. Kelmarin aku dapat menyaksikan sebahagian tetamu Allah meninggalkan dataran Baitullah dengan mata bergenang. Itu petanda mereka telah melakukan tawaf Wadak dan akan meninggalkan Mekkah. Aku dapat melihat betapa sebaknya mereka ketika itu, dan terbayang di wajah mereka yang agak keberatan meninggalkan Baitullah. Aku tidak dapat menyembunyikan kesedihanku nanti tatkala Tawaf Widak. Aku juga tumpang mengalirkan air mata, kerana aku juga bakal meninggalkan Baitullah dalam beberapa hari lagi.
Jam 10.45 pagi, kami selesai mengerjakan umrah dan bertahalul. Aku meminta isteriku untuk memotong rambutku sambil berdoa dengan lafaz, "Ya Allah, aku memohon semoga tiap rambut yang aku gugurkan, akan menjadi cahaya di alam akhirat nanti." Sebelum balik ke hotel, kami bergerak ke kompleks Safwah untuk menikmati sarapan pagi yang agak berat dari biasa. Aku sempat merakam foto di hadapan Restoran D'Saji Felda (restoran Malaysia). Aku pulang berseorangan ke hotel untuk menukar ihram kepada jubah dan ke masjid semula. Selepas dzohor, kami ke Restoran Malaysia di Kompleks Safwah untuk makan tengahari. Dari Dzohor, Asar dan menjelang Isyak berada di lingkaran Kaabah.
11
Rutin harian tidak banyak berubah,hanya bangun agak sedikit lewat iaitu jam 4.35. Usai subuh, balik ke hotel untuk membersihkan diri untuk persediaan ke Tanaim. Sejujurnya, hari itu aku terasa sedikit letih dan keberatan untuk menemani isteriku ke Tanaim. Tetapi aku gagahkan juga di mana semasa meningalkan bilik, aku menadahkan tanganku dan membaca doa berikut, “Ya Allah, sesungguhnya hari ini aku ingin mengerjakan tawaf semata-mata keranaMu Ya Allah, semata-mata keranaMu Ya Allah dan semata-mata keranaMu Ya Allah, dan selamatkan aku dan isteriku dalam perjalanan ini.” Allahu Akbar, usai membaca doa tersebut, aku diberikan kekuatan dan bersemangat untuk keluar ke Tanaim. Benarlah sesungguhnya Allah menurunkan sejuta rahmat kepada hamba-Nya yang memohon kepadaNya.
Seawal jam 7.20 pagi, dengan mengenakan dua helai kain ihram, kami menaiki van ke Tanaim. Hari ini kami bertahalul jam 10.20 pagi kerana tawaf dan Saie kami lakukan dengan santai dan tidak tergesa-gesa. Isteriku tidak balilk ke hotel melainkan aku yang terpaksa menukarkan pakaian ihram kepada pakaian jubah biasa, mandi dan kembali ke masjid.
 |
12
Rutin bangun seawal pagi diteruskan. Entah kenapa jam 2.20 pagi, mata telah terbuka sedangkan jam loceng telah disetkan jam 2.30 pagi. Seolah-olah ada sesuatu yang menggerakkan untuk bersegera bangun. Memasak air dan sarapan di luar bilik sudah sebati dengan kami. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Jam 8.00 hingga 10.00 pagi, tetamu Allah KT 86 menghadiri taklimat wida yang disampaikan oleh pembimbing Haji Ustaz Haji Ramli. Antara intipati ceramah yang penting ialah bersegera meninggalkan kawasan masjid selepas solat sunat tawaf, tidak boleh berfoto selepas itu, tidak boleh bersedekah, tidak boleh membantu mengambil foto untuk orang lain, tidak boleh membeli-belah dan bertindak mempastikan tiada batu melekat di sepatu yang kita pakai.
Kami ke masjid selepas makan di Safwah kira-kira jam 11.32 pagi. Jam 12.37 tengah hari, aku tawaf sunat bersendirian selepas solat Dzohor. Tetamu Allah begitu padat di kawasan dataran Kaabah. Setiap pusingan tika melintasi Rukun Yamani, aku menadah tanganku dengan doa berikut, “Ya Allah, aku ingin masuk dan berdoa di Hijir Ismail pada hari ini. Izinkanlah aku untuk memasuki kawasan tersebut. Bantulah aku Ya Allah, aku insan lemah dan hanya engkau tempat aku memohon bantuan.” Setiap pusingan aku semakin merapatkan diriku ke bangunan Kaabah. Pada akhir pusingan ke tujuh, aku meneruskan ke pusingan kelapan. Jam 1.15 tengah hari, akhirnya aku dapat memaut tembok Hijir dan perlahan-lahan aku didorong oleh jemaah lain sehinggalah aku dapat memasuki Hijir Ismail. Dengan mata bergenang, aku berdoa sepuasnya dan keluar kerana tidak mampu untuk menunaikan solat sunat di dalamnya.
Selepas itu, aku berundurlah ke Multazam untuk solat sunat tawaf dan berdoa; seperti berikut “Ya Allah, janganlah engkau jadikan kunjungan ini buat yang terakhir untukku, jemputlah aku dan keluargaku sebagai tetamu-Mu untuk kunjungan yang berikut-berikutnya. Terimalah hajiku sebagai haji yang mabrur, dan masukkanlah aku, kedua ibu bapaku, datuk nenekku, anak isteriku, zuriat-zuriatku, keluargaku, sahabat-sahabatku, jiran-jiranku dan guru-guruku ke Syurga-Mu”
Aku
13
Rutin harian tetap diteruskan pada hari ini. Terjaga jam 2.20 pagi dan meneruskan rutin harian. Pagi ini kami balik awal untuk mengeluarkan wang SR500.00 simpanan Tabung Haji (canggihnya urusan Tabung Haji di mana kita tidak perlu membawa buku akaun untuk urusan pengeluaran, memadai hanya membawa tag nama).
Semasa berada di dalam masjid, aku kerap mencari lokasi yang membolehkan aku melihat Kaabah tanpa ada halangan di hadapanku. Hari ini aku merenung Kaabah sepuasnya, kerana hanya tinggal beberapa hari lagi kami bakal meninggalkannya. Aku mengimbau cerita mutawif Indonesia yang mengatakan, di hari akhirat nanti, Kaabah akan diiringi oleh manusia sepertimana kita mengiringi pengantin. Semua orang yang mengiringinya adalah terdiri dari orang yang pernah bertawaf sama ada tawaf haji mahupun tawaf umrah.
Tidak sangsi lagi, hati dan perasaan ini bagai diragut-ragut, pabila meningatkan bakal meninggalkan bangunan hitam ini. Waima telah berada di Mekah agak lama juga, tetapi perasaan ini belum puas untuk melihat bangunan hitam ini.
14
Pagi ini kami bergerak ke masjid jam 4.00 pagi, jauh tersasar dari masa sepatutnya. Memasak air, membersihkan diri dan sarapan di luar bilik, di hamparan hijau yang sememangnya jarang dilipat sepanjang berada di Mekah. Aku dimaklumkan ada juga pasangan lain turut menggunakan tikar tersebut untuk sarapan pagi.
Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Rutin biasa agak sedikit berubah. Selepas subuh, kami bersarapan di Kompleks Safwah dan menemani isteriku membeli sedikit buah tangan untuk di bawa pulang. Antaranya dua beg untuk anak-anak, perhiasan yang ada tulisan pintu Kaabah dan buah tangan.
Oleh sebab ubat batuk bekalan klinik Tabung Haji hampir habis, aku membeli ubat batuk di farmasi. Harganya agak mahal sedikit. Bayangkan, harga 24 tablet panadol SR8.85 manakala harga 14 tablet Clarinase SR 21.20 harga antibiotic SR 51.00. Itu peringatan agar tetamu Allah yang ingin mengerjakan umrah, membeli ubat-ubatan di Malaysia sebagai bekalan kerana masa umrah tiada perkhidmatan klinik Malaysia di sana.
Oleh kerana membawa dua beg plastik besar, aku solat dzohor di luar masjid dan balik ke hotel selepas itu. Turun ke haram sebelum asar dan balik selepas isyak. Kami bertemu
15
Hari ini, jam 4.35 pagi kami bergerak ke masjid melalui terowong. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Balik ke hotel
Sebelum maghrib, aku membeli burger ayam buat makan malam isteriku yang tidak pulang-pulang semenjak pagi. Usai Isyak, kami bertemu di kawasan farmasi. Kami berjalan balik sambil berpautan tangan selepas isyak. Sempat memakan burger sebiji sebagai pengalas perus pada malam harinya.
16
Jumaat terakhirku di Mekah perlu dimanfaatkan sepenuhnya. Walaupun agak lewat bangun, kami tetap ke masjid jam 4.15 pagi melalui jalan pintas terowong. Rutin biasa diteruskan, cuma bergerak awal sedikit untuk solat Jumaat, kerana jika terlewat, banyak pintu akan ditutup untuk tujuan keselamatan dan mengelak kesesakan melampau.
Khutbah Jumaat yang sungguh bersemangat dan kurasa penuh makna waima aku tidak berapa memahamiisi kandungnya. Aktiviti kami hari ini diperlahankan sedikit bagi menggumpul tenaga untuk mengemas barang.
 |
| Suasana padat di kawasan Baitullah |
Jam 3.00 pagi bangun untuk memasak air panas, mandi dan sarapan bersama isteri. Oleh kerana esok kami akan bergerak ke Madinah, paginya kami luangkan masa untuk membeli barang di Kompleks Safwah. Aku membeli songkok berlambangkan Kaabah SR 20.00 dan jubah ala Haramain SR55.00.
Selepas asar aku balik ke hotel bersama isteriku. Kami dikunjungi oleh petugas haji yang membahagikan pelekat beg dan pelekat kad nama serta nombor bilik hotel di Madinah. Setelah mengetahui aku terpaksa berpisah dengan rakan sebilik dan rakan bilik sebelah, aku memeluk mereka sambil melafazkan kata-kata meminta maaf andai ada tingkah aku yang kurang menyenangkan sepanjang tempoh hampir sebulan berkongsi kemudahan semasa berada di Mekah. Aku mencapai buku notaku untuk meminta alamat serta nombor telefon semua rakan-rakan Mekahku.
Usai memastikan tiada barang yang tertinggal, jam 5.00 petang.aku menolak dua beg besar dan dua beg kuning ke dada lif diturunkan ke lobi hotel untuk dimuatkan ke dalam lori pengangkut. Kami dimaklumkan barangan kami diangkut pada sebelah malam ke hotel di Madinah dan dimaklumkan yang bagasi kami akan tiba di hotel penginapan di Madinah lebih awal dari kami. Aku mula terasa berbelah bagi ketika itu. Terasa pilu yang menebal untuk meninggalkan Baitullah dan terasa gembira kerana tidak berapa lama lagi aku akan berada di Masjid Nabawi. Sesungguhnya aku ingin berada sedekat-dekatnya dengan jasad di mana Rasulullah di semadikan. Aku ingin berdoa di sana, berdoa semoga baginda memberi syafaatnya di Padang Masyar nanti.
Aku bergerak ke haram untuk solat maghrib. Selepas maghrib, ketika sedang merenung Kaabah dalam situasi pilu yang amat dalam, aku didekati oleh seorang jemaah KT 68. Kami sama-sama menitiskan air mata apabila mengenangkan akan berpisah dengan Baitullah. Beliau menceritakan, di suatu masa nanti ketika berada di Padang Masyar, Allah akan memperlihatkan dunia ini kepada hamba-Nya. Dan, masa itu besar dunia yang pernah kita diami ini, hanyalah seluas taman permainan kanak-kanak. Mungkin ada kebenarannya dan mungkin beliau bercerita berdasarkan pembacaan atau ceramah yang pernah diikutinya atau ada fakta lain. Masa itu, kita melihat dunia ini kecil sepertimana di waktu ini kita melihat betapa kecilnya alam kita ketika kita masih di perut ibu kita. Dan sehingga saat inipun kita masih dapat menyaksikan setiap hari, ada ibu-ibu yang sarat membawa bayinya ke sana-kemari. Mengapakah kita jarang bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan. Berulang-kali Allah menyebut dalam kitab suci Al-Quran surah Ar-Rahman yang menyebut, "Nikmat Allah yang manakah yang hendak kamu dustakan." Berfikirlah secara waras wahai para pembaca.
Selepas Isyak aku ke kompleks Safwah untuk membeli soup ayam dan nasi. Aku dan isteri makan di luar bilik hotel, ketika soup masih panas-panas. Sebelum tidur, kami bergabung dengan penghuni bilik sebelah (1509) untuk memotong buah orange yang terkumpul dalam peti ais besar di bilik kami. Secara kebetulan bilik kami ada peti ais. Buah tersebut kami kumpul sejak beberapa hari lalu. Bukan tidak lalu makan, akan tetapi dikhuatiri akan meyebabkan batuk bertambah parah. Kami merancang untuk membahagikannya semasa perjalanan dari Mekah ke Madinah.
18 Okt (Ahad) Meninggalkan Mekah Al-Mukaramah
Jam 2.08 pagi , aku bangun untuk memasak air panas. Pagi ini mandiku kuakhiri dengan siraman air zam-zam dan berdoa agar diriku dibersihkan dari segala apa sahaja. Setelah sarapan di luar bilik bersama isteri, jam 2.48 pagi, kami bergerak ke masjid. Sebelum bergerak, aku melakukan rutin biasa membaca doa di balik pintu hotel. Doa ditambah dengan memohon agar perjalanan ke Madinah dipermudah dan diberi perlindungan.
Jam 3.05 pagi kami memulakan tawaf wida di Mataaf bulatan pertama ketika ada antara pintu masuk ke masjid telahpun ditutup. Solat terakhirku di Multazam merupakan kemuncak kesyahduan ku. Kukira, bersujud di dataran kaabah dengan perasaan mengharap redha Allah bukan lagi cerita asing di situ.Tangis, ratap, rintih dan rayu bagai kemestian tatkala berada di sana. Rasa malu menahan tangisan tidak ada lagi pada sekujur tubuh insan bernama hamba. Esak tangis sudah menjadi irama yang mendamaikan.
Entahkan bila lagi aku dapat merenung Kaabah seperti beberapa hari yang telah aku lalui.
Aku dan isteri bersegera meninggalkan dataran Kaabah dengan sejuta kesedihan. Lambaian terakhirku terhadapnya menamatkan episode kami di Masjidil Haram. Di laluan keluar kami membasah tekak dengan air zam-zam dan menyapu muka serta seluruh kepala dengan air tersebut. Aku menoleh dan terus menoleh dalam keadaan sebak. Aku terus menoleh sehingglah bangunan Kaabah tidak kelihatan lagi. Kami
Usai subuh, kami segera naik untuk persiapan terakhir meninggalkan Mekah Al Mukaramah dan bersarapan ala kadar. Sama seperti semasa keberangkatan kami dari Kelana Jaya ke Airport KLIA, pemergian kami dari Jeddah ke Mekah dan dari Mekah ke Arafah, kami bergerak dengan bersistem tanpa berebut-rebut. Jam 9.08 pagi, bas no 7 yang kami naiki bergerak menuju ke Madinah. Aku mula menukarkan dzikir kepada selawat ke atas Rasulullah. Hati begitu sayu meninggalkan kota Mekah. Sepanjang perjalanan aku sentiasa menoleh ke menara jam Mekah, jam yang senantiasa aku renungi sepanjang berada di sana. Paling menarik ialah ketika azan dikumandangkan, lampu hijau yang melingkari jam tersebut bernyala menyebabkan ia begitu menyerlah. Kali terakhir aku dapat menyaksikannya ialah jam 9.33 pagi. Waima jahitan luka di hati ini yang masih belum pulih, namun hakikatnya aku terpaksa meninggalkan Baitullah. Entah bila lagi aku akan dapat menatap Kaabah seperti beberapa hari sebelumnya. Cukup-cukuplah setakat ini, rasanya tidak tertanggung derita kerinduan terhadap Baitullah. Jam 9.48 pagi, aku menghantar pesanan SMS kepada anak -anak mengenai kedudukan kami yang sedang dalam perjalanan menuju ke Madinah. Di pertengahan jalan, aku terlihat kelibat Tuan Haji Munir dari hujung bas, membawa bakul plastik membahagikan potongan buah oren seperti yang kami rancangkan.
Jam 5.20 petang kami tiba di Hotel Al-Haram Madinah yang mempunyai 606 bilik setelah melalui hentian pertama jam 11.30 untuk solat dzohor, jam 3.10 petang di hentian untuk penyerahan sumbangan kerajaan Arab Saudi dan jam 4.30 petang di pos pemeriksaan Imigresen. Kota Suci Madinah (Yathrib) yang terletak di gunung berdataran tinggi, di persimpangan tiga lembah iaitu Lembah ‘Aql, Lembah Aqiq dan Lembah Himd, tempat di mana turunnya wahyu Quran dan hadis. Ibarat sebatang pokok, Madinah adalah pohon yang membuahkan peradaban besar bagi penduduk bumi Allah.
Aku menginap di bilik 1013 menempatkan empat sahabatku Haji Abu Taib bin Mat (Kajang Selangor) , Haji Tuan Abdullah Tuan Yussof, Haji Ishak Safie dan Haji Baharuddin Zakaria (Precient 8, Putrajaya, K. Lumpur) kesemuanya Malaysia Barat), manakala isteriku di bilik 1015. Kesemua rakan sebilikku adalah rakan sekhemahku ketika di Arafah dan Mina. Syukur Ya Allah, kerana tiada pilihan, aku yang terakhir tiba di bilik ditempatkan di katil paling hujung dekat tingkap. Hati keciku berbisik, sebenarnya lokasi itulah yang kerap menjadi pilihanku kerana jika terjaga sebelah malam, aku kerap melihat suasana damai Madinah melalui tingkap dan di tepi tingkap itulah tempat aku meletakkan barang pribadiku.
Setelah tiba, aku bersegera mandi dan mengajak isteri untuk solat asar di Masjid Nabawi. Di kiri kanan lorong laluan hotel di penuhi dengan kedai-kedai menjual pelbagai barangan. Dari sekecil kunci, barangan elektrik, kurma, dan pelbagai jubah yang menarik.
Jarak antara hotel
19
Jam 3.00 pagi, bangun memasak air panas di luar bilik dan mencari lokasi baru untuk sarapan pagi iaitu di depan lif yang tidak digunakan. Kebetulan ada sebuah meja bulat dan dua buah kerusi. Aku mengutus SMS kepada isteriku untuk ke lokasi bersarapan yang baru. Di meja bulat itulah kami bersarapan sebelum bergerak ke masjid. Sebelum bergerak, aku membaca doa berikut di balik pintu bilik, “Ya Allah, permudahkanlah perjalananku ke masjidmu, jagalah keselamatanku dan isteriku, jagalah lisanku dan izinkan aku beriktikaf di masjid-Mu”. Kami segera balik kerana pagi tersebut ada ziarah dalam. Di laluan Hotel Al-Haram, dalam suasana meriah aku menyelit di celah tetamu Rasulullah dan aku singgah membeli 10 songkok yang ada lambang Kaabah di tepinya untuk buah tangan balik ke tanah air.
Jam 6.40 pagi, tetamu Rasulullah KT 68 berkumpul di luar Hotel Al-Haram untuk bergerak ke Masjid Nabawi melalui pintu 25. Di pagi hening, jelas terasa kesyahduan berada di kota Madinah. Sebelum bergerak masuk, kami berkumpul untuk membaca doa diketuai oleh ustaz pembimbing haji. Sekali lagi kami diiringi oleh sebilangan kecil petugas haji. Usai menyampaikan salam terhadap Rasulullah dan dua sahabatnya, aku bergerak memasuki pintu Bubus Salam untuk merapat ke kawasan Raudah. Usai solat tahaiyat, aku solat hajat dan membaca doa berikut, “Ya Allah, terimalah solatku dan permudahkanlah aku untuk bersolat dan berdoa di Raudah-Mu”. Aku berjaya memasuki Raudah dan menunaikan solat sunat taubat, solat hajat dan solat dhuaa di dalamnya.
Sungguh, Allah yang Maha Pengasih mengakui bahawa hamba-Nya banyak terkhilaf dan melakukan dosa. Lalu, berulang-ulang kali dalam al-Quran mengingatkan hamba-hamba-Nya agar memohon keampunan-Nya. Dalam surah Hud, ayat 90 Allah berfirman: "Dan mintalah ampun kepada Tuhan kamu, kemudian kembalilah taat kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengasihani, lagi Maha Pengasih." Aku memanjatkan mendepakan tangan lalu memohon keampunan kepada Allah, diikuti dengan doa-doa lain untuk ketiga-tiga anakku, keluargaku serta rakan sepejabatku. Hati bagaikan disentap-sentap, sayu, sedih, syahdu dan pelbagai rasa menyelubungi seluruh jiwa dan perasaan. Hati bergetar dan sebak sukar untuk diungkap. Air mata mengalir tanda kesyukuran, kerana aku, isteri adalah antara ribuan yang sudi dijemput mengerjakan Rukun Islam ke-5 pada tahun ini. Sesungguhnya ketika itu, takungan air mata tidak dapat dipertahankan lagi. Di sebelah kananku, terdapat seorang jemaah Malaysia memegang buku doa menoleh ke arahku, kehairanan melihat aku berdoa sambil teresak-esak. Usai berdoa, aku menegurnya untuk membaca doa dalam Bahasa Melayu sahaja daripada membaca doa bahasa Arab yang belum tentu difahami isi maksudnya.
Usai dari Raudah, jam 9.45 pagi, aku mengajak sahabatku Haji Munir dan Haji Ikhsan ke Kompleks Dawwod untuk meninjau buah tangan di sana. Suasana di sini jelas berbeza dengan kota Mekah. Madinah menyimpan kehidupan umat yang dibangunkan atas tiga prinsip iaitu merahmati, menghormati dan menghargai tetamunya. Kami berselisih dengan jemaah dari pelbagai negara yang mengunjungi kompleks Dawood dengan tujuan yang sama, iaitu membeli sedikit buah tangan.
 |
| Tuan Hj. Munir dan Tuan Hj. Ikhsan, rakan berkongsi kamar mandi di Mekah |
Betullah seperti apa yang dikatakan oleh Pembimbing Haji Maktab 94 Mekah, Ustaz Haji Ramli yang mengatakan, barang-barang dagangan di Madinah akan menghadapi penurunan harga kerana jemaah semakin berkurangn di penghujung musim haji. Aku sempat membeli dua jubah dengan tawaran 50 peratus. Bersama Haji Munir,aku mengajaknya untuk melihat ke aras lain untuk meninjau-ninjau pelbagai buah tangan untuk dibawa balik ke tanah air.
Di perjalanan balik, aku singgah di sederet kedai dekat Hotel Dar Al Taqwa untuk membeli sebuku roti panjang dan mantega kacang serta sebotol mayonis. Aku balik untuk makan tengah hari dan bergerak ke masjid bersama isteri dan balik usai solat Isyak. Di Madinah amat mudah untuk temujanji pertemuan kerana pintu 26 atau 25 yang kami lalui mudah dikenalpasti.
20
Rutin di Mekah diteruskan ketika berada di Madinah. Jam 3.00 pagi, aku telah siapkan sarapan untuk kami berdua. Roti dengan sapuan mayonis menjadi sarapan pada pagi itu. Jam 3.45 pagi, kami bergerak ke masjid. Sebelum itu, kami berdoa sebelum meninggalkan hotel penginapan. Usai subuh, kami balik ke hotel untuk sarapan dan bersedia untuk ziarah luar.
 |
| Maqam suhada Uhud di Madinah Al Munawarah |
Usai sampai di hotel, dan selepas menyimpan kurma di bilik, kami berdua menuju ke pintu 16 untuk makan bakso dan makanan Asia di Restoran Indonesia setelah memohon bantuan pekerja Indonesia mengenai lokasi restoran berkenaan. Aku mencari ruang meja yang kosong manakala isteriku berbaris untuk memesan makanan. Suasana memang sesak tetapi kesabaran perlu diamalkan dan sifat qanaah perlu diterapkan.
 |
| Pagi terindah berlatarbelakang Kubah Hijau Madinah |
21
Jam 3.30 pagi, aku dikejutkan oleh isteriku untuk sarapan pagi di luar bilik hotel. Cerek berisi air panas beserta gelas, roti, gula dan susu kubawa ke ruang biasa kami bersarapan. Kami bergerak
"Di antara satu umrah kepada satu umrah yang lain adalah penghapus dosa antara keduanya dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan syurga,"
Kesempatan berada di bumi Madinah semestinya digunakan semaksimum mungkin. Rutin harian dimanfaatkan sepenuhnya, tunaikan solat sunat, solat hajat, solat taubat, berselawat, marathon membaca Al-Quran, berdoa di Raudah dan solat di masjid Quba.
Di Quba, kami melakukan ritual ibadah, iaitu solat tahaitul masjid, solat Dhuaa, Solat Hajat dan solat Taubat. Usai berkumpul di lokasi yang dijanjikan, kami bergerak meninggalkan Quba. Sekembalinya dari Quba, kami berdua keluar untuk membeli-belah. Aku membeli jubah dan minyak wangi (Victory - keluaran Al-Rehab) SR180.00 untuk dihadiahkan kepada keluarga dan rakan-rakan apabila balik nanti. Selepas isyak, kami menuju ke pintu 16 untuk makan nasi di Restoran Indonesia. Di laluan pulang, kami terpegun menyaksikan panorama kota Madinah di waktu malam.
Ada beberapa waktu terluang, kami gunakan untuk membeli serban, menambah songkok yang ada lambang Kaabah, sejadah, tasbih sebagai buah tangan.
Beberapa kali aku lepak bersama isteri sambil makan makanan ringan di bawah payung Masjid Nabawi. Aku juga mengambil kesempatan merakam keindahan kawasan masjid dan merakam saat di mana payung masjid dibuka.
22
Rutin bangun awal pagi, mandi, sarapan dan ke masjid diteruskan. Berdoa di balik pintu sebelum ke masjid sudah menjadi rutin biasa. Pagi itu aku dikejutkan oleh berita pemergian anak buah. Allahyarhamah sangat rapat dengan isteriku. Sudah tentu ia memberi kesan yang terlalu besar untuknya. Kami tergamam tanpa kata, masing-masing mengesat air mata.
Selepas subuh, aku singgah membeli nasi lemak dan sarapan di depan lif hotel sambil mengimbau kenangan bersama allahyarhamah. Isteriku mencari Whatsapp terakhir dari beliau. Sebelum jam tujuh, kami berkumpul di tepi hotel menunggu van untuk solat di Masjid Quba dan balik ke masjid selepas itu.
Di Madinah, di kiri kanan laluan pejalan kaki di dalam hotel Al-Haram terdapa kedai menjual pelbagai barangan. Aku belum berhajat untuk membuat pembelian kerana masih fokus terhadap ibadah dan taddarus Quranku yang masih belum dihatamkan. Lagi-lagilah di luar hotel, di laluan pejalan kaki antara deretan hotel, lagi banyak jualan.
Jam 9.24 pagi, selepas membeli sedikit sarapan pagi, aku bergabung dengan isteriku di bawah payung yang terbuka di luar Masjid Nabawi. Kami berbual sambil menikmati sedikit kuih yang aku beli di gerai bawah tanah sebelah Hotel Al Mubarak. Di sana sini masih kelihatan kelibat petugas haji yang berbaju merah meninjau situasi para jemaah haji sekitar kawasan masjid dan kedai berdekatan. Sekali-sekala kami bertegur ramah dan berdakapan ketika berselilih. Mereka merupakan petugas terbaik dalam menyantuni tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
 |
| Sarapan pagi di bawah payung Masjid Nabawi |
23 Oktober (Hatam Al-Quran-Jumaat)
Aku bangun agak lewat jam 4.10 pagi. Di perjalanan balik ke Hotel Al-Haram, aku membeli sekilo jambu batu SR10 dan sekilo buah aprikot SR15. Hari ini isteriku membeli mee dan nasi lemak yang dijual di perkarangan hotel. Seperti biasa, kami bersarapan di luar bilik.
Jam 7.00 pagi kami ke Masjid Quba. Di Quba, kami melakukan ritual ibadah, iaitu solat tahaitul masjid, solat Dhuaa, Solat Hajat dan solat Taubat. Jam 9.30 pagi kami menghadiri taklimat Pembimbing Haji Madinah Ustaz Haji Hishamuddin mengenai keberangkatan balik ke Tanah Air di Kafe Hotel. Taklimat diikuti dengan ceramah agama yang menyentuh adab tetamu Allah selepas bergelar haji dan hajah. Dalam ceramahnya,beliau memohon agar pak haji dan mak hajjah memelihara kelangsungan beribadah seperti yang dilakukan semasa di Tanah Suci, menjauhi perbuatan sirik dan berperilaku yang boleh dicontohi oleh insan lain. Yang paling utama mengikut Haji Hisham ialah mengunjungi masjid untuk solat berjemaah pada setiap masa melainkan ada halangan yang tidak dapat dielakkan.
 |
| Menunaikan satu solat di masjid ini (Quba), pahalanya menyemai megerjakan sekali umrah |
Selepas solat maghrib, aku berasa sedikit keletihan. Usai solat jenazah, jam 6.46 malam aku keluar meninggalkan masjid untuk bergabung dengan Tetamu Rasulullah dari Bangladesh di kawasan payung tertutup dekat tandas. Salah seorang jemaah yang faham akan situasi yang kuhadapi menyuruh aku berbaring berdekatan dengan beliau. Sebelum aku merebahkan badanku di lantai marmar, beliau sempat menunjukkan isyarat ibu jari menandakan bagus pada ketayap yang aku pakai. Sebelum azan Isyak, beliau mengejutkan aku dan mengisyaratkan aku untuk berwuduk. Aku lantas bangun lalu mencapai ketayap yang dipakainya, lalu aku menyarungkan ketayap yang kupakai ke kepalanya. Beliau memeluk kemas pinggangku mengangkat kedua-dua tangannya seolah-olah mendoakan ku. Aku pergi ke tandas dan masuk semula ke dalam masjid selepas itu.
Dalam kesesakan, aku balik ke hotel selepas solat Isyak. Kali ini aku melalui pintu yang ada jualan pelbagai jenis kurma. Kuasa Allah melangkau segala-galanya. Sesungguhnya Allah tidak ingin melihat kami kembali ke tanah air dengan hajat yang tidak tercapai. Aku terbaca senarai penerbangan pulang jemaah KT lain yang dilekatkan di dinding hotel penginapan kami. Aku terlihat nama Hajah Kamairah Mad Esa (Imigresen Putra Jaya), insan yang sangat-sangat ingin kami temui selama ini. Semenjak di Mekah hingga ke ukuf, kami terputus hubungan. Hajah Kamariah adalah orang yang bertanggungjawab menguruskan Passport kami untuk pemergian menunaikan fardu haji. Dan beliau inilah yang hendak ditemui oleh isteriku semenjak di Arafah lagi. Agaknya Allah tidak ingin melihat tetamu-Nya, balik ke Tanah Air dengan kecewa. Aku menghantar khabar gembira melalui SMS kepada isteriku, tetapi beliau masih menunggu peluang untuk bertawajuh di Raudah.
Lebih mengujakan lagi, Allah mempertemukanku dengan Hajah Kamariah dekat tangga hotel dan berbual-bual dengan beliau sambil mendail nombor telefon isteri yang tidak berjawab. Aku menunggu isteriku untuk bertemu dengan Hajah Kamariah. Isteriku tidak muncul kerana berpeluang masuk ke Raudah. Aku memberi nombor bilik isteriku dan berjanji untuk bertemu beliau jam 7.00 pagi esoknya. Hampir jam 9.40 malam, barulah isteriku muncul kami makan di luar lif hotel seperti selalunya.
24 Oktober (Sabtu)
Jam 4.15 pagi, kami turun ke masjid setelah melalaui rutin harian seperti biasa. Di luar hotel penginapan aku membeli 2 kilo buah aprikot SR30.00. Jam 7.05 pagi, kami bergerak ke Quba dan tiba di sana jam 7.34 pagi. Senerio sepanjang perjalanan mendekati perkarangan Masjid Quba di penuhi dengan tetamu Rasulullah dari Pakistan.
 |
| Sepagi di Masjid Quba |
Hari ini aku temankan isteriku ke kompleks Dawood untuk mencari buah tangan. Jam 12.41, sebelum zohor kami makan di Restoran Indonesia. Di perjalanan menuju ke masjid, kami cuba singgah di kedai menjual aneka jubah tetapi tidak dilayan lantaran waktu solat hampir tiba. Selepas asar, aku juga membeli 4 kilo pelbagai kurma untuk dibawa pulang disamping sekilo kurma mentah.
Balik selepas isyak dan makan malam dekat lif tingkat 10. Aku membeli tali pengikat beg dan mendapatkan bantuan Tuan Haji Munir bagi membalut dua beg besar kami. Aku tidur lewat kerana menunggu giliran menimbang barang dan mendapatkan pas menaiki pesawat oleh petugas MAS. Empat beg tidak sampai 60 kilo. Satu lagi pengurusan canggih oleh pihak Tabung Haji dimana urusan menimbang barang dibuat di hotel penginapan bukan di lapangan terbang.
25 Okt (Ahad)
Setelah melalui rutin biasa, memasak air panas, membancuh minuman dan minum bersama di luar bilik hotel, jam 3.40 pagi aku dan isteri bergerak ke Masjid Nabawi. Aku berjaya masuk ke Raudah dan keluar pada jam 4.20 pagi kerana membuka peluang kepada tetamu Rasulullah lain untuk solat di Raudah.
Hari ini lewat ke Quba kerana van sentiasa dipenuhi oleh tetamu Rasulullah. Kami berserta tiga jemaah lain ke Quba dengan kereta sapu dan balik jam 8.20 pagi. Kos pengangkutan hari itu dilangsaikan oleh seorang kenalan wanita kami. Moga Allah melipatgandakan pahala kepada insan mulia seperti beliau.
Usai balik ke kawasan hotel penginapan, aku mengajak isteriku untuk tidak terus balik ke hotel malahan berehat di bawah payung masjid. Aku membeli makanan dan minuman di aras bawah tanah bangunan Bahauddin, dan mengajak isteriku untuk lepak umpama berkelah di luar Masjid Nabawi. Aku membuka makanan dan minuman dan makan bersama-sama. Kami berkongsi cerita pengalaman masing-masing sepanjang berada di Tanah Suci dan berasa seronok memerhatikan gelagat tetamu Allah yang keluar masuk Masjid Nabawi.
 |
| Ketenangan Masjid Nabawi yang sukar digarapkan |
Jam 9.12 pagi aku menghantar isteriku ke kawasan solat wanita dan memerhatikan kelibatnya hingga beliau tidak lagi terlihat oleh mata kasarku. Selepas itu, sku bergerak solo ke piuntu masjid bernombor 23. Usai solat tahaitul masjid dan solat hajat di luar Raudah, Masaku diisikan denga marathon zikir dan doa dann terus-terusan berdoa sambil diselangi dengan solat-solat sunat. Allah rezikikan aku untuk masuk ke Raudah selepas zohor. Hari ini aku meninggalkan Raudah dengan situasi yang teramat pilu pada jam 12.45 tengah hari. Aku memikirkan entah bila lagi aku berpeluang menatap maqam kekasih Allah seperti yang aku lakukan sepanjang berada di Madinah.
Sebagai tanda perpisahan dengan rakan setingkat, malam 25 Oktober, kami berlima penghuni bilik 1013 mengumpul dana memesan nasi mandi kambing. Malam tersebut kami makan beramai-ramai di luar bilik.
Pada jam 9.25 malam aku menemani isteriku ke masjid kerana beliau berhajat untuk ke Raudah pada malam itu. Sementara itu, aku menunggu di bawah payung masjid menikmati limpahan cahaya lampu kota Madinah yang terlalu indah pada waktu malam. Aku merenung sayu Masjid Nabawi sepuasnya sambil jejariku mengentel tasbih, namun aku masih terasa belum puas. Hotel The Oberoi Madina yang sering kutatap setiap kali berjalan pulang dari Masjid Nabawi ku renung begitu dalam. Aku berasa sungguh terpukul di kala itu. Jam 10.55 malam, kami bergerak balik ke hotel.
26 Okt (Isnin) Meninggalkan Madinah
Jam 3.28 pagi aku bergerak bersama isteri ke masjid, setelah bersarapan seperti rutin hari-hari yang sebelumnya. Apabila mendekati pagar masjid, kami membaca doa iktikaf dan doa memasuki masjid. Sempat masuk ke Raudah untuk menunaikan beberapa solat dan berdoa. Jam 4.05 pagi, aku meninggalkan ruangan karpet hijau untuk memberi peluang kepada tetamu Rasulullah lain untuk solat di Raudah.
Seperti hari-hari sebelumnya, kami ke Quba dan balik jam 8.20 pagi. Usai selesai, aku menemani isteriku untuk membeli jubah dan aku membeli sekotak pantis sebagai buah tangan di kedai berdekatan hotel penginapan. Jam 10.36 pagi, kami sepakat untuk makan di Restoran Indonesia dan masuk ke masjid selepas makan. Limpahan rahmat Allah tiada batasnya, kerana dengan kasih sayang-Nya aku berpeluang masuk ke Raudah sekali lagi pada jam 11.29 pagi.
Hari-hari terakhir di Madinah begitu menggugah jiwa ini. Setiap inci pengalaman haji, melekat terungkap nun jauh di sanubari ini. Bukan bilangan buah tangan yang aku fikirkan, tetapi sesungguhnya peluang ziarah ini meninggakan bekas yang mendalam terhadap kami. Kemesraan kami selama lebih sebulan sukar untuk diungkap, tangisan keinsafan dan tiap selawat serta dzikir kami moga menjadi taruhan kami di hari akhir nanti. Saya dapat rasakan bahawa semua tetamu Allah mengharapkan begitu.
Kedai-kedai yang menjual pelbagai barang dari kurma hingga ke jualan jubah yang ditempatkan di laluan hotel mula tidak beroperasi. Mereka menyedari bilangan tetamu Rasulullah semakin berkurangan. Di hotel Al-Haram hanya tingga dua penerbangan sahaja yang menjadi penghuninya iaitu KT 68 dan KT 69.
Usai solat asar aku ziarah wida Rasulullah. Hari terakhir di Tanah Suci aku habiskan dengan zikir dan selawat di bawah payung Masjid Nabawi. Doa ku baca tidak putus-putus agar aku dijemput kembali menjadi tetamu-Nya dalam masa terdekat
Jam 5.00 petang, aku menghantar dua beg sandang kami ke dalam bas nombor 7, memilih kerusi yang membolehkan aku menikmati suasana malam di Madinah sepanjang perjalanan pulang dan ke masjid untuk solat maghrib. Di laluan balik, aku menatap sepuasnya keunikan bangunan luar masjid Nabawi, menikmati lampu limpah yang menerangi kawasan masjid yang siangnya terbentuk payung gergasi dan menikmati sekeliling hotel yang terpacak megah di luar masjid.
Usai maghrib, bas bergerak ke Lapangan Terbang Madinah. Aku terus menoleh ke arah menara Masjid Nabawi sehingga ia luput dari pandanganku. Sempat solat isyak di airport. Dua jam lebih dalam barisan permeriksaan Imigresen dan akhirnya kami ditempatkan di suatu kawasan. Tanpa berasa malu aku membuka makanan yang tidak sempat kami makan di hotel. Sebungkus makanan kami serahkan kepada Haji Badaruddin dan keluarga. Alhamdulillah, tindakan kami membuka makanan diikuti oleh rakan-rakan haji yang lain. Jam 11.45 malam (awal 5 minit dari masa yang sepatutnya), 495 jemaah pesawat KT 68 Airbus A380 dengan nombor penerbangan MH8287 meninggalkan bumi Madinah. Setelah pesawat stabil di ruang udara, aku bertukar kerusi dengan rakan untuk duduk sebaris dengan isteriku. Pada mulanya aku duduk di kerusi 48 E manakala isteriku di kerusi 47 D.
Walaupun bakal bertemu semula dengan anak-anakku, rasa sedih meninggalkan bumi ambia tidak dapat disembunyikan. Sepanjang penerbangan, kegembiraan tetamu Allah yang sudah bergelar tuan haji dan puan haji jelas terbayang. Setelah beberapa jam dalam pesawat, keletihan sudah tidak dapat dibendung. Di kiri kanan laluan ke tandas, rata-rata jemaah dibuai mimpi masing-masing. Sempat juga berselfi sesama jemaah haji lain di dalam pesawat. Tatkala melihat fajar sidiq di luar jendela pesawat, aku mengejutkan isteriku untuk solat subuh menghormati waktu.
Kami tiba di KLIA jam 1.30 petang pada 27 Oktober (Selasa). Setibanya di KLIA, aku menelefon ketiga-tiga anak-anakku. Aku berbaris bagi mendapatkan dua botol air zam-zam di KLIA. Petugas Tabung Haji berada di segenap sudut KLIA untuk menunjuk arah. Jam 2.31 petang selesai urusan pendaftaran masuk dengan bantuan dua orang pemuda petugas haji tempatan yang berbaju hitam bernama Azizi manakala yang berbaju merah terlupa untuk catatan pribadi.
Sempat juga membeli roti RM54.00 untuk dibawa balik ke Sabah. Petugas haji tempatan, bukan sekadar menunjuk arah, menolak barang, malah seorang pertugas haji meminta pas masuk kami untuk perlepasan ke Kota Kinabalu. Perkhidmatan mereka terbaik. Kalau ada lebih daripada lima bintang, sudah selayaknya mereka memperoleh bintang tersebut. Usai selesai semua urusan, kami mencari surau untuk sujud syukur, solat qada subuh dan jamak zohor asar. Kami menuju ke Pintu B7 seperti yang tercatat di dalam tiket kami.
MH 2640 berlepas meninggalkan Kuala Lumpur jam 4.20 petang. Aku duduk di kerusi 21F manakala isteriku di sebelahku 21E. Di sepanjang perjalanan, aku masih mengimbau suasana ketika tawaf, Saie, ukuf, melontar Jamrah, solatku di Raudah. Kurasakan, suasana itu bagaikan mimpi yang baru saja berlalu. Kami tiba di Kota Kinabalu pada jam 7.05 malam, diberi sambutan linangan air mata oleh anak-anakku, keluarga abangku dan keluarga isteriku. Tanpa pengetahuan kami berdua, anak sulungku sengaja menempah tiket dari Sandakan semata-mata untuk bertemu dengan kami. Malam itu kami berkongsi sedikit cerita haji kepada anak-anak sambil membuka barang-barang yang kami bawa. Pertamanya sudah semestinya memberi minum air zam-zam dan makan kurma Ajwa dan kurma Anbar. Buah tangan yang dibawa untuk anak-anak dibahagikan pada malam tersebut.
28 Oktober (Rabu)
Seawal pagi, kami menghantar anak sulung ke Airport untuk penerbangan balik ke Sandakan. Tengah hari, kami berdua balik ke Papar untuk menghadiri kenduri ketujuh anak buah yang telah kembali ke pangkuan Ilahi. Kami disambut dengan linangan air mata oleh keluarga kaka ipar. Aku membersihkan sekeliling halaman rumah kerana agak lama juga aku tidak berbuat demikian. Aku mencari alat penimbang dan mendapati berat badanku turun kepada 49 kilo dari 54 sebelumnya.
Sebenarnya sepeninggalan kami berhaji, ada dua anak dan menantuku bermalam sekali dua di kediaman tersebut. Malam itu, rumah kakak ipar dipenuhi dengan saudara mara dan kenalan beliau untuk tujuan bertahlil.
Sebelum meninggalkan kediaman di Papar, pagi 29 Oktober, kami membahagi-bahagikan songkok yang bertenun lambang Kaabah kepada seluruh keluarga serta anak-anak buah isteriku.
Jumaat 30 Oktober (Jumaat)
Sebagai tanda terima kasih kepada sahabat jemaah surau yang beberapa minggu mendoakanku, aku ke pejabat pada pagi tersebut, waima masih bercuti. Dengan berbekalkan sedikit air zam-zam dan kurma, aku melangkah ke surau pejabat untuk menyertai majlis bacaan yassin dan tahlil. Selepas doa tahlil, aku memohon izin jemaah untuk memberi tazkirah dan memberi sedikit gambaran pengalaman menunaikan haji.
Hari Ahad, kami berdua berkunjung ke rumah abangku di kampung untuk membahagikan buah tangan dari tanah suci. Kami diberi sambutan air mata oleh ibu saudaraku dan dua orang kakak sepupuku. Kakak sepupu ini mempunyai hubungan cukup erat dengan kami kerana mereka pernah dipelihara dan dibesarkan oleh arwah ibuku semenjak zaman kanak-kanak lagi.
Jam 5.00 petang, aku menghantar dua beg sandang kami ke dalam bas nombor 7, memilih kerusi yang membolehkan aku menikmati suasana malam di Madinah sepanjang perjalanan pulang dan ke masjid untuk solat maghrib. Di laluan balik, aku menatap sepuasnya keunikan bangunan luar masjid Nabawi, menikmati lampu limpah yang menerangi kawasan masjid yang siangnya terbentuk payung gergasi dan menikmati sekeliling hotel yang terpacak megah di luar masjid.
Usai maghrib, bas bergerak ke Lapangan Terbang Madinah. Aku terus menoleh ke arah menara Masjid Nabawi sehingga ia luput dari pandanganku. Sempat solat isyak di airport. Dua jam lebih dalam barisan permeriksaan Imigresen dan akhirnya kami ditempatkan di suatu kawasan. Tanpa berasa malu aku membuka makanan yang tidak sempat kami makan di hotel. Sebungkus makanan kami serahkan kepada Haji Badaruddin dan keluarga. Alhamdulillah, tindakan kami membuka makanan diikuti oleh rakan-rakan haji yang lain. Jam 11.45 malam (awal 5 minit dari masa yang sepatutnya), 495 jemaah pesawat KT 68 Airbus A380 dengan nombor penerbangan MH8287 meninggalkan bumi Madinah. Setelah pesawat stabil di ruang udara, aku bertukar kerusi dengan rakan untuk duduk sebaris dengan isteriku. Pada mulanya aku duduk di kerusi 48 E manakala isteriku di kerusi 47 D.
 |
| Tn. Haji Badarudin dan Tn. Hj. Ishak, rakan sebilik di Madinah |
Kami tiba di KLIA jam 1.30 petang pada 27 Oktober (Selasa). Setibanya di KLIA, aku menelefon ketiga-tiga anak-anakku. Aku berbaris bagi mendapatkan dua botol air zam-zam di KLIA. Petugas Tabung Haji berada di segenap sudut KLIA untuk menunjuk arah. Jam 2.31 petang selesai urusan pendaftaran masuk dengan bantuan dua orang pemuda petugas haji tempatan yang berbaju hitam bernama Azizi manakala yang berbaju merah terlupa untuk catatan pribadi.
 |
| Lautan terima kasih kepada seluruh warga Tabung Haji yang dengan izin-Nya, kami suami isteri serta seluruh tetamu Allah boleh menunaikan rukun Islam ke-5 1436 Hijriah |
MH 2640 berlepas meninggalkan Kuala Lumpur jam 4.20 petang. Aku duduk di kerusi 21F manakala isteriku di sebelahku 21E. Di sepanjang perjalanan, aku masih mengimbau suasana ketika tawaf, Saie, ukuf, melontar Jamrah, solatku di Raudah. Kurasakan, suasana itu bagaikan mimpi yang baru saja berlalu. Kami tiba di Kota Kinabalu pada jam 7.05 malam, diberi sambutan linangan air mata oleh anak-anakku, keluarga abangku dan keluarga isteriku. Tanpa pengetahuan kami berdua, anak sulungku sengaja menempah tiket dari Sandakan semata-mata untuk bertemu dengan kami. Malam itu kami berkongsi sedikit cerita haji kepada anak-anak sambil membuka barang-barang yang kami bawa. Pertamanya sudah semestinya memberi minum air zam-zam dan makan kurma Ajwa dan kurma Anbar. Buah tangan yang dibawa untuk anak-anak dibahagikan pada malam tersebut.
28 Oktober (Rabu)
Seawal pagi, kami menghantar anak sulung ke Airport untuk penerbangan balik ke Sandakan. Tengah hari, kami berdua balik ke Papar untuk menghadiri kenduri ketujuh anak buah yang telah kembali ke pangkuan Ilahi. Kami disambut dengan linangan air mata oleh keluarga kaka ipar. Aku membersihkan sekeliling halaman rumah kerana agak lama juga aku tidak berbuat demikian. Aku mencari alat penimbang dan mendapati berat badanku turun kepada 49 kilo dari 54 sebelumnya.
Sebenarnya sepeninggalan kami berhaji, ada dua anak dan menantuku bermalam sekali dua di kediaman tersebut. Malam itu, rumah kakak ipar dipenuhi dengan saudara mara dan kenalan beliau untuk tujuan bertahlil.
Sebelum meninggalkan kediaman di Papar, pagi 29 Oktober, kami membahagi-bahagikan songkok yang bertenun lambang Kaabah kepada seluruh keluarga serta anak-anak buah isteriku.
Jumaat 30 Oktober (Jumaat)
Sebagai tanda terima kasih kepada sahabat jemaah surau yang beberapa minggu mendoakanku, aku ke pejabat pada pagi tersebut, waima masih bercuti. Dengan berbekalkan sedikit air zam-zam dan kurma, aku melangkah ke surau pejabat untuk menyertai majlis bacaan yassin dan tahlil. Selepas doa tahlil, aku memohon izin jemaah untuk memberi tazkirah dan memberi sedikit gambaran pengalaman menunaikan haji.
Hari Ahad, kami berdua berkunjung ke rumah abangku di kampung untuk membahagikan buah tangan dari tanah suci. Kami diberi sambutan air mata oleh ibu saudaraku dan dua orang kakak sepupuku. Kakak sepupu ini mempunyai hubungan cukup erat dengan kami kerana mereka pernah dipelihara dan dibesarkan oleh arwah ibuku semenjak zaman kanak-kanak lagi.
Perkara unik yang sukar dimengerti
Sepanjang menunaikan haji, aku mendapati beberapa perkara unik yang sukar dimengerti tetapi aku pasti Allah telah merencanakan sesuatu yang tidak kita ketahui. Perkara pertama nombor 47, 48 dan 49. Tempat duduk di pesawat seperti telah diaturkan Allah nombornya, semasa meningglkan Jeddah isteriku mendapat tempat duduk 47, aku 48 manakala 49 adalah nombor kerusi kami dari KLIA ke Jeddah.
Bilik hotel tempat aku menginap di Mekah dilengkapi dengan peti ais dan tiga katil. Bilik kami kerap menjadi tumpuan rakna-rakan bilik sebelah sebagai tempat stokis makanan dan buah-buahan, Bilik hotel kami juga tempat berkumpul rakan-rakan untuk membancuh air panas kerana kebetulan aku membawa bersama pemanas air dari tanah air.
Bilik hotel kami, agak selesa kerana kami kerap tinggal berdua di hotel kerana rakan haji yang seorang lagi kerap ditempatkan di klinik hotel dan hospital Mekah kerana kesihatan yang membataskan beliau bersama-sama kami.
Makanan kami bertiga kerap tidak pernah putus, lantaran aku jarang makan di bilik dan kadang kala aku bersama isteri terus ke kafeteria hotel. Sahabat sebilikku Tuan Haji Munir tidak jemu-jemu membawa makanan ke bilik waima malam mahupun tengah hari, walhal dia tahu kekadang aku tidak makan di bilik, melainkan di Kompleks Safwah atau terus ke kafeteria bersama isteri.
Ada lagi beberapa keunikan lain yang tidak akan aku kongsikan dan menjadi rahasia pribadi. Aku risau ianya akan mendatangkan riak jika dikongsikan setiap keunikan yang aku lalui semasa berhaji. Kedudukan hotel kami ketika di Mekah tidak terlalu jauh dari masjid. Begitu juga di Mina. Khemah kami tidak jauh dari Terowong Muassim.
Jutaan terima kasih
Terima kasih yang tidak terhingga, terutama kepada isteri tercinta yang sentiasa menemani waima dalam apa situasi. Pengalaman kita di sana merupakan saat yang terindah sepanjang perkongsian kita berdua. Kepada anak-anak tersayang dan menantu, tahniah kerana terbukti anda semua mampu mendepani sebarang situasi ketika pemergian ibu dan ayah. Sudah tentu, kami amat menghargai doa kalian. Kepada petugas Tabung Haji, khidmat lengkap serta terbaik kalian telah dapat menyempurnakan pelaksanaan haji kami tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
Kepada orang Kampung Benoni dan Kampung Surapit, terima kasih atas doa kalian. Kepada rakan sebilik di Burj Al-Haram Mekah (bilik 1508), rakan sebilik hotel Al Haram Madinah (bilik 1013), rakan sekhemah di Arafah dan Mina, mohon maaf andai ada tingkah saya yang tidak menyenangkan kalian. Begitu juga dengan beberapa kenalan baru seperti Haji Yusri dan isteri, Haji Saini, Haji Idris Sungai Padang dan isteri, kenalan baru dari Sandakan (Haji Semi Mad Aris) dan Haji Bujang Ali (Kg. Pulau Salak, Sarawak), Haji Bolhassan Ibrahim (Kg. Biradi, Kucing) serta beberapa kenalan yang tidak dapat diingat nama mereka (terlalu ramai), moga ikatan muhibbah kita akan berkekalan hingga ke Syurga.
Dalam kerinduan
Sesungguhnya, Mekkah Al Mukaramah dan Madinah Al Munarawah mempunyai tarikan tersendiri yang sukar dimengerti. Hanya mereka yang sudah menjejakkan kaki ke sana yang mengetahui kesedihan yang bertakhta di sanubari.
Dalam kerinduan, aku mengimbas kembali memori ketika mendepani Kaabah dan berada di Masjid Nabawi, tentu sekali terus-terusan merasai kerindu terhadapnya. Rindu untuk bertawajuh di depan Kabah dan berada sedekat mungkin dengan makam Rasulullah SAW terlalu menggamit perasaan. Terasa pilu di hati ini kerana tidak lagi dapat menatap Baitullah seperti selalunya.
Cucuran air mata saat tawaf, tiap kali menyentuhkan dahi di lantai Masjidil Haram di depan Baitullah dan tatkala berada di Raudah, bukan tanda kesedihan atau kemurungan, seperti yang terjadi dalam hidup sehari-hari. Pengalaman ketika ukuf di Arafah di mana Allah membuka langit-Nya untuk mengampunkan dosa-dosa hamba-Nya, sungguh merobek jiwa raga ini. Doa memohon agar dimasukkan ke Syurga Allah tanpa dihisab dan dengan linangan air mata menadahkan tangan memohon agar dipertemukan dengan ibu bapa dan keluarga di Syurga Allah. Aura Mina dan hiruk pikuk menuju ke Jamrah masih terngiang-ngiang di telinga ini. Melontar dengan semangat untuk melengkapkan wajib haji dan membebaskan diri dari 10 dari 13 larangan, bukanlah perkara yang diperlekehkan, tetapi ia merupakan tanggung-jawab demi untuk melengkapkan rukun iman yang ke-5. Bermalam tiga malam di Mina dan melontar tiga Jamrah pada hari-hari Tasyrik 11, 12 dan 13 Dzulhijah mempunyai makna yang tersirat.
Ada segilintir orang tidak tahu, apa sebab dan rahasia di balik peristiwa ini. Peristiwa ini merupakan sebuah ungkapan wajar, saat seseorang meninggalkan keangkuhan dan kesombongan, yang selama ini menyelimuti kehidupannya. Keadaan semacam ini kian menumbuhkan perasaan tunduk seseorang kepada Sang Pencipta. Jadikanlah kehadiran kita di depan Ka’bah sebagai laluan menyampaikan penyesalan atas keterlanjuran melakukan dosa-dosa, dengan harapan kiranya Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.
Pengalaman beribadah di Mekah, Arafah, Muzdalifah dan Mina merupakan kenangan terindah yang sukar diungkap dengan kata-kata. Andainya dibuat nukilan, sekajang kertas pun belum tentu cukup bagi mencoret perincian pengalaman tersebut. Hati bergetar, sangat berdebar. Ia suasana yang sangat-sangat berbeza, hati dan perasaan. Ketika dalam keadaan berihram. Dua helai kain putih yang tidak berjahit itu membawa pelbagai perlambangan. Tergambar betapa di Padang Masyar nanti, semua manusia mempunyai darjat serupa, tidak seperti di dunia fana yang mengkategori insan dengan pelbagai pandangan.
Kepada pembaca di luar sana, hadirlah kursus haji 17 siri anjuran Tabung Haji kerana jemputan Allah datang pada bila-bila masa, waima tahun haji sebenarnya masih jauh. Ada sahabat haji saya yang tahun hajinya 2037, tetapi kuasa Allah melangkau segala-galanya. Tahun 1436 H, telah menerima jemputan Allah untuk menunaikan haji.
Perjalanan Haji bukanlah suatu perjalanan umpama perkelahan di pantai Manukan Sabah. Haji dalam Islam memiliki nilai super, iaitu terbitnya kepuasan jiwa dan perasaan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Perasaan dekat ini melebihi cinta pada harta, takhta, pangkat, kuasa, harta-benda, keluarga dan saudara. Bahkan ketika seorang hamba menginjakkan kaki di rumah Allah (Baitullah), ia sudah berniat untuk bebas dari belenggu yang mengikatnya, hatinya tunduk kepada Yang Maha Kuasa, sehingga ia merasa bahwa dunia dan isinya, luluh dan rapuh di hadapan-Nya. Dengan ungkapan “Labbaika Allahumma Labbaika (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah)”, seorang hamba telah menongkah bendera syukur atas kurnia yang melimpah-ruah. Apalah yang hendak dibebelkan, kesukaran ketika hari Wukuf hingga hari tasrik (Bermalam di bumi Arafah, mabit di Mudzalifah dan 3 malam di Mina), hanya beberapa malam dibandingkan lebih sebulan tidur di tilam empuk hotel Mekah dan Madinah. Kesukaran itu adalah tanda kita insan kerdil tidak punya kuasa apa-apa, insann yang berserah diri sepenuhnya kepada Maha Pencipta.
Sejujurnya, niatku bukanlah untuk menunjuk-nunjuk, tetapi seikhlasnya aku ingin merebut sedikit dakwah kecil kerana mungkin ada kalangan pembaca akan terkesan oleh tulisan yang seadanya ini, seperti firman Allah dalam surah Al-Ma’idah ayat 5:21 bermaksud “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa”. Moga ianya akan menjadi dakwah kecil untukbekalku di hari akhirat nanti.
Ternyata misi kehidupan insan di dunia adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup yang global, merangkumi kehidupan di dunia, hidup berkeluarga dan hidup bermasyarakat. Manakala visi kita pula ialah untuk memenuhi kehidupan sempurna di dunia dan mencapai kesudahan yang terbaik untuk kehidupan di alam akhirat yang kekal abadi.
Kain bergulung pabrik baldu,
Pucuk lamiding dibuat ulam,
Di relung hatiku melekat rindu,
Tidak sebanding seisi alam.
Terima kasih.
Sumber rujukan :
1.Travelog Haji Mengubah Sempadan Iman (Prof. Mohd Kamil Ibrahim)
2.50 tips motivasi haji (Prof. Mohd Kamil Ibrahim)
3.Dhuyufurrahman Tetamu Allah (Mohamad Zaki Abdul Halim)
4.Rinduku pada Baitullah (Dr. Ridzuan Bakar)
5.Haji Muda (Dr. Ridzuan Bakar)
6.Panduan Haji dan Umrah (Susunan Progressive Publishing)
7.Teman Anda ke Tanah Suci (Dato’ Haji Mohd. Salleh Hj. Awang)
8.Teman Tetamu Allah – Panduan Praktis (Darul Nu’man)
9.Ibadah Umrah dan Ziarah (Tabung Haji)
10.Haji dan Umrah (Dato’ Haji Daud Che Ngah)
11.Jurnal Haji Pengubat Rindu (Intan Yaacob)
12.Agar Haji Tidak Sia-sia (Misbah Em Majidy)
13.Travelog Haji Muslimah (Sabariah Mel Udin)
14.Tiket Haji Dari Tuhan (J. Rahmat)
15.Pencarian Haji Mabrur (Abd. Ali Hassan)
16.Kembara Tetamu Allah (Ezee Rahmani)
17.Saat Menjadi Tetamu Allah (Syed Mahadzir S. Ibrahim)
18.XPDC Haji (Haji Zainal Bujang)
19.Kaedah Khyusuk Berhaji Umrah (Prof. Madya Dr. Azaharuddin)
20.Travelog Dua Tanah Suci (Hamirdin bin Ithnin
Sepanjang menunaikan haji, aku mendapati beberapa perkara unik yang sukar dimengerti tetapi aku pasti Allah telah merencanakan sesuatu yang tidak kita ketahui. Perkara pertama nombor 47, 48 dan 49. Tempat duduk di pesawat seperti telah diaturkan Allah nombornya, semasa meningglkan Jeddah isteriku mendapat tempat duduk 47, aku 48 manakala 49 adalah nombor kerusi kami dari KLIA ke Jeddah.
Bilik hotel tempat aku menginap di Mekah dilengkapi dengan peti ais dan tiga katil. Bilik kami kerap menjadi tumpuan rakna-rakan bilik sebelah sebagai tempat stokis makanan dan buah-buahan, Bilik hotel kami juga tempat berkumpul rakan-rakan untuk membancuh air panas kerana kebetulan aku membawa bersama pemanas air dari tanah air.
Bilik hotel kami, agak selesa kerana kami kerap tinggal berdua di hotel kerana rakan haji yang seorang lagi kerap ditempatkan di klinik hotel dan hospital Mekah kerana kesihatan yang membataskan beliau bersama-sama kami.
Makanan kami bertiga kerap tidak pernah putus, lantaran aku jarang makan di bilik dan kadang kala aku bersama isteri terus ke kafeteria hotel. Sahabat sebilikku Tuan Haji Munir tidak jemu-jemu membawa makanan ke bilik waima malam mahupun tengah hari, walhal dia tahu kekadang aku tidak makan di bilik, melainkan di Kompleks Safwah atau terus ke kafeteria bersama isteri.
Ada lagi beberapa keunikan lain yang tidak akan aku kongsikan dan menjadi rahasia pribadi. Aku risau ianya akan mendatangkan riak jika dikongsikan setiap keunikan yang aku lalui semasa berhaji. Kedudukan hotel kami ketika di Mekah tidak terlalu jauh dari masjid. Begitu juga di Mina. Khemah kami tidak jauh dari Terowong Muassim.
Jutaan terima kasih
Terima kasih yang tidak terhingga, terutama kepada isteri tercinta yang sentiasa menemani waima dalam apa situasi. Pengalaman kita di sana merupakan saat yang terindah sepanjang perkongsian kita berdua. Kepada anak-anak tersayang dan menantu, tahniah kerana terbukti anda semua mampu mendepani sebarang situasi ketika pemergian ibu dan ayah. Sudah tentu, kami amat menghargai doa kalian. Kepada petugas Tabung Haji, khidmat lengkap serta terbaik kalian telah dapat menyempurnakan pelaksanaan haji kami tetamu Allah dan tetamu Rasulullah.
Kepada orang Kampung Benoni dan Kampung Surapit, terima kasih atas doa kalian. Kepada rakan sebilik di Burj Al-Haram Mekah (bilik 1508), rakan sebilik hotel Al Haram Madinah (bilik 1013), rakan sekhemah di Arafah dan Mina, mohon maaf andai ada tingkah saya yang tidak menyenangkan kalian. Begitu juga dengan beberapa kenalan baru seperti Haji Yusri dan isteri, Haji Saini, Haji Idris Sungai Padang dan isteri, kenalan baru dari Sandakan (Haji Semi Mad Aris) dan Haji Bujang Ali (Kg. Pulau Salak, Sarawak), Haji Bolhassan Ibrahim (Kg. Biradi, Kucing) serta beberapa kenalan yang tidak dapat diingat nama mereka (terlalu ramai), moga ikatan muhibbah kita akan berkekalan hingga ke Syurga.
Dalam kerinduan
Sesungguhnya, Mekkah Al Mukaramah dan Madinah Al Munarawah mempunyai tarikan tersendiri yang sukar dimengerti. Hanya mereka yang sudah menjejakkan kaki ke sana yang mengetahui kesedihan yang bertakhta di sanubari.
Dalam kerinduan, aku mengimbas kembali memori ketika mendepani Kaabah dan berada di Masjid Nabawi, tentu sekali terus-terusan merasai kerindu terhadapnya. Rindu untuk bertawajuh di depan Kabah dan berada sedekat mungkin dengan makam Rasulullah SAW terlalu menggamit perasaan. Terasa pilu di hati ini kerana tidak lagi dapat menatap Baitullah seperti selalunya.
Cucuran air mata saat tawaf, tiap kali menyentuhkan dahi di lantai Masjidil Haram di depan Baitullah dan tatkala berada di Raudah, bukan tanda kesedihan atau kemurungan, seperti yang terjadi dalam hidup sehari-hari. Pengalaman ketika ukuf di Arafah di mana Allah membuka langit-Nya untuk mengampunkan dosa-dosa hamba-Nya, sungguh merobek jiwa raga ini. Doa memohon agar dimasukkan ke Syurga Allah tanpa dihisab dan dengan linangan air mata menadahkan tangan memohon agar dipertemukan dengan ibu bapa dan keluarga di Syurga Allah. Aura Mina dan hiruk pikuk menuju ke Jamrah masih terngiang-ngiang di telinga ini. Melontar dengan semangat untuk melengkapkan wajib haji dan membebaskan diri dari 10 dari 13 larangan, bukanlah perkara yang diperlekehkan, tetapi ia merupakan tanggung-jawab demi untuk melengkapkan rukun iman yang ke-5. Bermalam tiga malam di Mina dan melontar tiga Jamrah pada hari-hari Tasyrik 11, 12 dan 13 Dzulhijah mempunyai makna yang tersirat.
Ada segilintir orang tidak tahu, apa sebab dan rahasia di balik peristiwa ini. Peristiwa ini merupakan sebuah ungkapan wajar, saat seseorang meninggalkan keangkuhan dan kesombongan, yang selama ini menyelimuti kehidupannya. Keadaan semacam ini kian menumbuhkan perasaan tunduk seseorang kepada Sang Pencipta. Jadikanlah kehadiran kita di depan Ka’bah sebagai laluan menyampaikan penyesalan atas keterlanjuran melakukan dosa-dosa, dengan harapan kiranya Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.
Pengalaman beribadah di Mekah, Arafah, Muzdalifah dan Mina merupakan kenangan terindah yang sukar diungkap dengan kata-kata. Andainya dibuat nukilan, sekajang kertas pun belum tentu cukup bagi mencoret perincian pengalaman tersebut. Hati bergetar, sangat berdebar. Ia suasana yang sangat-sangat berbeza, hati dan perasaan. Ketika dalam keadaan berihram. Dua helai kain putih yang tidak berjahit itu membawa pelbagai perlambangan. Tergambar betapa di Padang Masyar nanti, semua manusia mempunyai darjat serupa, tidak seperti di dunia fana yang mengkategori insan dengan pelbagai pandangan.
Kepada pembaca di luar sana, hadirlah kursus haji 17 siri anjuran Tabung Haji kerana jemputan Allah datang pada bila-bila masa, waima tahun haji sebenarnya masih jauh. Ada sahabat haji saya yang tahun hajinya 2037, tetapi kuasa Allah melangkau segala-galanya. Tahun 1436 H, telah menerima jemputan Allah untuk menunaikan haji.
Perjalanan Haji bukanlah suatu perjalanan umpama perkelahan di pantai Manukan Sabah. Haji dalam Islam memiliki nilai super, iaitu terbitnya kepuasan jiwa dan perasaan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Perasaan dekat ini melebihi cinta pada harta, takhta, pangkat, kuasa, harta-benda, keluarga dan saudara. Bahkan ketika seorang hamba menginjakkan kaki di rumah Allah (Baitullah), ia sudah berniat untuk bebas dari belenggu yang mengikatnya, hatinya tunduk kepada Yang Maha Kuasa, sehingga ia merasa bahwa dunia dan isinya, luluh dan rapuh di hadapan-Nya. Dengan ungkapan “Labbaika Allahumma Labbaika (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah)”, seorang hamba telah menongkah bendera syukur atas kurnia yang melimpah-ruah. Apalah yang hendak dibebelkan, kesukaran ketika hari Wukuf hingga hari tasrik (Bermalam di bumi Arafah, mabit di Mudzalifah dan 3 malam di Mina), hanya beberapa malam dibandingkan lebih sebulan tidur di tilam empuk hotel Mekah dan Madinah. Kesukaran itu adalah tanda kita insan kerdil tidak punya kuasa apa-apa, insann yang berserah diri sepenuhnya kepada Maha Pencipta.
Sejujurnya, niatku bukanlah untuk menunjuk-nunjuk, tetapi seikhlasnya aku ingin merebut sedikit dakwah kecil kerana mungkin ada kalangan pembaca akan terkesan oleh tulisan yang seadanya ini, seperti firman Allah dalam surah Al-Ma’idah ayat 5:21 bermaksud “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa”. Moga ianya akan menjadi dakwah kecil untukbekalku di hari akhirat nanti.
Ternyata misi kehidupan insan di dunia adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup yang global, merangkumi kehidupan di dunia, hidup berkeluarga dan hidup bermasyarakat. Manakala visi kita pula ialah untuk memenuhi kehidupan sempurna di dunia dan mencapai kesudahan yang terbaik untuk kehidupan di alam akhirat yang kekal abadi.
Kain bergulung pabrik baldu,
Pucuk lamiding dibuat ulam,
Di relung hatiku melekat rindu,
Tidak sebanding seisi alam.
Terima kasih.
1.Travelog Haji Mengubah Sempadan Iman (Prof. Mohd Kamil Ibrahim)
2.50 tips motivasi haji (Prof. Mohd Kamil Ibrahim)
3.Dhuyufurrahman Tetamu Allah (Mohamad Zaki Abdul Halim)
4.Rinduku pada Baitullah (Dr. Ridzuan Bakar)
5.Haji Muda (Dr. Ridzuan Bakar)
6.Panduan Haji dan Umrah (Susunan Progressive Publishing)
7.Teman Anda ke Tanah Suci (Dato’ Haji Mohd. Salleh Hj. Awang)
8.Teman Tetamu Allah – Panduan Praktis (Darul Nu’man)
9.Ibadah Umrah dan Ziarah (Tabung Haji)
10.Haji dan Umrah (Dato’ Haji Daud Che Ngah)
11.Jurnal Haji Pengubat Rindu (Intan Yaacob)
12.Agar Haji Tidak Sia-sia (Misbah Em Majidy)
13.Travelog Haji Muslimah (Sabariah Mel Udin)
14.Tiket Haji Dari Tuhan (J. Rahmat)
15.Pencarian Haji Mabrur (Abd. Ali Hassan)
16.Kembara Tetamu Allah (Ezee Rahmani)
17.Saat Menjadi Tetamu Allah (Syed Mahadzir S. Ibrahim)
18.XPDC Haji (Haji Zainal Bujang)
19.Kaedah Khyusuk Berhaji Umrah (Prof. Madya Dr. Azaharuddin)
20.Travelog Dua Tanah Suci (Hamirdin bin Ithnin
Subscribe to:
Posts (Atom)